Pengendus Andal Bea Cukai, Berantas Sindikat Narkoba di Darat & Laut

10 September 2024 15:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Instruktur anjing pelacak Unit K-9. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Instruktur anjing pelacak Unit K-9. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia terus menghadapi tantangan besar dalam memerangi peredaran narkoba, terutama di perairan luas. Dengan ribuan kilometer garis pantai dan banyaknya jalur perdagangan laut, tak jarang sindikat narkoba memanfaatkan celah ini untuk menyelundupkan barang haram.
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), sebagai garda terdepan dalam pengawasan perbatasan, tak tinggal diam. Salah satu senjata ampuh mereka dalam perang melawan narkoba adalah Unit Anjing Pelacak K-9 yang kini dilengkapi dengan program inovatif Sea Patrol Dog.
Peran Penting Anjing Pelacak K9 dalam Pengawasan Narkotika
Bea Cukai telah mengandalkan anjing pelacak K-9 sejak lama untuk mengidentifikasi dan mencegah penyelundupan narkoba.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan saat ini terdapat 65 anjing K-9 operasional di seluruh Indonesia. Sementara 20 ekor lainnya yang berstatus non operasional masih berada di kantor pusat. Jumlah ini didukung oleh 87 dog handler/pawang anjing yang telah terlatih dan berpengalaman.
“Kami mendatangkan anjing K-9 dari Australia dan Belanda, dengan harga rata-rata Rp 200 juta per ekor,” kata Nirwala kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Sea Patrol Dog: Melacak Narkoba di Tengah Laut
Kepala Seksi Manajemen Fasilitas Anjing Pelacak, Arif Sulistiyono, mengatakan Bea Cukai telah terbiasa menggunakan anjing pelacak K-9 untuk memeriksa kapal yang bersandar di dermaga. Tantangan baru muncul, ketika mereka harus mengidentifikasi kapal target yang masih berada di tengah lautan.
Dalam kondisi ini, membawa kapal target ke dermaga untuk dilakukan pemeriksaan memerlukan waktu yang lama dan berpotensi memberikan kesempatan kepada pelaku penyelundupan untuk menghilangkan barang bukti.
“Itu menjadi tantangan buat kita, makanya kami melakukan penelitian dan pengembangan (Litbang) mengenai apakah anjing ini bisa hidup di kapal patroli kita untuk melakukan patroli bersama. Sehingga kapal target tidak perlu dibawa ke dermaga namun bisa di intercept atau dilakukan pelacakan di tengah laut,” kata Arif kepada kumparan di Kantor Unit K9 Bea Cukai, Rawamangun, Senin (10/9).
Kepala Seksi Manajemen Fasilitas Anjing Pelacak, Arif Sulistiyono. Foto: kumparan/Ave Airiza
Setelah melakukan penelitian dan pengembangan, Bea Cukai menciptakan program baru bernama Sea Patrol Dog. Program ini memungkinkan anjing pelacak untuk hidup dan bekerja di atas kapal patroli.
ADVERTISEMENT
“Tahun lalu, penelitian kami selesai dan tahun 2024 ini kami sudah mulai menerjunkan anjing pelacak dalam patroli laut. Dua ekor sudah ditempatkan di Batam dan Tanjung Balai Karimun,” kata Arif.
Inovasi Sea Patrol Dog membuka peluang baru bagi Bea Cukai dalam mendeteksi dan mengamankan narkoba di tengah lautan tanpa harus menunggu kapal bersandar. Anjing pelacak kini bisa bekerja langsung di atas kapal patroli, mengurangi risiko hilangnya barang bukti.
Joany Berhasil Temukan Narkotika di Lambung Kapal
Pada Juli 2024, Bea Cukai berhasil mendeteksi keberadaan narkotika berjenis methamphetamine atau sabu-sabu yang disamarkan dalam 106 bungkus teh Tiongkok di dalam area tangki bahan bakar minyak (BBM) di sebuah kapal target dengan bantuan anjing K-9 bernama Joany.
ADVERTISEMENT
Anjing K-9 ras jagdterrier ini didatangkan langsung dari Belanda ke Indonesia. Anjing jenis ini memang dipercaya memiliki kemampuan eksplorasi dan berburu yang tinggi.
Anjing pengendus Joany yang berhasil mengungkap sabu-sabu 106 bungkus teh Tiongkok. Foto: Dok. Bea Cukai
Instruktur Anjing Pelacak K9, Fakhrul, menjelaskan bahwa pelatihan anjing untuk tugas seperti ini sangat kompleks. Anjing tidak hanya diajari untuk mengenali bau narkotika, tetapi juga harus dilatih agar mampu hidup di atas kapal selama berminggu-minggu, termasuk makan, minum, tidur, dan buang air di lingkungan kapal.
“Proses latihannya sendiri itu selama kurang lebih 9 sampai 10 bulan. Itu memang enggak hanya kita ajarin pelacak enggak, tapi kita ajarin dia untuk bisa living, makan, minum, tidur, kemudian urinasi defekasi di atas kapal,” kata Fakhrul kepada kumparan di Kantor Unit K9 Bea Cukai, Rawamangun, Senin (10/9).
