Kapitalisasi Wall Street Jeblok USD 5 Triliun Usai China Balas Tarif AS

5 April 2025 9:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah tanda jalan, Wall Street, terlihat di luar New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, New York, AS.
 Foto: Shannon Stapleton/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah tanda jalan, Wall Street, terlihat di luar New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, New York, AS. Foto: Shannon Stapleton/REUTERS
ADVERTISEMENT
Nilai kapitalisasi pasar saham Amerika Serikat anjlok lebih dari USD 5 triliun hanya dalam dua hari terakhir, menyusul lonjakan tarif impor yang diumumkan Presiden AS Donald Trump dan balasan keras dari China.
ADVERTISEMENT
Gelombang kepanikan langsung menyapu pasar global. Indeks Nasdaq terjun ke wilayah bear market, sementara S&P 500 dan Dow Jones mengalami koreksi tajam — mencerminkan ketakutan investor terhadap ancaman resesi global yang dipicu kebijakan proteksionisme Washington.
Kurang dari 48 jam setelah Trump menaikkan tarif impor ke level tertinggi dalam lebih dari satu abad, Tiongkok merespons dengan memberlakukan tarif balasan sebesar 34 persen atas seluruh produk asal AS. Langkah ini memicu eskalasi baru dalam perang dagang global yang semakin tak terkendali.
Sementara itu, harapan pasar terhadap sinyal pelonggaran moneter dari Ketua The Fed, Jerome Powell, pupus. Meskipun Presiden Trump mendesaknya melalui media sosial untuk segera menurunkan suku bunga, Powell justru memperingatkan risiko inflasi dan perlambatan ekonomi yang kian nyata, sembari memilih pendekatan yang lebih hati-hati.
ADVERTISEMENT
Alih-alih menenangkan pasar, sikap Powell justru memperburuk gejolak. Dalam dua hari, indeks S&P 500 anjlok 6 persen, menjadikan pekan ini sebagai salah satu periode terburuk sejak krisis pandemi. Total penyusutan nilai kapitalisasi pasar sejak awal masa jabatan Trump kini mendekati USD 8 triliun.
The Fed kini berada di persimpangan sulit. Di satu sisi, tekanan inflasi menghambat ruang untuk pelonggaran suku bunga. Di sisi lain, potensi resesi mendorong ekspektasi pelonggaran moneter.
Seseorang mengambil foto sebagai penghormatan kepada Ratu Elizabeth II muncul di layar papan iklan Nasdaq MarketSite di Times Square, di New York, AS, Kamis (8/9/2022). Foto: Andrew Kelly/Reuters
Pelaku pasar memperkirakan akan ada empat kali pemangkasan suku bunga sepanjang tahun ini, dimulai pada Juni. Namun, jika tekanan pasar berlanjut pekan depan, kemungkinan langkah darurat sebelum rapat resmi 6–7 Mei kian terbuka.
Berbeda dengan krisis akibat pandemi COVID-19 atau krisis keuangan 2008, gejolak kali ini muncul akibat keputusan kebijakan yang disengaja oleh pemerintah AS. Banyak ekonom menilai, inilah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya: ketegangan geopolitik dan ekonomi yang diciptakan dari dalam.
ADVERTISEMENT
Ekonom Barclays memperkirakan inflasi AS bisa melampaui 4 persen tahun ini, sementara Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan akan menyusut pada kuartal keempat—sebuah sinyal jelas menuju resesi. Di Eropa, proyeksi pertumbuhan zona euro dipangkas hingga satu poin persentase, dan di Tiongkok, target pertumbuhan direvisi turun di bawah 5 persen.
Pasar energi turut terkena dampak. Harga minyak mentah Brent jatuh lebih dari 6 persen pada Jumat, menandai penurunan dua hari berturut-turut dan menyentuh level USD 62 per barel— terendah dalam empat tahun dan turun 26 persen dibandingkan tahun lalu.
Kepanikan investor terlihat dari lonjakan permintaan aset aman. Imbal hasil obligasi pemerintah Swiss tenor dua tahun sempat jatuh di bawah nol, meskipun suku bunga acuan negara tersebut masih di level 0,25 persen.
ADVERTISEMENT
Sektor keuangan paling terdampak. Saham-saham perbankan merosot, mengikuti penurunan imbal hasil obligasi. Indeks perbankan S&P kehilangan 7,3 persen hanya dalam sehari. Semua 11 sektor utama dalam indeks S&P 500 mencatatkan pelemahan lebih dari 4,5 persen, dengan sektor energi memimpin penurunan, turun 8,7 persen.
Saham teknologi dan perusahaan dengan paparan besar terhadap Tiongkok juga mengalami koreksi parah. Apple jatuh 7,3 persen, sementara JD.com, Alibaba, dan Baidu masing-masing merosot lebih dari 7,7 persen. Indeks semikonduktor amblas 7,6 persen setelah turun hampir 10 persen sehari sebelumnya.
Meskipun pasar tutup selama akhir pekan, pemerintah dan bank sentral di berbagai negara tetap siaga tinggi. Jalur komunikasi antarnegara dipastikan tetap terbuka, seiring meningkatnya tekanan untuk menenangkan pasar dan mencegah krisis ekonomi global yang lebih dalam.
ADVERTISEMENT
Senin mendatang diprediksi akan menjadi ujian berat berikutnya — bukan hanya bagi pasar, tetapi juga bagi kredibilitas para pengambil kebijakan dunia.