Sari Roti Pernah Diboikot Seperti Bukalapak, Gimana Dampaknya?

15 Februari 2019 10:43 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
sari Roti Foto: Twitter/@sarirotijogja
zoom-in-whitePerbesar
sari Roti Foto: Twitter/@sarirotijogja
ADVERTISEMENT
Bukalapak diserbu gerakan boikot dengan meng-uninstall aplikasi tersebut. Kasus serupa tapi tak sama, pernah dialami produk Sari Roti.
ADVERTISEMENT
#UninstallBukalapak jadi trending setelah Sang CEO sekaligus pendiri Bukalapak, Achmad Zaky men-tweet pesan yang isinya membandingkan dana riset dan pengembangan (R&D) di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Zaky menilai dana R&D di Indonesia sangat kecil. Di ujung cuitan itu, Zaky menulis "Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin." Hal ini kemudian memancing reaksi keras dari warga net pendukung pasangan calon presiden.
Warga net membuat tagar #UninstallBukalapak. Sebelum peristiwa Bukalapak, dua perusahaan di tanah air, yakni Sari Roti dan Traveloka, juga bernasib serupa. Traveloka diboikot karena salah satu pendiri sekaligus CTO Traveloka, Derianto Kusuma, disebut-sebut menyalami dan memberikan ucapan selamat kepada Ananda Sukarlan.
Hal itu setelah Ananda melakukan aksi walk out pada pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam acara peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius pada Sabtu (11 November 2017), di Hall D JIExpo Kemayoran.
Achmad Zaky, CEO dan pendiri Bukalapak. Foto: Bukalapak
ADVERTISEMENT
Untuk Sari Roti, pendukung gerakan 212 mengajak masyarakat memboikot roti produksi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI). Mereka marah, karena pihak Sari Roti menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan politik apapun, termasuk mendukung aksi 212 yang berlangsung pada 2 Desember 2016.
Pernyataan emiten berkode ROTI itu mencuat, ketika produknya dibagi-bagikan gratis oleh seseorang, kepada para peserta aksi 212.
Lantas, bagaimana dampak yang diterima perusahaan korban boikot tersebut?
kumparan menganalisis laporan keuangan ROTI karena merupakan perusahaan publik. Sementara Traveloka tak bisa dilihat kinerjanya karena belum go public.
Aksi 212 yang berbuntut gerakan boikot Sari Roti sendiri terjadi pada Desember 2016. Hasilnya, emiten ROTI mengalami penurunan penjualan bersih dari Rp 610,97 miliar di kuartal I-2016 menjadi Rp 602,45 miliar di kuartal I-2017.
ADVERTISEMENT
Penurunan penjualan berdampak terhadap laba bersih pemilik merek Sari Roti, yakni turun 65,87 persen dari Rp 86,34 miliar menjadi Rp 27,74 miliar. Namun, ada catatan untuk kinerja keuangan ROTI ini. Anjloknya laba bersih lebih banyak dipengaruhi oleh meningkatnya beban pokok penjualan dan beban usaha.
China Boikot Produk Kanada
Tapi tak semua aksi boikot berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan yang diboikot. Hal ini terjadi misalnya, ketika masyarakat China menyerukan aksi boikot terhadap sebuah merek produk Kanada.
Produk fashion asal Kanada, Canada Goose Holdings, pernah mengalami seruan boikot pascapenahan Direktur Keuangan Huawei yakni Meng Wanzhou pada 1 Desember 2018.
Direktur Eksekutif Dewan raksasa teknologi Cina Huawei, Meng Wanzhou menghadiri sesi Forum Investasi Modal VTB "Rusia Calling!". Foto: REUTERS / Alexander Bibik
Berbeda nasib dengan Sari Roti di Indonesia, aksi boikot oleh warga China justru tak berdampak terhadap kinerja keuangan perusahaan fashion premium asal Kanada ini.
ADVERTISEMENT
Ditulis South China Morning Post (SCMP), pada kuartal IV 2018, penjualan Canada Goose Holdings meningkat 50 persen menjadi 399,3 juta dolar Kanada. China sendiri merupakan salah satu pasar luar negeri paling penting bagi Canada Goose Holdings. Bahkan, produk fashion ini masuk kategori penjualan paling laris di marketplace ternama di China, Alibaba.
"Banyak sekali berita soal boikot pascapenahan, tapi seperti yang anda lihat, bisnis kita terus tumbuh di China dan berbagai negara," kata CEO Canada Goose Holdings Dani Reiss ditulis SCMP, Jumat (15/2).