Populer: Luhut Kritik OTT KPK; Proyeksi Rupiah Jika Trump Menang

23 Juli 2024 5:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: Kemenko Marves
zoom-in-whitePerbesar
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: Kemenko Marves
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali mengkritisi Operasi Tangkap Tangan (OTT), kabar ini menjadi berita populer di kumparanBisnis pada hari Senin (23/7).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kabar lainnya yang ramai dibaca publik yaitu mundurnya Joe Biden dari bursa Calon Presiden AS akan berdampak pada perekonomian dan ketidakpastian global, termasuk pergerakan nilai tukar rupiah. Berikut rangkumannya:

Luhut Kritik OTT KPK

Luhut menilai OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kurang etis. Ia mengungkapkan kekesalannya mengenai operasi tipu daya untuk menangkap seseorang yang akan melakukan korupsi itu di depan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Keduanya bertemu dalam acara peluncuran Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (SIMBARA) untuk komoditas nikel dan timah di Gedung Aula Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (22/7).
"Jadi sistem ini akan mendisiplinkan bangsa ini dan itu saya kira KPK tugasnya makin kurang. Ada KPK marah, saya bilang OTT kampungan. Kenapa kampungan? Karena kita sendiri buat kampungan. Kita harus membangun sistem sehingga tidak perlu terjadi lagi itu [OTT]," ujar Luhut.
ADVERTISEMENT
Menurut Luhut, pemberantasan korupsi seharusnya mengandalkan digitalisasi melalui Government Technology (GovTech). Menurutnya, penindakan digital akan memperbaiki salah satu fungsi penting KPK yaitu pencegahan.

Proyeksi Rupiah Jika Trump Menang

Capres Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump menghadiri hari pertama Konvensi Nasional Partai Republik 2024 di Fiserv Forum, Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat, Senin (15/7/2024). Foto: KAMIL KRZACZYNSKI / AFP
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan saat 2016 dolar AS naik karena saat itu publik AS tidak mengira Trump menang lantaran hasil polling selalu menunjukkan dia kalah dibandingkan pesaingnya, Hillary Clinton.
Ternyata, Trump menang dan bikin geger dunia, sehingga dolar makin perkasa menekan banyak mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Banyak yang spekulasi potensi kemenangan Trump bisa mengulang yang terjadi di periode sebelumnya. Tapi (sekarang) sebagian orang enggak yakin akan seperti itu (lantaran sudah melihat Trump lebih unggul dari Biden)," ujar Ramdan dalam Editors Briefing di Sumba, NTT, Senin (22/7).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Biden mengumumkan mundur dan mendukung Kamala Harris yang kini Wapres AS agar maju sebagai Capres AS, rupiah terpantau bergejolak.
Pelemahan rupiah yang terjadi usai pengumuman Biden dianggap sebagai hal wajar sebagai sentimen reaktif. Akan tetapi, Denny meyakini kebijakan pasar uang global ke depan akan lebih dipengaruhi aksi Bank Sentral AS, Fed, terhadap suku bunga acuan.