Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kepala Bappenas Keluhkan Anggaran Pendidikan RI Jumbo tapi Skor PISA Rendah
23 November 2024 14:14 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambuddy mengeluhkan skor PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia masih rendah, meskipun anggaran sektor pendidikan sudah sangat besar.
ADVERTISEMENT
Rachmat mengatakan, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih relatif rendah, terlihat pada angka Indeks Modal Manusia Indonesia pada tahun 2020 sebesar 0,54, jauh di bawah Singapura sebesar 0,88.
Selain itu, lanjut dia, Skor PISA Indonesia juga masih sangat rendah. Pada tahun 2022, Skor PISA Indonesia yaitu Matematika 366, Membaca 359, dan Sains 383.
Angka tersebut ternyata masih di bawah rata-rata negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yaitu Matematika 472, Membaca 476, dan Sains 485.
"Skor PISA Indonesia yang masih relatif tertinggal jika dibandingkan rata-rata negara OECD, ini akan menjadi tantangan kita," kata Rachmat saat CORE Economic Outlook 2025, Sabtu (23/11).
Rachmat menyoroti kondisi ini terjadi meskipun anggaran yang dialokasikan untuk sektor pendidikan terbilang tinggi. Hal ini berkat kebijakan mandatory spending untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen dari APBN.
ADVERTISEMENT
"Kemarin kami berdiskusi dan kita juga melihat dari budget dan pengeluaran pemerintah kita, pemerintah kita sudah mengeluarkan anggaran pendidikan 20 persen selama lebih dari 20 tahun, saya tidak tahu persis apakah lebih," tuturnya.
"Tapi dengan anggaran pendidikan yang relatif tinggi, ternyata skor PISA kita tidak beranjak dan kita relatif masih tertinggal jauh di bawah rata-rata negara OECD," tegas Rachmat.
Selain sektor pendidikan, dia menyebutkan sektor kesehatan Indonesia juga masih memprihatinkan. Sebab, angka stunting masih tinggi di angka 21,5 persen, angka kematian ibu juga masih tinggi di 189 kematian per 100.000 kelahiran, dan angka kematian bayi 16,85 kematian per 1000 kelahiran.
"Kalau kita lihat catatan yang lebih dalam, Indonesia masih menghadapi persoalan-persoalan yang sifatnya sangat mendasar. Misalnya kematian bayi yang masih tinggi, bayi lahir cacat, kemudian persoalan prevalensi TBC yang juga masih tinggi," jelas Rachmat.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Indonesia perlu melakukan berbagai upaya agar terbebas dari persoalan-persoalan dasar yang umumnya dihadapi oleh negara berkembang. Pasalnya, Bappenas mencatat Indonesia terjebak dalam pendapatan kelas menengah selama 30 tahun dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan selama 20 tahun terakhir.
Rachmat menuturkan, ekonomi Indonesia hanya tumbuh dalam kisaran 5 persen. Untuk keluar dari jebakan itu, dia menegaskan ekonomi Indonesia harus tumbuh lebih tinggi.
"Banyak negara, terutama di negara berkembang, tidak semuanya bisa melepaskan diri dari jebakan pendapatan kelas menengah. Di Asia sudah relatif banyak, Jepang sudah bebas, Korea sudah bebas, Taiwan sudah bebas, di ASEAN saya kira Singapura sudah bebas, Brunei sudah bebas," pungkasnya.