Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pembatasan Barang Impor Terlalu Curigai Penumpang, Wisatawan Bisa Hengkang
20 Maret 2024 17:07 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudistira menilai regulasi pembatasan barang impor bawaan penumpang yang berlaku saat ini terlalu rumit dan ketat. Barang impor bawaan itu bisa berupa oleh-oleh dari luar negeri, ataupun jasa titip (jastip ).
ADVERTISEMENT
"Aturan soal jastip hati-hati bisa jadi blunder pariwisata karena aturannya terlalu rigid terlalu rumit dan seolah mencurigai semua penumpang padahal bisnis jastip bukan dimulai dari penumpang yang berangkat atau datang ke bandara," kata Bhima kepada kumparan, Rabu (20/3).
Regulasi pengawasan barang impor bawaan diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dalam PMK 203/2017, ada barang-barang bawaan yang wajib dilaporkan ke Pejabat Bea dan Cukai, salah satunya adalah barang yang akan dibawa kembali ke dalam Daerah Pabean, atau kembali ke wilayah Indonesia. Agar penumpang saat kembali ke Indonesia tidak dikenakan pajak, mereka wajib melapor ke pos Bea Cukai saat keberangkatan.
Sedangkan di Permendag 36/2023, pembatasan barang impor bawaan mengatur pembatasan beberapa kategori barang impor bawaan tertentu yang bisa masuk ke Indonesia dengan pembatasan jumlah yang diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
"Bukan kemudian semua penumpang dicurigai. Ini kan jadi rumit. Saya pikir Indonesia tidak akan menjadi tempat yang nyaman terutama bagi wisatawan, wisatawan asing juga, dan ini akan membuat Indonesia kehilangan daya tarik wisata," kata Bhima.
Adapun yang menjadi tujuan pemerintah dengan pembatasan barang impor bawaan ini adalah untuk membatasi peredaran barang impor dalam negeri, sehingga bisa menciptakan pasar kondusif bagi UMKM lokal. Menurut Bhima ada langkah yang lebih tepat bila urgensinya adalah kepada pembatasan peredaran barang impor.
"Kalau tujuannya untuk mengendalikan impor, harusnya impor yang lewat kargo yang diawasi. Impor yang lewat jalur perbatasan, pintu masuk ilegal, barang ilegal, itu yang harusnya diberantas, harusnya kemudian pengawasannya diperketat. Jadi salah kalau caranya atur jastip kayak gini. Ini cara blunder dan sebaiknya aturan aturan ini dicabut," pungkas Bhima.
ADVERTISEMENT
Berbeda, Ekonom dari Institute for Development for Economics and Finance (INDEF), Riza menilai, pembatasan barang impor bawaan ini tidak akan berdampak negatif pada sektor swasta. Hanya saja dia berpendapat sosialisasi regulasi ini harus lebih masif lagi disampaikan pemerintah ke masyarakat.
Seperti yang disebut APINDO, lanjutnya, impor jastip adalah produk yang digolongkan ilegal karena tidak masuk lewat jalur resmi. "Dan tidak dikenakan biaya pajak. Maka, dari situ, jika usaha jastip ini berizin, maka seharusnya tidak ada masalah. Karena mengimpor barang untuk dijual ada ketentuannya," pungkasnya.
Dampaknya bisa tidak baik, jika balik lagi tadi, sosialisasinya belum dilakukan dengan baik dan sampai kepada masyarakat.