Said Didu Singgung Pajak Orang Kaya Dibebaskan, Stafsus Sri Mulyani Buka Suara

22 September 2021 10:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Praktisi Kebijakan Publik, Said Didu. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Praktisi Kebijakan Publik, Said Didu. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
ADVERTISEMENT
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, kembali menyinggung soal pajak. Kali ini, ia menyebut bahwa pemerintah akan membebaskan pajak orang kaya dan akan memungut pajak orang miskin lewat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahan pokok atau PPN sembako.
ADVERTISEMENT
Hal itu pun langsung direspons Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo dalam akun Twitternya. kumparan telah mendapat izin untuk mengutip cuitan Yustinus.
"Wow Pak @msaid_didu masih saja gemar memelintir. Bagaimana ceritanya pajak orang kaya dibebaskan saat usulan RUU KUP akan dinaikan jadi 35 persen? PPN sembako sudah ditegaskan Menkeu: Kebutuhan rakyat banyak akan disubsidi," tulis Yustinus dalam cuitannya di Twitter, Rabu (22/9).
Hal itu langsung dibalas oleh Said Didu. Menurut dia, pihaknya membahas soal PPN, yakni pembebasan PPnBM mobil dan rencana PPN sembako. Sementara yang ditulis Yustinus tersebut adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang rencananya akan dinaikan menjadi 35 persen.
"Sepertinya justru mas @prastow yang coba memelintir. Yang saya bahas PPN (PPnBM mobil vs rencana PPN sembako) eh dijawab pajak penghasilan (Pph) orang kaya yang akan dinaikkan jadi 35 persen. Mas Pras kan ahli pajak-bedalah antara PPN dan PPh ," tulis Said Didu.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Yustinus kembali mematahkan pernyataan Said Didu. Menurutnya, pernyataan Said Didu itu juga keliru, lantaran membahas suatu kebijakan dengan rencana kebijakan yang masih dibahas.
"Nah, Pak @msaid_didu, saya tunjukkan lagi satu kekeliruan Anda: membandingkan kebijakan vs rencana kebijakan. PPnBM mobil ini sebagian besar untuk < 1500 cc hanya sampai Desember 2021. PPN Sembako? RUU-nya saja baru dibahas dan substansi tak seperti yang Anda pikirkan," tulis Yustinus.
Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Hingga saat ini, pemerintah dan DPR RI memang masih membahas RUU KUP, termasuk rencana menaikkan PPN menjadi 12 persen dan menghapus sejumlah komoditas barang dan jasa yang selama ini bebas PPN.
Berdasarkan bahan Ditjen Pajak yang diterima kumparan, pemerintah memiliki empat skema dalam penerapan PPN. Untuk skema pertama, yakni tarif PPN umum sebesar 12 persen.
ADVERTISEMENT
Skema kedua adalah tarif terendah 5-7 persen untuk barang atau jasa yang dikonsumsi untuk masyarakat banyak. Untuk barang kebutuhan pangan dasar rumah tangga yang merupakan konsumsi paling besar masyarakat, dijaga agar harganya terjangkau, sehingga dikenai tarif 5 persen. Sedangkan untuk jasa tertentu (misalnya pendidikan dan angkutan umum) dikenai tarif 7 persen untuk menjaga jasa agar tetap berkualitas dan terjangkau.
Skema ketiga, tarif tertinggi 15-25 persen untuk barang mewah atau sangat mewah, contohnya rumah, apartemen mewah, pesawat terbang, yacht, serta barang mewah lainnya seperti tas, arloji, dan berlian.
Skema keempat, tarif PPN Final 1 persen untuk pengusaha atau kegiatan tertentu.
Untuk PPh, nantinya hanya wajib pajak individu dengan penghasilan Rp 5 miliar ke atas yang akan dikenakan tarif 35 persen.
ADVERTISEMENT
Adapun diskon PPnBM 100 persen saat ini memang diperpanjang oleh pemerintah hingga Desember 2021. Insentif yang diperpanjang ini meliputi PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) 100 persen untuk segmen kendaraan bermotor penumpang dengan kapasitas mesin sampai dengan 1.500 cc.
Selanjutnya, PPnBM DTP 50 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4x2 dengan kapasitas mesin >1.500 cc s.d. 2.500 cc, serta PPnBM DTP 25 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4x4 dengan kapasitas mesin >1.500 cc s.d. 2.500 cc.