Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Melonjak Volume Transaksi QRIS karena Fenomena Cashless Gen Z
3 November 2024 11:06 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Di era yang semakin digital, metode pembayaran nontunai atau cashless semakin diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan signifikan transaksi menggunakan QR Code Indonesian Standard (QRIS ), yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) untuk mempermudah dan memperluas akses transaksi digital.
ADVERTISEMENT
Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, menyatakan bahwa QRIS telah menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Volume transaksi QRIS di kuartal III 2024 telah mencapai 4,08 miliar atau 163,63 persen dari target yang ditetapkan.
“Penggunanya, kita targetkan 55 juta dan saat ini sudah 53,3 juta jadi sudah hampir 82 persen. Nah merchant-nya sendiri sudah 34,2 juta," kata Filianingsih beberapa waktu lalu.
Menurutnya, sektor terbesar yang menggunakan metode pembayaran QRIS adalah pedagang eceran, khususnya yang bergerak di bidang makanan dan minuman, dengan kontribusi sebesar 35,9 persen. Disusul oleh sektor restoran dan hotel yang menyumbang 16,93 persen, serta jasa rumah tangga dan lain-lain seperti salon kecantikan, periklanan, dan komunikasi yang turut mendukung pertumbuhan transaksi ini.
ADVERTISEMENT
Sistem pembayaran QRIS ini diharapkan mampu menopang daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah. "Kita meyakini bahwa kanal pembayaran QRIS ini bisa menopang daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah. Karena penggunanya akan menstimulasi pada sektor rumah tangga," ujarnya.
QRIS Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Data dari Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan luar biasa dalam volume transaksi QRIS sejak peluncurannya pada awal tahun 2020.
Pada Januari 2020, volume transaksi QRIS tercatat sebanyak 4,55 juta. Namun, hanya dalam kurun waktu 11 bulan, pada Desember 2020, jumlah transaksi melonjak hampir empat kali lipat menjadi 17,33 juta transaksi.
Pertumbuhan pesat ini berlanjut pada tahun berikutnya. Pada Desember 2021, transaksi QRIS melonjak tajam menjadi 58,85 juta, mencatatkan pertumbuhan sebesar 239,48 persen yoy. Perkembangan ini mencerminkan semakin tingginya minat dan kepercayaan masyarakat terhadap metode pembayaran nontunai, terutama selama masa pandemi yang memicu pergeseran ke arah digitalisasi.
ADVERTISEMENT
Tahun 2022 menandai lonjakan yang lebih besar lagi, dengan total volume transaksi QRIS mencapai 128,01 juta pada Desember. Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan sebesar 117,50 persen yoy dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada Desember 2023, volume transaksi QRIS kembali melesat hingga mencapai 300,96 juta, dengan pertumbuhan sebesar 135,10 persen yoy.
Puncaknya, hingga September 2024, QRIS mencatatkan volume transaksi sebesar 619,14 juta, dengan pertumbuhan mencapai 204,39 persen yoy. Peningkatan ini menegaskan bahwa QRIS telah menjadi salah satu pilar utama dalam sistem pembayaran di Indonesia.
Manfaat dan Tantangan Transaksi Cashless
Seiring dengan kemajuan teknologi dan digitalisasi, transaksi cashless kini menjadi pilihan utama bagi banyak masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Menurut Perencana Keuangan Mike Rini, fenomena cashless society sangat terlihat pada Generasi Z atau Gen Z , yang adaptif terhadap teknologi dan menjadikan dompet digital sebagai gaya hidup.
ADVERTISEMENT
“Generasi muda, khususnya Gen Z, sangat menggemari pembayaran digital karena kepraktisannya. Mereka terbiasa dengan dompet digital yang sudah terintegrasi dengan berbagai platform sosial media, dan ada faktor peer pressure atau gengsi jika tidak menggunakan pembayaran digital,” kata Mike.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai dari penggunaan transaksi digital ini. Salah satunya adalah kecenderungan konsumtif.
Mike Rini menyoroti bahwa kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh dompet digital sering kali mendorong perilaku konsumtif. Apalagi jika digabungkan dengan promosi menarik seperti cashback atau PayLater.
Ketergantungan pada gadget dan internet juga menjadi tantangan tersendiri. Terutama jika terjadi gangguan konektivitas atau masalah keamanan digital seperti pencurian data dan kejahatan siber.
“Risiko keamanan cyber menjadi perhatian utama bagi pengguna cashless, terutama dengan maraknya malware atau potensi peretasan akun. Pengguna harus lebih waspada dalam menjaga keamanan data mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Perencana Keuangan, Andy Nugroho, menjelaskan beberapa keuntungan dan kerugian dari transaksi cashless. Salah satu keuntungan utamanya adalah kepraktisan.
ADVERTISEMENT
“Dengan metode cashless, kita tidak perlu repot membawa uang tunai atau mencari mesin ATM jika membutuhkan uang. Transaksi bisa dilakukan dengan mudah melalui ponsel,” kata Andy.
Keuntungan lainnya adalah lebih aman dari potensi kehilangan uang fisik, karena dana di dalam dompet digital atau rekening tidak bisa diakses sembarangan tanpa mengetahui PIN atau identitas pengguna. Selain itu, transaksi cashless memungkinkan pembelian dengan nominal yang pas, tanpa khawatir soal ketersediaan uang kembalian dari pedagang.
Namun, Andy juga mengingatkan beberapa kekurangan dari sistem ini. “Jika ponsel kehabisan baterai, tidak ada sinyal internet, atau kita lupa dengan PIN atau identitas pengguna, maka transaksi tidak bisa dilakukan. Selain itu, masih ada beberapa merchant yang belum menyediakan metode pembayaran cashless, terutama di wilayah-wilayah yang penggunaan transaksinya masih rendah,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun pembayaran cashless semakin populer, baik Mike Rini maupun Andy Nugroho sepakat bahwa uang tunai masih perlu disediakan dalam situasi tertentu. Mike Rini menekankan pentingnya keseimbangan antara penggunaan metode pembayaran digital dan konvensional.
“Belum semua daerah dan merchant di Indonesia siap dengan sistem cashless. Di pasar tradisional misalnya, masih banyak transaksi yang dilakukan secara tunai. Selain itu, uang tunai juga penting untuk berjaga-jaga jika terjadi gangguan konektivitas atau masalah teknis lainnya dengan perangkat digital,” jelas Mike Rini.
Andy Nugroho juga berpandangan menyediakan sejumlah uang tunai dalam dompet tetap diperlukan sebagai cadangan.
“Jika kita berada di daerah yang intensitas penggunaan cashless rendah, membawa uang tunai adalah pilihan yang bijak. Selain itu, sebagai antisipasi jika terjadi kendala dengan ponsel kita, misalnya karena habis baterai atau gangguan sinyal internet,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain kemudahan yang ditawarkan, adopsi transaksi cashless juga membawa tantangan tersendiri, terutama terkait keamanan digital. Risiko pencurian data dan kejahatan siber menjadi isu yang semakin krusial di tengah semakin meluasnya penggunaan dompet digital.
Menurut Mike Rini, pengguna cashless harus lebih bijak dalam menjaga keamanan data mereka, misalnya dengan tidak sembarangan mengakses aplikasi perbankan di jaringan internet publik dan selalu menggunakan sistem keamanan berlapis seperti two-factor authentication (2FA).
Selain itu, pemerintah dan pihak penyedia layanan keuangan juga perlu meningkatkan sistem keamanan mereka agar dapat meminimalisasi risiko kejahatan siber yang semakin canggih. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi serta langkah-langkah pencegahan penipuan digital juga perlu digencarkan.