Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemerintah Hitung Ekspor Listrik Bisa Sumbang Devisa Nyaris Rp 100 T
5 Desember 2024 19:07 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pemerintah memproyeksi ekspor listrik hijau dan pengembangan rantai pasok panel surya dapat berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia, termasuk dari kontribusinya kepada devisa Indonesia mencapai hampir Rp 100 triliun.
ADVERTISEMENT
Deputi 2 Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, mengatakan potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia mencapai 3.200 gigawatt (GW).
Berkat potensi tersebut, Rachmat menyebutkan Indonesia bisa secara bertahap mengalihkan sumber energinya dari fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). Hal ini juga perlu didukung dengan pengembangan industri di dalam negeri.
"Kalau hampir mayoritas dari renewable kita itu solar, berarti Indonesia harus punya solar value chain di negara ini, karena jangan sampai nanti fosil kita habis, kita mesti tetap impor, tapi impornya solar panel. Kita tidak mau, kita harus punya," jelasnya saat Indonesia Energy Transition Outlook 2025, Kamis (5/12).
Selain dari sisi pasokan, lanjut dia, pemerintah juga perlu memperhatikan potensi permintaan, salah satunya melalui ekspor listrik. Sejauh ini, negara yang sudah meneken nota kesepahaman ekspor listrik berbasis surya dengan Indonesia adalah Singapura sebesar 3,4 GW.
ADVERTISEMENT
"Tapi syaratnya beberapa, salah duanya adalah solar panel sama baterainya harus dibuat di Indonesia, karena kita mau membangun supply chain," lanjut Rachmat.
Berdasarkan catatannya, investasi proyek pembangkit listrik surya bisa mencapai USD 30-50 miliar, sementara proyeksi investasi manufaktur panel surya sebesar USD 1,7 miliar, dan investasi manufaktur Battery Energy Storage System (BESS) bisa menembus USD 1 miliar.
Investasi yang tercipta dari ekspor listrik ini, kata Rachmat, setidaknya bisa menyumbang devisa kepada kas negara sebesar USD 4-6 miliar atau setara Rp 63-95 triliun.
"Tentu saja bisa dapat investasi puluhan billion, dapat devisa devisa negaranya hitungan kita antara USD 4 to 6 billion," ungkap Rachmat.
Sementara itu, pengembangan industri panel surya diprediksi bisa menciptakan potensi pasar PLTS sebesar USD 3 miliar dengan produksi 16,4 GWp/tahun. Kemudian, potensi pasar BESS sebesar USD 5-6 miliar dengan produksi 31,4 GWh/tahun.
Rachmat menilai, pengembangan industri panel surya di Indonesia ini bisa menyaingi China, yang saat ini menguasai pasar panel surya dunia. Indonesia, kata dia, juga bisa diuntungkan dari ketegangan perang dagang antara China dan AS.
ADVERTISEMENT
"Kita punya industri yang bisa jadi viable alternative to China. Bisa jadi sumber ini juga ekspor karena banyak beberapa negara mungkin tidak ingin hanya beli dari China, dia ingin beli dari negara lain yang lebih netral. Kita bisa jadi negara tersebut," ujarnya.
Dalam catatannya, kapasitas PLTS yang akan dibangun di Indonesia hingga 2035 sebesar 3,4 GWac, terdiri dari 18,7 GWp panel surya dan 35,7 GWh baterai. Total kapasitas tersebut, kata Rachmat, setara dengan 100 kali lipat PLTS Terapung Cirata yang merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara.
"Kalau sekitar 20 GWp itu 100 kalinya Cirata. Jadi kalau misalnya kita mau latihan bikin power plant, bisa latihan pakai risiko orang, orang yang bayarin kita latihan. Nanti kalau sudah jago bisa kita pakai sendiri nanti ilmu-ilmunya," pungkas Rachmat.
ADVERTISEMENT