Pebisnis Properti Asing Ungkap Perubahan Tren Pasar Rumah Tinggal

12 Februari 2019 16:51 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Crown Group Chairman yang juga Group CEO, Iwan Sunito.  Foto: Dok. Crown Group
zoom-in-whitePerbesar
Crown Group Chairman yang juga Group CEO, Iwan Sunito. Foto: Dok. Crown Group
ADVERTISEMENT
Seperti di Indonesia, industri properti di sejumlah negara juga mengalami kelesuan sepanjang 2018 lalu. Kelesuan ini juga dialami pebisnis properti di Sydney, Australia, sehingga mereka menyiapkan langkah antisipasi menghadapi tren pasar 2019.
ADVERTISEMENT
CEO Crown Group, Iwan Sunito, yang sudah berbisnis properti selama seperempat abad di Sydney mengungkapkan, kelesuan tahun lalu terjadi karena industri ini tumbuh terlalu tinggi dan terlalu cepat di tahun-tahun sebelumnya.
“Karena sebelumnya pertumbuhan properti terlalu cepat sekali. Sampai 3 atau 4 tahun sebelumnya itu double digit. 10 atau 15 persen growth per tahun. Too high, too fast growing-nya,” kata pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu di kantornya The Plaza Office Tower, Jakarta, Senin (11/2).
Menyikapi hal itu, jelas Iwan, pemerintah khususnya di Australia memperketat penerbitan izin konstruksi. Pada sisi lain, bank sentral juga memperketat penyaluran pembiayaan ke sektor properti, termasuk KPR ke konsumen.
Dia menjelaskan, dampak dari kebijakan tersebut, penerbitan izin konstruksi oleh pemerintah turun 25 persen. Sementara pengerjaan proyek konstruksi di Sydney turun hingga 40 persen. Tapi Iwan menilai, hal itu positif bagi bisnisnya karena menyebabkan supply unit hunian ke pasar berkurang.
ADVERTISEMENT
Apartemen Top Ryde, salah satu proyek properti milik Crown Group yang berada di atas mal di Sydney, Australia. Foto: Wendiyanto/kumparan
“Karena yang terjadi adalah mulai shrinking properti supply in the market. Untuk Crown Group juga berarti menurunkan tensi persaingan. Jadi dari sisi itu, ini sehat,” ujarnya.
Terkait tren pasar perumahan ke depan, Iwan memaparkan kebutuhan untuk tinggal di apartemen di dekat kota, akan semakin tumbuh di seluruh dunia. Terutama kalangan milenial, yang ingin waktu mereka digunakan secara efektif, sehingga menghindari waktu tempuh dari rumah ke kantor yang terlalu lama.
Pada sisi lain, konsumen yang sudah mapan, ada kebutuhan untuk men-down size tempat tinggal mereka. Dari yang asalnya rumah tapak besar di lahan luas, menjadi tempat tinggal yang lebih kompak.
Trotoar di area perkantoran Sudirman-Thamrin. Foto: Ainul Qalbi/kumparan
“Mereka yang anak-anaknya sudah keluar berumah tangga sendiri. Tinggal mereka. And changing lifestyle. Dulu itu, luxury is owning everything. Ya kan? Today, luxury is acces. Jadi sekarang kemewahan itu soal komunitas, soal kolam renang yang bisa dipakai bersama. Sharing community itu jadi tren yang berbeda,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, segmen pasar properti yang men-down size tempat tinggal mereka itu, bukan yang jual rumah mewah, lalu membeli yang lebih murah untuk supaya ada uang lebih. “Bukan seperti itu. Karena mereka kan masih aktif sekali, karena bisnis mereka masih bergerak.”
Jadi Iwan menyatakan, pasar hunian vertikal di dekat pusat kota masih terbuka lebar. Masih akan menjadi tren untuk orang tinggal di tengah-tengah kota. “Karena akses untuk convenience, lifestyle, hospital, job. Ini yang menurut kita positif,” pungkas Iwan.