Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pengusaha Pertashop mengeluhkan omzet penjualannya menurun karena disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite. Harga Pertamax terus berfluktuatif, berbeda dengan Pertalite yang belum berubah sejak September 2022, seharga Rp 10 ribu per liter.
Sekretaris Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, Gunadi Broto Sudarmo, menyebut disparitas harga ini dimanfaatkan oleh kelompok pengecer dan Pertamini ilegal yang menjual BBM subsidi. Padahal, BBM subsidi hanya bisa didistribusikan oleh badan usaha yang mendapatkan izin pemerintah.
Gunadi menjelaskan, dengan penjualan BBM subsidi yang lebih murah dan laku di pasaran, Pertamini mendapatkan untung jauh lebih besar dari Pertashop. Dia menyebutkan rata-rata keuntungan atau margin pengecer ilegal mencapai Rp 2.000-2.500 per liter, sementara margin Pertashop sudah ditentukan Rp 850 per liter.
ADVERTISEMENT
"Pengecer tidak punya kewajiban seperti Pertashop lembaga penyalur legal, sementara Pertashop marginnya cuma Rp 850 per liter. Dapat untungnya lebih kecil tapi semua kewajiban resmi seperti pajak dan pungutan legal lainnya tetap menjadi kewajiban kami," tuturnya saat audiensi dengan Komisi VII DPR, Senin (10/7).
Disparitas harga menyebabkan penjualan Pertashop semakin tergerus. Menurutnya, pada rentang Januari-Maret 2022, rata-rata penjualan Pertashop 34 ribu liter per bulan dengan harga Pertamax Rp 9 ribu per liter. Namun pada Mei 2023, dengan harga Pertamax Rp 13.000 per liter, rata-rata penjualan hanya 14 ribu liter per bulan.
"Omzet kami menurun drastis hingga 90 persen. Usaha Pertashop tidak memperoleh keuntungan, justru merugi. Dari 448 Pertashop, ada 201 yang rugi. Pertashop tutup merasa terancam untuk disita asetnya karena tidak sanggup untuk angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan," ungkap Gunadi.
ADVERTISEMENT
Pertashop Minta Jual Pertalite dan LPG Subsidi
Ketua Bidang Hukum Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, I Nyoman Adi Feri, mengakui pengusaha sudah tidak sanggup jika Pertashop tetap menjual Pertamax dengan fluktuasi harga dan margin kecil, sementara masih harus bersaing dengan pengecer yang menjual Pertalite.
Untuk bisa keluar dari jeratan kebangkrutan, dia pun mengusulkan Pertashop dapat menjual Pertalite, namun harganya mengikuti BBM nonsubsidi kadar oktan (RON) 90 setara Pertalite, seperti produk SPBU Vivo Revvo 90.
Saat ini, Revvo 90 dibanderol Rp 11.200 per liter. Menurut Nyoman, jika Pertashop bisa menjual Pertalite meski marginnya tidak besar, para pengecer ilegal dan Pertamini dapat mati secara perlahan-lahan.
"Kalau kita jual Pertalite nonsubsidi dengan harga Vivo Rp 11.200 atau kita tambah Rp 200 menjadi Rp 11.400, saya yakin pengecer ilegal Pertamini kalah dengan kita, karena kita jual di masyarakat Rp 11.400 dengan margin tetap Rp 800," jelas Nyoman.
ADVERTISEMENT
Selain Pertalite, pengusaha Pertashop juga meminta bisa menjual LPG subsidi 3 kilogram. Gunadi mengatakan permintaan ini bertujuan untuk menambah pendapatan Pertashop.
"Sebagai permohonan tambahan agar kita bisa sedikit menghela napas sebagai tambahan income di Pertashop, kami harapkan tunjuk kami sebagai pangkalan LPG 3 kilogram," kata Gunadi.
Pertashop Minta Pembeli Pertalite Segera Dibatasi
Para pengusaha Pertashop meminta pemerintah segera membatasi pembeli Pertalite melalui penerbitan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 untuk menekan pengecer ilegal dan Pertamini.
"Dengan disparitas ini, permohonan kami untuk evaluasi mengenai dan monitoring penyaluran Pertalite di pengecer. Tolong Bapak, Ibu, kami ingin segera sahkan revisi Perpres No 191 tahun 2014," ujar Gunadi.
Gunadi menambahkan, para pengecer ilegal masih bebas menjual-belikan Pertalite karena belum ada regulasi tegas membatasi kriteria pembeli. Di sisi lain, Pertalite masih menjadi pilihan utama masyarakat karena harganya lebih murah.
ADVERTISEMENT
"Masih banyak yang sebenarnya tidak menggunakan Pertalite seperti pelat merah, BUMN, BUMD, TNI/Polri ternyata masih ditemukan menggunakan BBM jenis Pertalite," sambungnya.