Ojol Tolak Tapera, Ngeluh Makin Terbebani Potongan Upah

1 Juni 2024 13:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ratusan ojek online berunjuk rasa menolak sistem ERP di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (8/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan ojek online berunjuk rasa menolak sistem ERP di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (8/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan pihaknya menolak kewajiban pekerja driver ojek online (ojol) menjadi peserta Tapera.
ADVERTISEMENT
"Kami menolak keras apabila diberlakukan wajib, walau dengan azas gotong royong yang dijadikan landasan potongan wajib Tapera ini, karena sudah banyak beban potongan rekan-rekan pengemudi ojol telah dikenakan oleh perusahaan aplikator," kata Igun kepada kumparan, Sabtu (1/6).
Potongan ojol untuk perusahaan aplikator diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 tahun 2022, di mana perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15 persen.
"Salah satu beban potongan adalah kami dipotong pajak penghasilan oleh perusahaan aplikator sedangkan status pengemudi ojek online ini masih ilegal di mata hukum karena ojek online hingga detik ini tidak pernah diberikan legalitas baik oleh negara maupun pemerintah, maka setiap potongan apa pun terhadap pengemudi ojek online adalah ilegal," kata Igun.
Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Direktur Jenderal PHI & Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho dalam konferensi pers, Jumat (31/5/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masih mengkaji rencana kewajiban driver ojol menjadi peserta Tapera. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera diatur mengenai gaji pekerja baik swasta maupun PNS akan dipotong 3 persen setiap bulannya. Dari jumlah itu, sebesar 2,5 persen dibayar pekerja dan 0,5 persennya ditanggung pemberi kerja.
ADVERTISEMENT
"Apabila pemerintah akhirnya memaksakan untuk memotong penghasilan pengemudi ojek online secara wajib maka tindakan pemerintah adalah ilegal, dan apakah pantas negara dan pemerintah melakukan suatu tindakan ilegal terhadap rakyatnya yang bekerja sebagai pengemudi ojek online," kata Igun.
Adapun kriteria pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera juga diatur di dalam PP Nomor 21 Tahun 2024, bahwa pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.
"Legalitas saja tidak kunjung diberikan kepada pengemudi ojek online, lalu memaksakan kehendak tanpa ada landasan legalitas kepada pengemudi ojek online, arogan kami menyebutnya akan kegiatan potongan wajib Tapera ini," pungkas dia.
Direktur Jenderal PHI & Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan dalam proses pengkajiannya Kemnaker akan melibatkan dan mendengar aspirasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Ini pun belum selesai, kami masih melakukan public hiring, pada saatnya akan kita pertemukan, kita harmonikan antara Permenaker perlindungan bagi pekerja ojol dan platform digital workers dengan penting atau urgent enggak mereka ini masuk dalam Tapera," kata Indah, Jumat (31/5).