Nasib Pekerja Informal: Penghasilan Rendah, Perlindungan Lemah

1 September 2024 12:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret kuli sindang di kawasan cibubur. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret kuli sindang di kawasan cibubur. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Pekerja sektor informal masih tinggi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari 142,18 juta jumlah penduduk yang bekerja, lebih dari separuhnya atau 59,17 persen bekerja di sektor informal per Februari 2024.
ADVERTISEMENT
Pekerja informal dinilai rentan dari segi perlindungan ketenagakerjaan dan penghasilan mereka tidak menentu. Satu dari sekian banyak contoh pekerjaan informal adalah kuli sindang.
Kuli sindang setiap hari bekerja mengadu nasib dengan menunggu adanya orang yang datang menggunakan jasanya seperti gali septic tank hingga renovasi rumah. Tidak ada kepastian mereka dalam satu hari mendapatkan pesanan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan pekerjaan informal seperti kuli sindang biasanya dikontrak jangka pendek. Perjanjiannya bisa seminggu atau dua minggu, bisa juga hanya sehari saja.
"Jadi modelnya tentu saja adalah pekerja tidak tetap, tapi masalahnya mereka tidak terlindungi oleh aturan perjanjian dengan Perjanjian Kerja Waku Tertentu (PKWT). Jadi katakanlah ya lepasan, misalnya bayaran Rp 200 ribu per hari kali berapa hari, misalnya sudah termasuk makan dan sebagainya," ujar Tauhid kepada kumparan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad usai acara Gambir Trade Talk 15 di Jakarta Pusat, Rabu (14/8). Foto: Widya Islamiati/kumparan
"Ya ikatannya ikatan lisan, bukan ikatan tertulis, karena model-model seperti itu akhirnya tidak ada garansi. Misalnya terjadi kecelakaan kerja dan sebagainya, sehingga membuat posisi mereka sangat lemah," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Tauhid menilai bagus kalau kuli sindang dikontrak oleh perusahaan atau pihak yang menyalurkan tenaga kerja mereka. Sehingga apabila ada risiko dalam pekerjaan bisa dituntut sesuai yang ada di perjanjian kontrak untuk PKWT tersebut.
"Tapi kalau individu-individu tadi kebanyakan tidak ada kontrak, harian lepas. Nah ini yang dari sisi hukum mereka lemah, jadinya sangat rentan," terang Tauhid.
Selain soal jaminan, Tauhid menilai kuli sindang juga lemah dari sisi penghasilan karena tidak ada standar upah yang layak bagi mereka. Ia menjelaskan kalau PKWT masih berlaku UMP.
"Tapi mereka kan buruh harian lepas, sehingga tergantung jumlah harinya, itu yang sangat sulit. Itu yang kemudian rentan dari segi penghasilan karena upahnya kalau lagi pekerjaan sepi mereka menurunkan tarif upahnya," tutur Tauhid.
ADVERTISEMENT
Tauhid menyarankan para pekerja sektor informal harus terorganisir, khususnya melalui asosiasi atau perkumpulan pekerja. Sehingga mereka bisa didaftarkan sebagai pekerja mandiri di perlindungan kerja.
Selanjutnya, para pekerja informal bisa juga didaftarkan sebagai pekerja kontrak dengan status PKWT. Kondisi itu membuat pekerja sektor informal bisa mendapatkan Jamsostek.
"Dengan catatan kelembagaan di merekanya kuat, pemerintah tinggal mengalokasikan dari Kementerian Kesehatan atau Kementerian Ketenagakerjaan untuk mendapatkan fasilitas atau akses yang lebih mudah," ujar Tauhid.

Harus Lebih Banyak Sektor Formal

Infografik pekerja informal masih tinggi. Foto: kumparan
Tauhid menegaskan pekerja sektor formal harus lebih banyak jumlahnya dibanding sektor informal. Ia menjelaskan sektor formal bisa mendapatkan upah hingga jaminan yang lebih baik. Sedangkan sektor informal bergantung musiman atau tidak menentu.
"Pekerja formalnya lebih banyak berarti konsumsi rumah tangganya lebih baik, kalau konsumsi rumah tangganya lebih baik berarti terdorong ke perekonomiannya lebih banyak," terang Tauhid.
ADVERTISEMENT
Tauhid mengakui sektor informal dari segi konsumsi memang lebih rendah. Meski begitu, sektor informal dari sisi penciptaan lapangan kerja bisa lebih banyak. "Tetapi sektor informal yang muncul rata-rata menengah bawah, yang terjadi mereka bisa menyerap tenaga kerja tetapi belum tentu dapat membuat perekonomian semakin kaya," tutur Tauhid.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi menjelaskan pekerja informal adalah mereka yang berusaha sendiri, berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas pertanian, pekerja bebas non-pertanian, dan pekerja keluarga atau tak dibayar.
Data BPS per Februari 2024 menunjukkan tiga lapangan kerja yang banyak pekerja informalnya adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang 90,60 persen pekerjanya informal. Industri pengolahan 40,82 persen pekerjanya informal dan 69,41 persen sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pekerjanya informal.
ADVERTISEMENT
"Kuli sindang jika tidak memiliki hubungan kerja yang formal seperti buruh atau karyawan atau pegawai, maka dianggap pekerja informal. Dan itu disurvei oleh BPS," terang Anwar kepada kumparan.
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi menghadiri kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengelola Karirhub dan Job Fair Virtual bagi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Malang, Jawa Timur, Senin (28/8/2023). Foto: Kemnaker RI
Anwar menjelaskan pekerja informal dalam sejumlah karakteristik memiliki irisan dengan pekerja berstatus Bukan Penerima Upah atau BPU di BPJS Ketenagakerjaan. Ia menyebut data BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2024 menunjukkan kepesertaan aktif jaminan sosial oleh BPU telah mencapai 7,51 juta orang.
Anwar menegaskan Kemnaker terus berupaya untuk meningkatkan kepesertaan BPU ini melalui sejumlah sosialisasi kepesertaan Jamsostek kepada asosiasi, kelompok, dan komunitas pekerja BPU.
"Selain itu, Kemnaker juga membuka akses peningkatan kompetensi kepada BPU melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi dan pemberdayaan kewirausahaan melalui program Tenaga Kerja Mandiri," ungkap Anwar.
ADVERTISEMENT