Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan belanja pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak cukup kuat menggerakkan perekonomian. Porsi APBN hanya berkontribusi 20 persen terhadap angka pertumbuhan ekonomi .
"Karena kalau hanya mengandalkan APBN itu, APBN kita hanya 20 - 30 persen dari jumlah ekonomi kita," kata Jokowi dalam wawancara khusus kumparan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (29/5).
Lanjut Jokowi, perekonomian Indonesia ke depan harus mengandalkan investasi asing dan lokal. Kemudian, pemerintah akan fokus menaikkan angka ekspor.
Investasi dan ekspor akan menjadi mesin utama pendorong perekonomian Indonesia ke depan.
"Kita memang akan terus konsentrasi pada meningkatkan investasi, meningkatkan ekspor, karena itu yang paling itu ke situ," tambahnya.
Untuk investasi, pemerintah akan mempercepat pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan mempercepat reformasi birokrasi seperti menyederhanakan perizinan.
ADVERTISEMENT
"Kuncinya di situ kok," jelasnya.
Langkah ini ditempuh untuk merangsang dan memperbesar angka investasi di Indonesia. Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi kuartal I-2019 mencapai Rp 195,1 triliun atau 25,6 persen dari target sepanjang 2019. Dari jumlah tersebut, Penanaman Modal Asing (PMA) masih mendominasi dibandingkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Di sisi neraca perdagangan, pemerintah terus mendorong peningkatan jumlah ekspor. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan upaya substitusi impor. Alasannya, Indonesia mengalami defisit perdagangan yang tinggi. Dalam arti, angka impor lebih tinggi dari ekspor. Pada tahun 2018, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan tertinggi sepanjang sejarah republik. Kondisi ini berlarut pada periode April 2019 yang mencatatkan defisit perdagangan USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 36 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS). Defisit juga berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi dan memperburuk sentimen domestik.
ADVERTISEMENT