Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN ) menyebut ASN rentan terlibat praktik korupsi di tahun politik. Ini mengacu besarnya dana yang dibutuhkan kontestan karena tingginya biaya politik.
ADVERTISEMENT
Ketua KASN Agus Pramusinto mengungkapkan, berdasarkan catatan KPK, sejumlah kegiatan birokrasi berpotensi menjadi sasaran korupsi .
Pertama praktik suap dalam pengisian jabatan ASN, baik jabatan pimpinan tinggi (JPT), administrator, dan pengawas. Kedua, kegiatan pengadaan barang dan jasa.
"Ketiga, kebijakan anggaran, baik dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan dan keempat, penerbitan perizinan," ujar Agus dikutip dari keterangan resminya, Kamis (19/10).
Menurut Agus, para kontestan politik tentunya tidak dapat mengeksekusi langsung berbagai peluang korupsi tersebut. Mereka akan berkolusi bersama oknum ASN pemilik otoritas pengelolaan sumber daya anggaran, sumber daya manusia, dan aset, yang bersedia menggadaikan integritas.
Hingga saat ini, sudah banyak ASN yang telah terlibat, baik sebagai pelaku utama atau perantara. Berdasarkan data tren kasus korupsi di Indonesia pada 2022, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dari 1.396 tersangka korupsi, 506 orang (36 persen) di antaranya berstatus sebagai ASN dan mayoritas bertugas di pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Politisasi ASN, menurut Agus, hanya akan menghasilkan pegawai negeri sipil yang tidak beretika dan rela mengorbankan kepentingan publik demi menyenangkan majikan politik mereka.
"Dalam situasi ini kontestan politik yang berposisi sebagai petahana, baik eksekutif dan legislatif lebih berpeluang untuk melakukannya ketimbang kontestan politik non-petahana. Bangunan relasi kuasa dan pemahaman loyalitas yang sempit membuka peluang timbulnya kolusi tersebut," ujarnya.
Agus mengimbau para ASN agar kekhawatiran terhadap politisasi dan korupsi dalam tahun politik, tidak menyebabkan melambatnya pelaksanaan program dan kegiatan yang telah direncanakan.
"Loyalitas kepada bangsa dan negara harus berada di atas kepentingan atasan atau kepentingan politik elektoral," ujar Agus.
Partai Politik Tertutup soal Laporan Keuangan
Koordinator ICW Agus Sunaryanto menyoroti akuntabilitas partai politik menjadi salah satu penyebab terjadinya politisasi birokrasi. Dari uji keterbukaan informasi partai politik yang telah dilakukan ICW, rata-rata partai politik tertutup soal laporan keuangan mereka.
ADVERTISEMENT
“Seharusnya partai politik memiliki kewajiban untuk menginformasikan program kinerja dan laporan keuangan. Namun, pada uji coba di lima provinsi yakni DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Sumatra Utara, hasilnya rata-rata 95 persen partai politik ternyata tertutup soal laporan keuangan dan hasil audit mereka," bebernya.
Koordinator ICW itu kemudian menekankan perlunya evaluasi atas upaya pencegahan korupsi di kalangan birokrasi. Sebab di beberapa daerah pihaknya menemukan ada kepala daerah yang enggan memecat ASN terpidana korupsi karena mereka merupakan tim sukses dalam pemenangan pilkada.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan adanya pungutan liar yang menghantui sistem kepegawaian di Indonesia, seperti dalam pelaksanaan mutasi dan kenaikan pangkat.
"Tentu saja fenomena ini terjadi karena birokrasi maupun kepemimpinannya belum bebas dari korupsi, di mana hal ini sebenarnya berakar dari Pemilu yang tidak berintegritas," kata Ghufron.
ADVERTISEMENT