Jokowi Wanti-wanti Ekonomi Gelap, Badai PHK dan Pailit Startup Bisa Berlanjut

16 Oktober 2022 19:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
16
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi PHK. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi PHK. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintah Jokowi mewanti-wanti ekonomi Indonesia akan gelap tahun depan jika resesi global terjadi dan meluas. Kondisi ini disebut akan berdampak pada startup yang sejak beberapa tahun terakhir terus berguguran, mulai dari PHK pekerja hingga dinyatakan pailit.
ADVERTISEMENT
Fabelio atau PT Kayu Raya Indonesia adalah salah satu perusahaan e-commerce yang dinyatakan pailit oleh pengadilan pada Sabtu (15/10). Sebelumnya Fabelio sempat mengajukan permohonan restrukturisasi utang atau Penundaan Kewajiban pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Maret lalu, namun mereka gagal mencapai kesepakatan dengan para kreditur. Alhasil, perusahaan furniture tersebut dinyatakan pailit.
com-Fabelio adalah salah satu dari dua perusahaan Indonesia yang masuk daftar 500 perusahaan dengan pertumbuhan terbaik di Asia Pasifik. Foto: Fabelio
Bangkrutnya Fabelio merupakan lanjutan dari masa sulit startup yang menerpa sejumlah perusahaan seperti Shopee, LinkAja, dan Zenius. Perusahaan-perusahaan ini harus melakukan perampingan hingga menutup usahanya imbas krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar menilai fenomena pelepasan karyawan maupun pailit ini sebagai sebuah keniscayaan, karena adanya ancaman resesi yang telah menyebabkan semua sektor terpukul, tidak terkecuali startup. Perusahaan harus melakukan penyesuaian agar dapat melanjutkan usahanya, atau menutup usahanya sekalian.
ADVERTISEMENT
“Ini memang dunia selalu dinamis, jadi selalu ada dorongan untuk efisiensi. Itu sebuah keniscayaan, mau gimana? karena sedang resesi juga,” sebut Timboel kepada kumparan, Minggu (16/10).
Timboel mengatakan solusi terbaik untuk pekerja adalah mempersiapkan diri untuk kemungkinan PHK karena akan selalu ada kemungkinan tersebut, terutama karena adanya transisi penggunaan teknologi sebagai ganti pekerja manusia.
“Dunia itu selalu dinamis, teknologi itu memang pedang bermata dua, tapi sebenarnya berpotensi menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Fenomena automaton (perpindahan pekerja manusia ke mesin) itu sudah biasa di mana-mana. Tidak aneh perusahaan pilih mesin daripada harus sewa orang, lebih stagnan,” tuturnya.
Demo karyawan PT. Masterindo Jaya Abadi di PN Bandung terkait dengan PHK oleh perusahaan. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Timboel menyebut PHK harus dilihat sebagai fenomena yang biasa, karena pada era digitalisasi seperti ini sudah jarang pekerja yang menetap dari awal sampai usia pensiun karena ada kebijakan perampingan.
ADVERTISEMENT
“Harus dialog pekerja dan pengusaha, kemudian di-support pemerintah karena zaman sekarang tidak ada yang menetap di level pensiun. Semua diedukasi soal industri 4.0., semua rotasinya serba cepat. PHK massal jarang karena urusan personal kok,” tutupnya.

IPO Jadi Juru Selamat Startup Aman dari PHK

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan kondisi ini akan berlanjut setidaknya 2024. Bagi startup yang belum meraih predikat unicorn tidak dapat dikatakan aman dari kemungkinan perampingan perusahaan.
“Iya, badai akan terus terjadi hingga dua tahun kedepan,” sebut Heru dalam wawancara dengan kumparan, Minggu (16/10).
Heru mengatakan bahwa startup yang telah mencapai status unicorn lebih dapat bernapas lega. Namun bagi yang kesulitan arus kasnya, menurut dia, sebuah perusahaan bisa melakukan penawaran saham ke publik atau Initial Public Offering (IPO).
ADVERTISEMENT
Dengan IPO, investor lebih berpotensi mengamankan hasil investasi mereka yang telah tanam pada tahun-tahun sebelumnya. Dana segar yang diterima perusahaan juga bisa digunakan untuk memperbaiki kas perusahaan.
“Aplikasi yang sudah unicorn akan lebih tenang meski tak tertutup kemungkinan juga akan ada efisiensi sampai mereka IPO. Sementara yang belum unicorn dan IPO, waktu mereka bertahan maksimal 2 tahun,” ujarnya.
Heru menjelaskan selama kondisi krisis global tidak juga membaik, perusahaan-perusahaan startup akan sulit untuk mempertahankan operasional mereka. Terutama dengan adanya ancaman resesi dan penurunan daya beli, sehingga baik investor maupun konsumen sangat berhati-hati dalam membeli maupun menginvestasikan uang mereka.