Neraca Perdagangan RI Diproyeksi Surplus USD 472 Juta di Agustus 2024

17 September 2024 10:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bongkar muat semen di pelabuhan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bongkar muat semen di pelabuhan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis data neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus 2024 hari ini, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memprediksi surplus perdagangan Indonesia akan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).
“Surplus perdagangan Indonesia pada bulan Agustus 2024 diperkirakan meningkat menjadi USD 2,29 miliar dari surplus bulan Juli yang tercatat USD 472 juta,” kata Josua kepada kumparan, Senin (17/9).
Josua menjelaskan, peningkatan surplus perdagangan dipengaruhi oleh kinerja ekspor bulanan yang meningkat dan diikuti oleh pelemahan kinerja impor.
Di samping itu, kinerja ekspor pada bulan Agustus 2024 diperkirakan tumbuh 3,08 persen mtm. Hal ini didorong oleh peningkatan harga komoditas, terutama batubara dan CPO.
Sementara itu, total impor batubara Tiongkok naik 3 persen di bulan Agustus karena permintaan Tiongkok yang masih solid. Harga CPO dalam USD meningkat di bulan Agustus, didukung oleh penguatan mata uang MYR.
Dua buah kapal melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/2/2023). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
“Secara tahunan, kinerja ekspor diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,20 persen yoy, melambat dari 6,46 persen yoy pada bulan Juli 2024, yang mencerminkan normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Josua menyebut kinerja impor Indonesia diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -5,07 persen mom di bulan Agustus 2024. Sementara secara tahunan, aktivitas impor diperkirakan akan meningkat 9,30 persen yoy.
“Kontraksi bulanan terutama disebabkan oleh kinerja yang lebih lemah di sektor manufaktur. Sementara itu, moderasi pertumbuhan tahunan sejalan dengan tren pelemahan aktivitas ekonomi global,” katanya.