Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah membentuk Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merupakan hasil merger Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Penggabungan ketiga bank tersebut dilakukan di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior INDEF, Iman Sugema, mulanya mempertanyakan apakah tepat merger BSI dilakukan saat situasi masih sulit di masa pandemi. Meski begitu, ia akhirnya berpendapat langkah tersebut tepat.
“Apakah pandemi itu saat yang tepat untuk melakukan merger? Alasan yang pertama pandemi sebagai turning point atau titik balik,” kata Iman dalam webinar yang digelar INDEF, Selasa (16/2).
Iman mengungkapkan, di masa pandemi ini hampir semua negara mengalami kesulitan termasuk dari perbankan. Menurutnya, kesulitan di negara lain bisa saja lebih berat dibanding yang dialami Indonesia.
Karena itu, Iman menilai merger 3 bank syariah BUMN bisa menjadi persiapan untuk bangkit dan membuat perbankan syariah Indonesia bisa bersaing secara global khususnya saat pandemi usai.
“Sebetulnya inilah kesempatan melakukan positioning bagi perbankan di Indonesia untuk take off sembari melakukan berbagai penyesuaian,” ujar Iman.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Iman menyebut pembentukan BSI sebagai 'curi start'. Saat negara lain masih kesulitan dan menyiapkan strategi untuk bangkit, di Indonesia sudah ada BSI.
“Artinya keuntungan yang dari curi start ini hanya bisa diperoleh bank hasil merger ini kemudian menghimpun sebuah kekuatan yang cukup besar untuk melakukan jump start, jadi lompatan-lompatan ke depan,” ujar Iman.
Iman mencontohkan lompatan yang bisa dilakukan BSI adalah peningkatan digitalisasi. “Dalam digitalisasi sebetulnya kita bicara kekuatan modal. Artinya dalam melakukan transformasi digital kita perlu modal yang besar, kemudian perlu network dan jaringan konsumen yang besar,” tutur Iman.