Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kemendag Dalami Persoalan Ditariknya Mie Sedaap dari Hong Kong hingga Singapura
19 Oktober 2022 16:42 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Kementerian Perdagangan (Kemendag ) kini tengah mendalami ditariknya peredaran produk Mie Sedaap dari Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Untuk Singapura, Singapore Food Agency (SFA) menarik produk Mie Sedaap lantaran menemukan adanya kandungan pestisida bernama etilen oksida.
ADVERTISEMENT
"Itu lagi kita dalami. Mudah-mudahan kita bisa cepat memecahkan permasalahan," kata Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono saat ditemui di BSD Tangerang, Rabu (19/10).
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMI) menilai Indonesia belum mumpuni secara teknologi untuk mendeteksi kandungan makanan. Namun, Veri menyanggah hal tersebut.
"Itu kan katanya. Kita masih dalami lah. Jadi itu baru sepihak dari mereka, kita coba dalami. Kita lihat, apakah yang disampaikan pada mereka itu betul-betul terjadi," ujarnya.
Sebelumnya, Channel News Asia melaporkan bahwa SFA menarik dua produk Mie Sedaap, yakni Mie Sedaap Korean Spicy Soup dengan masa kedaluwarsa 17 Maret 2023, dan Mie Sedaap Korean Spicy Chicken dengan masa kedaluwarsa 21 Mei 2023.
ADVERTISEMENT
“Etilen oksida adalah pestisida yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam makanan,” kata SFA dalam rilis berita.
Teknologi di Indonesia Dinilai belum Mumpuni
Ditemui terpisah, Ketua Umum GAPMI Andhi S Lukman mengatakan negara negara tujuan ekspor Indonesia saat ini secara teknologi lebih maju untuk mendeteksi kandungan berbahaya dalam produk makanan.
"Karena negara maju sekarang semakin meningkatkan teknologi untuk menganalisa, sementara residu pestisida di Indonesia belum bisa dianalisa Kemarin yang ditemukan di Taiwan, Singapura, Hongkong. Kita harus perlu meningkatkan kualitas teknologi kita," ujarnya.
Peningkatan teknologi itu menurutnya sangat berpengaruh pada industri makanan dan minuman di Indonesia. Dengan demikian, produk makanan dan minuman di Indonesia bisa menjamah pasar ekspor yang lebih luas lagi.
ADVERTISEMENT
"Kemudian di Amerika, misalnya terkait residu logam berat, itu metode analisanya beda, teknologinya juga beda. Itu tantangan kita untuk meningkatkan kemampuan teknologi di laboratorium. Ini yang mendukung industri makanan dan minuman," pungkasnya.