Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pandemi COVID-19 tak hanya menyebabkan krisis kesehatan global, namun juga membuat banyak sektor terpuruk, tak terkecuali pertanian . Turunnya daya beli masyarakat krisis ekonomi ditambah terbatasnya aktivitas turut membuat petani kesulitan mengakses pasar. Dampaknya, defisit bahan pokok dan krisis pangan pun mulai membayangi.
Berdasarkan laporan FAO, dikhawatirkan terjadi penambahan 83 hingga 132 juta jiwa orang di seluruh dunia yang kelaparan akibat dari resesi ekonomi, dan akan terus bertambah bila pandemi tidak segera berakhir. Demi menghadapi krisis pangan yang kian mengancam, pemerintah pun telah menyiapkan pusat lumbung nasional serta infrastruktur pertanian di beberapa daerah, salah satunya di Kalimantan Tengah.
“Dari data yang ada, 30-50 negara dalam kondisi krisis pangan dan gizi. Maka negara-negara penghasil pangan seperti Amerika, Thailand, mempertahankan kebutuhannya sendiri. Kita tentunya juga harus mempersiapkan karena krisis juga mungkin saja terjadi kepada kita (Indonesia) dan Presiden jauh-jauh hari sudah menyampaikan untuk mengantisipasinya,” ungkap Kepala Sekretariat Kepresidenan, Heru Budi Hartono dalam webinar digital farming kumparan bersama BNI pada Senin, (28/9).
Bukan hanya sebagai antisipasi menghadapi krisis pangan, tapi juga langkah untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup saat ini sehingga harga pangan pun bisa tetap stabil. Untuk itulah jenis tanaman pun dipilih yang punya masa tanam cepat seperti singkong, jagung, dan jenis umbi-umbian lainnya.
Namun selain menambah infrastruktur, Heru mengatakan bahwa digitalisasi pertanian atau digital farming juga bisa menjadi salah satu upaya menjaga ketahanan pangan tak hanya saat pandemi, namun juga di masa yang akan datang. Memanfaatkan teknologi terkini, digital farming memiliki banyak dampak baik bagi para petani, perorangan, maupun masyarakat umum lainnya. Di antaranya mempercepat produksi, meningkatkan kualitas produk, hingga menambah lapangan pekerjaan.
Menurut Senior Member Tananegri Project, Hendyanto, digitalisasi pertanian memang belum familier bagi masyarakat Indonesia sehingga pemanfaatannya pun belum dimaksimalkan. Ditambah lagi saat ini hampir 65 persen petani di Indonesia sudah berusia senja.
Ini yang menjadi motivasi bagi Tananegri Project agar bisa memaksimalkan potensi di sektor pertanian menggunakan teknologi. Dalam penjelasannya, digital farming tak hanya bisa dimanfaatkan di pedesaan dengan lahan pertanian yang luas, namun juga menjadi solusi meningkatkan sektor pertanian perkotaan.
“Dengan sistem digital farming, kita bisa mendapat keakuratan, sistem, dan prediksi, sehingga hasilnya pun akan lebih besar lagi. Rencana Tananegri ini tidak hanya di Jakarta, namun juga di dalam kota. Kita bikin dengan sistem yang ada, di dalamnya bisa berfungsi sebagai lahan hidroponik, jadi activity play, ruang publik, sehingga market-nya juga ada. Jadi kita bisa bertani dalam era digital di dalam kota,” ujar Hendyanto.
Konsultan teknologi kecerdasan buatan dari GRID.Inc Japan, Nazim Machresa, juga mengatakan bahwa saat ini teknologi merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam meningkatkan potensi pertanian di Indonesia. Implementasi AI atau artificial intelligence juga akan memperkecil risiko kegagalan dengan cara memasukkan data yang terkait pertanian yang kemudian akan dipelajari lagi oleh AI tersebut.
“AI itu identiknya dengan robot dengan kecerdasan untuk menggantikan manusia, padahal yang disebut AI adalah sistem yang diprogram dengan mereplikasi cara cara logika manusia untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Implementasinya di sektor pertanian, ada sub dari AI yang namanya machine learning di mana programmer membuat algoritma yang bisa memprediksi variabel yang fluktuatif. Misalnya terjadi perubahan cuaca, serangan hama, hal-hal ini akan diminimalisir dengan prediksi AI tersebut,” jelas Nazim Machresa dalam acara yang sama.
Potensi besar sektor pertanian di era digital inilah yang membuat BNI meluncurkan program-program pendampingan khusus bagi para petani, terutama generasi petani muda. Apalagi ada juga kekhawatiran akan regenerasi petani yang terus menurun dari tahun ke tahun.
“Bagaimana kita membangkitkan petani muda kita untuk melaksanakan kegiatan bertani secara digital. BNI sudah lama mengimplementasikan beberapa program dan aplikasi untuk kebutuhan petani, seperti BNI MOVE, mobile banking. BNI juga sudah mengimplementasikan Smart Farming 4.0 sejak tahun 2019 yang lalu dengan monitoring pertanian secara online, optimal, dan easy to use untuk meningkatkan petani milenial,” kata Direktur Hubungan Kelembagaan BNI, Sis Apik Wijayanto.
Smart Farming dari BNI juga memiliki beberapa fitur yang mempermudah petani mengelola lahan pertaniannya, di antaranya memperkirakan cuaca, suhu, kelembaban udara, hingga kadar pH air secara real time. Cara ini diharapkan akan membantu para petani dalam meningkatkan meningkatkan produktivitasnya.
Bagi para petani yang ingin mengoptimalkan bisnis pertaniannya juga dapat mengajukan kredit usaha rakyat (KUR), dengan syarat usahanya sudah berjalan selama 6 bulan. Dengan bunga ringan 6%, petani milenial dapat langsung mengajukannya di kantor-kantor cabang BNI terdekat.
Ingin tahu lebih lengkap mengenai digital farming? Nah, kamu bisa menyaksikannya kembali di webinar kumparan bersama BNI “Bertani di Era Digital” di bawah ini:
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan BNI