Negara Kehilangan Potensi Pendapatan Gas Rp 90 M di Proyek Jambaran-Tiung Biru

5 Desember 2023 18:32 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru di Bojonegoro, Jawa Timur. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru di Bojonegoro, Jawa Timur. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan temuan dalam pembangunan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB). Salah satunya potensi pendapatan negara yang hilang dari penjualan gas imbas terlambatnya proyek, sebesar USD 5,84 juta atau setara Rp 90,4 miliar (kurs Rp 15.483).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tercantum dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023. BPK menyelesaikan hasil pemeriksaan atas proyek JTB tahun 2017 hingga semester I 2022 pada SKK Migas, PT Pertamina EP Cepu (PT PEPC), dan instansi terkait di DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Adapun PT PEPC yang merupakan pemilik partisipasi (participating interest) 45 persen pada WK Cepu, ditunjuk sebagai Operator Lapangan Gas Unitisasi JTB. Pada tanggal 20 September 2022, JTB melakukan kegiatan on stream gas.
Permasalahan signifikan yang ditemukan yaitu hasil pekerjaan proyek Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) Gas Processing Facility (GPF) yang dilaksanakan oleh Konsorsium Rekind, JGC dan JGC Indonesia (RJJ) belum sepenuhnya sesuai dengan lingkup pekerjaan pada kontrak dan perubahannya.
ADVERTISEMENT
BPK menyebutkan, terdapat keterlambatan atas pelaksanaan pekerjaan EPCC GPF. Hal ini mengakibatkan kelebihan pembebanan biaya operasi atas hasil pekerjaan EPCC GPF yang tidak sesuai lingkup pekerjaan minimal sebesar USD 9,52 juta, serta denda keterlambatan berpotensi tidak menambah bagi hasil bagian negara sebesar USD 82,79 juta.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin bersama Menteri ESDM, dan Pertamina meresmikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jambaran-Tiung Biru (JTB) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/2/2023). Foto: Pertamina
"Negara kehilangan potensi pendapatan dari gas yang tidak dapat dijual untuk periode 20 September-18 November 2022 karena belum selesainya seluruh GPF minimal sebesar USD 5,84 juta," ungkap BPK, dikutip Selasa (5/12).
Selain itu, terdapat pengurangan lingkup pekerjaan dan deviasi spesifikasi teknis hasil pekerjaan yang belum ditetapkan sebagai contract change order (CCO) pengurang nilai kontrak EPCC GPF sebesar USD 6,99 juta.
"Dan volume item pekerjaan terpasang yang kurang dari dokumen pendukung pembayaran sebesar USD 2,53 juta," lanjut BPK.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengembangan Lapangan Gas Unitisasi JTB, BPK mengungkapkan 4 temuan yang memuat 7 permasalahan.
"Permasalahan tersebut meliputi 1 kelemahan SPI dan 6 ketidakpatuhan sebesar Rp 40,65 miliar dan USD 103,37 juta atau total ekuivalen Rp 1,59 triliun," imbuh BPK.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Kepala SKK Migas agar memerintahkan Kepala Unit Percepatan Proyek (UPP) JTB SKK Migas berkoordinasi dengan Direktur Utama PT PEPC untuk menetapkan CCO EPCC GPF minimal sebesar USD 6,99 juta dan memperhitungkannya sebagai pengurang nilai amandemen kontrak.
Kemudian, mengenakan denda keterlambatan kepada Konsorsium RJJ sebesar USD 82,79 juta, dan segera menyelesaikan pekerjaan EPCC GPF.
Lalu, memerintahkan Kepala Divisi Pemeriksaan Perhitungan Bagian Negara SKK Migas untuk tidak memperhitungkan biaya item pekerjaan yang kurang terpasang dalam close out Authorization for Expenditure (AFE) GPF minimal sebesar USD 2,53 juta, dan memperhitungkan denda keterlambatan sebagai pengurang nilai proyek pada proses close out AFE GPF.
ADVERTISEMENT