ADVERTISEMENT
Fakhrul menjelaskan, proses pelatihan ini tidak hanya fokus pada anjing saja, tetapi juga pada kolaborasi dengan dog handler-nya.
Fakhrul menekankan bahwa setiap dog handler harus memiliki passion terhadap anjing, karena pekerjaan ini bukan sekadar tugas biasa. Dia membeberkan, akan ada tes tambahan untuk calon pawang anjing K-9.
"Kalau tidak passion nanti akan asal-asalan dia me-lead K9. Kalau asal-asalan K-9 jadi jelek, enggak bisa bekerja. Udah dibeli mahal, dilatihnya susah sama orang yang enggak tepat. Kita memberikan seleksi tambahan untuk calon handler,” tutur Fakhrul.
Tantangan dan Keberhasilan di Lapangan
Operasi Sea Patrol Dog tidak selalu mudah. Faktor cuaca, gelombang laut, serta kondisi kapal target sering kali menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, Fakhrul menjelaskan bahwa ada masa-masa di mana anjing mengalami stres, terutama ketika harus hidup di kapal dalam jangka waktu lama.
ADVERTISEMENT
“Sama seperti manusia, anjing juga bisa stres. Apalagi jika mereka sedang dalam siklus reproduksi atau berada di lingkungan yang sangat berbeda dengan habitat biasanya,” beber dia.
Untuk mengatasi segala tantangan tersebut, Fakhrul mengatakan anjing K-9 akan diperiksa kesehatannya oleh dokter hewan. Anjing tersebut juga akan dibekali dengan makanan serta peralatan kesehatan yang memadai.
Bea Cukai juga telah menyediakan kendaraan khusus yang dilengkapi dengan pendingin untuk memastikan anjing tetap nyaman selama perjalanan menuju kapal patroli.
Masa Depan Program Sea Patrol Dog
Keberhasilan Joany dan anjing pelacak lainnya dalam operasi laut menjadi bukti bahwa program Sea Patrol Dog memiliki potensi besar untuk memperketat pengawasan perairan Indonesia. Dengan sejarah panjang perairan Indonesia sebagai jalur utama perdagangan, inovasi ini bisa menjadi alat efektif dalam memerangi penyelundupan narkoba lintas negara.
ADVERTISEMENT
Arif Sulistiyono mengungkapkan, Bea Cukai berencana untuk terus mengembangkan program ini dan menambah jumlah anjing pelacak yang ditempatkan di berbagai titik strategis di perairan Indonesia.
“Kami akan terus bekerja sama dengan instansi terkait, melakukan analisa target, dan menyesuaikan kemampuan anjing dengan kondisi di lapangan,” ungkap Arif.
Anjing pelacak (K9) Bea Cukai. Foto: Dok Bea Cukai Bali dan Nusa Tenggara
Dengan jumlah anjing pelacak yang masih terbatas, Bea Cukai harus selektif dalam menempatkan unit K-9 mereka. Fokus utama saat ini adalah Batam dan Bali, dua lokasi yang memiliki sejarah panjang sebagai jalur penyelundupan narkotika.
Ke depan, program Sea Patrol Dog ini diharapkan dapat berkembang lebih luas untuk melindungi perairan Indonesia dari ancaman narkoba dan kejahatan lainnya.
Keberhasilan Bea Cukai dalam memerangi narkoba tidak lepas dari kolaborasi berbagai pihak. Selain Unit Anjing Pelacak K-9, ada juga Subdit Targeting dan Analisa serta Subdit Operasi Pengembangan Jaringan yang berperan dalam memberikan informasi target. Kolaborasi inilah yang menjadi kunci utama keberhasilan operasi seperti yang dilakukan oleh Joany di laut lepas bulan lalu.
ADVERTISEMENT
Pelatihan Anjing Pelacak Bea Cukai jadi Regional Dog Training Center
Pada 24 Juni 2023, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani dan Sekretaris Jenderal WCO menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) on the Establishment of World Customs Organization (WCO) Regional Dog Training Center (RDTC) in Indonesia.
Direktur Interdiksi Narkotika Bea Cukai, Syarif Hidayat mengatakan, pusat pelatihan anjing pelacak Bea Cukai telah resmi ditetapkan menjadi RDTC di kawasan Asia Pasifik sekaligus menjadi yang pertama di ASEAN.
“RDTC sendiri merupakan salah satu entitas regional WCO yang ditujukan untuk menyediakan dukungan pengembangan kapasitas anjing pelacak dan personel yang terkait dengan anjing pelacak di tiap-tiap kawasan WCO,” kata Syarif Hidayat dalam keterangan resminya.
Syarif menjelaskan, status RDTC Indonesia sebagai pusat pelatihan tingkat regional menunjukkan bahwa kemampuan dan leadership Indonesia diakui oleh WCO.
ADVERTISEMENT
“Sehingga Bea Cukai semakin dekat dalam mewujudkan visi menjadi institusi kepabeanan terkemuka di dunia,” tegasnya.