Pemerintah Bisa Contoh Jepang yang Tekan Konsumsi Rokok hingga 52 Persen

30 Juli 2024 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok di Bantul, Yogyakarta, Selasa (19/12/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok di Bantul, Yogyakarta, Selasa (19/12/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia bisa mencontoh Jepang untuk mengurangi konsumsi rokok, namun penerimaan cukai tetap bisa tercapai. Jepang memanfaatkan produk tembakau alternatif, yaitu produk tembakau yang dipanaskan.
ADVERTISEMENT
Produk tersebut berhasil mengurangi konsumsi rokok, yang ditunjukkan melalui penurunan penjualan sebesar 52 persen. Hal ini dipaparkan dalam laporan bertajuk Cigarette sales halved: heated tobacco products and the Japanese experience, yang dipublikasikan oleh Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) pada Mei 2024.
Penjualan rokok di Jepang mencapai 182,34 miliar batang ketika produk tembakau alternatif tersedia pada 2015. Pada 2023, penjualan rokok menurun sebesar 52 persen menjadi hanya 88,1 miliar.
Hal itu terjadi karena kebijakan tarif cukai produk tembakau alternatif lebih rendah dibandingkan rokok. Selain itu, pemerintah Jepang juga tetap memperbolehkan penggunaan produk tembakau alternatif di ruangan khusus untuk aktivitas makan dan minum, seperti pada restoran.
Situasi di Jepang juga menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif tersedia secara luas dan boleh diperkenalkan kepada perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaan merokok karena lebih rendah risiko.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, berdasarkan survei The Global State of Smoking 2019, sebanyak 40 persen alasan tertinggi perokok dewasa di Jepang beralih ke produk tembakau alternatif adalah karena mereka khawatir dengan risiko kesehatan pada perokok pasif.
Sebanyak 36 persen responden yang mengatakan bahwa produk tembakau alternatif lebih rendah risiko daripada rokok, dan 35 persen lainnya berpendapat produk tersebut dapat digunakan di lokasi yang memiliki larangan merokok.
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), Paido Siahaan, mengatakan Pemerintah Indonesia dapat berkaca pada keberhasilan negara maju, seperti Jepang, dalam mendukung penuh kehadiran produk tembakau alternatif bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok. Dukungan yang diberikan pemerintah bisa melalui edukasi dan penyebaran informasi komprehensif tentang produk hasil inovasi ini kepada khalayak luas.
ADVERTISEMENT
"Potensi produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menekan prevalensi merokok di Indonesia. Pemerintah dapat memanfaatkan potensi produk tembakau alternatif dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan profil risiko produk tersebut, serta memberikan akses dan bertanggung jawab kepada perokok dewasa," jelas Paido dalam keterangannya, Selasa (30/7).
President & CEO Global Action to End Smoking (organisasi independen nirlaba yang berdedikasi mencegah risiko dari kebiasaan merokok), Clifford E. Douglas, menjelaskan seluruh pemangku kepentingan perlu mendengarkan dan memahami tantangan perokok dewasa, terutama bagaimana mereka dapat mengurangi risiko lantaran kesulitan berhenti merokok.
Selama ini, penyedia layanan kesehatan dan konsumen hanya memberikan pilihan terbatas bagi perokok dewasa seperti berhenti merokok secara langsung (cold turkey) atau menggunakan produk obat pengganti nikotin, antara lain permen karet nikotin dan koyo nikotin.
ADVERTISEMENT
“Tapi, ada banyak orang yang kesulitan beralih dari kebiasaan merokok dengan menggunakan obat-obatan," kata Clifford, yang disampaikan dalam konferensi Global Forum on Nicotine 2024 di Warsawa, Polandia.
Clifford melanjutkan, pemerintah dan organisasi kesehatan seharusnya tidak membatasi dan memaksakan pilihan kepada perokok dewasa dalam upaya menurunkan prevalensi merokok. Kerap kali, upaya tersebut tidak efektif.
"Mewajibkan perokok untuk berhenti total adalah tindakan yang tidak manusiawi dan tidak bisa diterima," lanjutnya, menyinggung bahwa banyak perokok yang sulit berhenti namun tidak diberikan solusi alternatif.