Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Populer: Soal Kementerian Penerimaan Negara; Prabowo Warisi Utang Rp 8.650 T
3 Desember 2024 5:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Berita mengenai akan dibentuknya Kementerian Penerimaan Negara menjadi salah satu berita populer sepanjang Senin (2/12).
ADVERTISEMENT
Selain itu, jumlah utang pemerintah sebesar Rp 8.560,36 triliun per akhir Oktober 2024 juga menjadi berita yang banyak dibaca di kumparanBISNIS. Simak selengkapnya.
Soal Kementerian Penerimaan Negara
Rencana pembentukan Kementerian Penerimaan Negara disebut ditujukan agar sistem perpajakan dan cukai semakin baik.
"Ini untuk menangani pajak, menangani cukai, dan menangani revenue atau atau penerimaan negara berupa royalti dari pertambangan dan lain-lain," ungkap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
Ia juga bilang calon menteri kementerian tersebut adalah Anggito Abimanyu yang saat ini merupakan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu). Dalam catatan kumparan, Anggito tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) periode 2017-2022. Selain itu, Ia juga tercatat sebagai Komisaris BRI Syariah pada 2015-2017, Chief Economist BRI 2014-2017.
Jabatan lainnya adalah Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 2012-2014 serta Direktur P2EB (Penelitian dan Pelatihan Ekonomi dan Bisnis), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada 2010-2012.
ADVERTISEMENT
"Saya kira beliau sebagai wakil menteri untuk sementara beliau diangkat jadi menteri menteri penerimaan negara," kata Hashim.
Nantinya Anggito memiliki tugas untuk membuat program terkait perpajakan dan cukai. Salah satu masalah yang nantinya akan menjadi tanggung jawab Anggito yaitu masalah kebocoran penerimaan pajak yang selama ini belum maksimal.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan tidak ada pembahasan mengenai pembentukan Badan Penerimaan Negara.
Keberadaan Badan Penerimaan Negara ini sebelumnya disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
"Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan badan penerimaan negara," jelas Hasan di Istana Negara pada Senin (2/12).
Hasan juga menyebut Kementerian Keuangan juga masih berjalan seperti biasa. "Jadi Kementerian Keuangan masih bekerja seperti biasa, satu menteri dengan tiga wakil menteri masih bekerja seperti biasa," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Prabowo Warisi Utang RI Rp 8.650 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap total utang pemerintah per akhir Oktober 2024 mencapai Rp 8.650 triliun, mengalami kenaikan Rp 87 triliun atau 1,02 persen dibanding posisi per akhir September 2024 sebesar Rp 8.473,90 triliun.
Walau demikian rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada di level aman yakni 38,66 persen. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas aman PDB adalah 60 persen.
Dari utang tersebut, rata-rata jatuh tempo utang pemerintah, atau average time maturity (ATM), tercatat cukup aman di angka 8,02 tahun. Selain itu 80,2 persen dari total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate), sementara 72,1 persen utang berdenominasi dalam rupiah, sehingga risiko tingkat bunga dan nilai tukar dinilai terkendali.
ADVERTISEMENT
“Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal,” ungkap Sri Mulyani dalam buku APBN KiTa.
Sedangkan dari sisi instrumen, mayoritas utang pemerintah berbentuk Surat Berharga Negara (SBN), yang mencapai 88,21 persen dari total utang. Dalam hal ini kepemilikan SBN investor domestik ada di angka 85,02 persen, sementara kepemilikan asing hanya 14,98 persen.
Selain itu, pemerintah terus mengembangkan pasar SBN domestik agar semakin dalam, aktif, dan likuid. Strategi ini mencakup pengembangan SBN berbasis lingkungan seperti Green Sukuk serta SBN bertema SDGs seperti SDG Bond dan Blue Bond.
ADVERTISEMENT
“Pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan,” jelas Sri Mulyani.