Kementerian ESDM Targetkan Penggunaan Bioavtur Bisa Capai 5 Persen di 2025

2 November 2023 15:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Yudo Dwinanda Priaadi dalam pagelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Yudo Dwinanda Priaadi dalam pagelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM menargetkan penggunaan bioavtur bisa mencapai 5 persen di 2025. Adapun saat ini, pemerintah mengeklaim sudah melakukan uji coba pencampuran 2,4 persen bioavtur dalam komposisi bahan bakar pesawat.
ADVERTISEMENT
“Untuk kerja sama pengembangan bioavtur sudah dilakukan oleh ITB bersama dengan Pertamina. Tes sudah mulai dilakukan dengan pencampuran 2,4 persen bioavtur dalam komposisi bahan bakar pesawat. Tes pertama telah dilakukan dengan CN-235-220 FTB dan berhasil,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi dalam pagelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11).
Adapun produksi biovatur secara masif akan dilaksanakan pada 2026 mendatang. Di mana, Pertamina berencana untuk meluncurkan Cilacap Green Refinery pada tahun 2026 berbasis waste feedstock.
Di mana, biovatur juga telah digunakan pada penerbangan komersial dengan bahan bakar J2.4, uji coba dengan Garuda Indonesia Boeing 737-800 NG. “Kementerian ESDM berkomitmen untuk terus mendorong produksi dan penggunaan biovatur dalam industri aviasi,” tambah Yudo.
ADVERTISEMENT

Tantangan dalam Pengembangan Bioavtur

Pagelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
Pemerintah juga menyebut dalam mengembangkan bioavtur ini menghadapi beberapa tantangan seperti, kelangkaan ketersediaan dan variasi feedstock dalam produksi SAF. Insentif ekonomi dari adanya produksi SAF.
Sebab karena dibandingkan dengan bahan bakar berbasis fosil, saat ini produksi bioavtur masih membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga produksi harus terus ditingkatkan.
“Kolaborasi dengan berbagai partner baik dalam kerja sama pengembangan produk dan juga teknologi terus didorong untuk dapat memproduksi bioavtur,” katanya.
Selain itu, perlu juga meningkatkan pemahaman publik terhadap usaha pengembangan produk bioavtur. Di mana bioenergi termasuk biofuel memainkan peranan penting dalam usaha Indonesia untuk mencapai target transisi energi untuk mencapai Zero Emmission.
Pengembangan biofuel sangat penting dalam mencapai target ini. Saat ini target emisi sudah mencapai 30 persen dan bioenergi adalah kontributor utama. Implementasi biofuel sebagai program mandatory sudah mencapai target di angka 13,15 juta kilo liter, dan diharapkan pada 2025 implementasi mencapai 13,9 juta kilo liter.
ADVERTISEMENT