Kadin Bakal Terbang ke AS Negosiasi Tarif Impor 32 Persen Awal Mei 2025

4 April 2025 10:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anindya Bakrie. Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Anindya Bakrie. Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP
ADVERTISEMENT
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, akan berangkat ke Amerika Serikat (AS) pada awal Mei 2025 untuk bernegosiasi dengan US Chamber of Commerce terkait tarif impor 32 persen yang diterapkan Presiden Trump.
ADVERTISEMENT
"Awal Mei nanti, Kadin Indonesia akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri konferensi bisnis guna merespons perkembangan terbaru," ujar Anindya dalam keterangan resmi, Jumat (4/4).
Anindya menilai pernyataan Trump masih bersifat awal dan membuka ruang negosiasi. Indonesia memiliki posisi strategis di Pasifik sebagai bagian dari ASEAN dan anggota APEC.
Selain itu, faktor sebagai negara Muslim terbesar dan pemimpin negara nonblok juga bisa menjadi pertimbangan dalam lobi diplomasi.
Saat ini, posisi Duta Besar Indonesia untuk AS kosong hampir dua tahun. Menurut Anindya, dibutuhkan figur yang bisa berperan dalam memperkuat komunikasi bilateral.
Jika tarif impor 32 persen diterapkan, neraca perdagangan dan arus investasi Indonesia akan terdampak signifikan. AS merupakan pemasok valuta asing terbesar bagi Indonesia, dengan surplus perdagangan USD 16,8 miliar pada 2024. Ekspor utama ke AS didominasi produk manufaktur seperti peralatan listrik, alas kaki, dan pakaian, yang sebelumnya dikenai tarif sekitar 10 persen.
ADVERTISEMENT
Presiden Donald Trump menunjukkan grafik tarif impor baru dengan disaksikan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
Sebagian produk Indonesia bahkan mendapat fasilitas bebas bea masuk melalui Preferential System of Generalized Tariff dari AS. Oleh karena itu, negosiasi harus selektif, terutama bagi industri padat karya yang terdampak.
Indonesia juga perlu membuka pasar baru di Asia Tengah, Turki, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin untuk mengurangi ketergantungan pada AS.
Kebijakan tarif AS dapat mempengaruhi arus investasi langsung (FDI) dan portofolio. Menurut Anindya, Indonesia harus menarik lebih banyak investasi dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang ditujukan bagi AS dan aliansinya. KEK ini juga dapat menarik relokasi industri dari China.
Di sisi lain, Indonesia berpeluang mempertahankan hubungan dagang dengan AS di sektor pertahanan, pesawat terbang, dan LNG. AS juga menerapkan Inflation Reduction Act (IRA) yang mendorong energi bersih. Indonesia bisa memanfaatkan kebijakan ini untuk mengekspor produk olahan nikel dan mineral lainnya yang memenuhi standar lingkungan dan ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Ekonomi yang Diperlukan
Untuk mengantisipasi dampak tarif impor, pemerintah perlu menyusun kebijakan ekonomi komprehensif, termasuk penyederhanaan regulasi dan penghapusan hambatan non-tarif. Hal ini bertujuan meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pasar, dan menarik investasi.
"Palu godam Trump harus dijadikan momentum bagi pemerintah, BI, OJK, dan pelaku usaha untuk bekerja sama menjaga kepercayaan pasar, stabilitas rupiah, serta menekan ekonomi biaya tinggi yang masih tercermin dalam ICOR di atas 6 persen," imbuh Anindya.