Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Meski Ada Tren LFP, Pemerintah Yakin Dunia Masih Butuh Nikel dari RI
23 Januari 2024 17:32 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
LFP digadang-gadang menjadi pesaing nikel atau Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC) sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Sebab, perusahaan global seperti Tesla disebut sudah melirik LFP. Sehingga mengancam permintaan nikel yang marak diproduksi di Indonesia.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi, Nurul Ichwan, mengaku tidak khawatir LFP akan berpengaruh pada tren investasi industri baterai di Indonesia.
"Sebenarnya yang berpengaruh itu adalah kepastian akan marketnya. Jadi kalau saya melihat kepastian mereka untuk melakukan investasi di Indonesia, bukan karena pemerintah akan bersikap seperti apa dan regulasi seperti apa," ujar Nurul saat ditemui di Hotel Pullman Thamrin, Selasa (23/1).
Nurul mengatakan, bagi pemerintah yang terpenting adalah perusahaan berinvestasi membangun pabrik dan produksi di Tanah Air, entah itu akan dipasarkan di Indonesia atau negara lain terlebih di AS dan Eropa.
Hanya saja, Nurul masih cemas dengan regulasi Inflation Reduction Act (IRA) yang berpotensi menekan permintaan nikel dari Indonesia. IRA merupakan kebijakan penyaluran subsidi kepada produsen yang menggunakan energi bersih di AS.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, baterai yang mengandung nikel dari Indonesia dikhawatirkan tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh. Sebab, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan AS.
"Ini yang sebenarnya yang menjadi faktor wait and see mereka, yang mereka tunggu adalah apakah kalau mereka berinvestasi, produk yang dihasilkan itu bisa masuk ke Amerika atau bisa mendapatkan subsidi dengan policy di sana," jelas Nurul.
Nurul juga mengakui, ada beberapa negara di AS dan Eropa yang bisa menghasilkan nikel seperti Finlandia dan Kanada, namun tidak sebesar Indonesia. Sehingga mau tidak mau, Indonesia masih dibutuhkan.
"Kalau suplai dari Eropa mereka bisa dapat dari Finlandia, lalu bisa juga dari Kanada, tetapi kapasitas mereka tidak sebesar Indonesia. mereka still need Indonesia to supply this," tutur Nurul.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi, menegaskan pamor nikel sebagai bahan baku kendaraan listrik masih digandrungi oleh perusahaan global, termasuk Tesla.
Juru Bicara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan itu menyebutkan, LFP masih kurang efisien jika dibandingkan baterai NMC karena kepadatan energi atau energy density baterai kendaraan listrik masih kurang, sehingga ukurannya lebih besar.
Dia melanjutkan, perusahaan kendaraan listrik milik Elon Musk, Tesla Inc, yang diproduksi di AS juga masih menggunakan baterai berbasis nikel. Elon hanya menggunakan LFP untuk produksi di China.
"Tesla menggunakan yang nickel based juga, yang di Amerika menggunakan nickel based, yang di China mungkin menggunakan LFP, ya itu kan mungkin untuk yang di city (kota) saja gitu, yang distance-nya enggak jauh, untuk mobil-mobil listrik yang enggak jauh," ujar Jodi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Jodi memastikan baterai kendaraan listrik berbasis nikel yang umum digunakan di seluruh dunia. Pemerintah juga masih fokus dalam pengembangan hilirisasi nikel untuk produk baterai ini.
"Ya kita kan pengennya mengembangkan yang nickel based, karena kita yang punya nikel," tutur Jodi.