Kementerian ESDM Klaim PLTS Atap Laku Keras Usai Ada Sistem Kuota

24 Agustus 2024 19:30 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeklaim Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap semakin laku keras setelah diberlakukan sistem kuota.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan saat ini sisa kuota PLTS atap tahun ini yang bisa digunakan masyarakat tinggal 90 megawatt (MW).
Pemerintah menetapkan kuota PLTS atap di tahun ini sebesar 901 MW melalui Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.k/TL.03/DJL.2/2024 tentang Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PLN Tahun 2024-2028.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan kuota PLTS atap hingga 2028 bisa mencapai 1,539 gigawatt (GW). Adapun rinciannya yakni di 2025 sebesar 1,004 GW, di 2026 1,065 GW, serta di 2027 sebesar 1,183 GW.
"Sudah laku keras itu, sekarang tinggal 90 MW," ungkap Eniya saat Indonesia Net Zero Summit 2024, Sabtu (24/8).
"Kita pasang 600 MW karena kita sudah ada sekitar 400 MW, totalnya 901 MW. Lalu sudah tinggal kuotanya 60-90 MW," lanjutnya.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, Senin (12/8/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Eniya menuturkan, pemerintah tengah membahas rencana penambahan kuota PLTS atap di wilayah usaha (wilus) PT PLN (Persero), serta rencana penetapan kuota PLTS atap di non-wilus PT PLN (Persero).
ADVERTISEMENT
Pasalnya, dia mengatakan pemerintah masih punya target pemasangan PLTS atap di Indonesia sebesar 4,6 GW. Namun, dia mengakui perkembangannya memang cukup lambat karena mempertimbangkan kestabilan jaringan.
"Jadi targetnya lumayan besar, tapi memang masalah jaringan. kestabilan jaringan yang diukur, jadi rada slow speed, tapi saya rasa makin banyak," ungkap Eniya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia Fabby Tumiwa mengatakan aturan baru PLTS atap menghapus skema net metering, sehingga kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke PLN tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurangan tagihan listrik, menjadi skema kuota.
Perubahan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 2 Tahun 2024 Tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, yang merupakan revisi dari Permen ESDM No 26 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau kita melihat dengan aturan baru, sebenarnya prospek, progresnya lumayan bagus," katanya.
Seiring dengan besarnya animo masyarakat, Fabby berharap agar pemerintah bisa menambah kuota PLTS atap. Kendati begitu, dia melihat kuota menjadi tantangan meningkatkan penetrasi PLTS atap.
"Tapi harus ingat semakin banyak PLTS atap ada tantangan bagi stabilitas grid, oleh karena itu next mendorong penetrasi energi storage system, dari skala kecil sampai grid scale," tandasnya.