Sempat Kontra, PDIP Akhirnya Dukung Kenaikan PPN 12 Persen

24 Desember 2024 11:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah. Foto: DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah. Foto: DPR RI
ADVERTISEMENT
Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengeluarkan keterangan resmi yang menyatakan partainya mendukung kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang berlaku mulai Januari 2025 mendatang.
ADVERTISEMENT
Said menjelaskan kenaikan ini sudah disepakati dalam Undang Undang No 7 tahun 2021 Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b yang disepakati oleh pemerintah dan DPR RI.
“Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 persen ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025,” kata Said dalam keterangan tertulis, Selasa (24/12).
Dengan begitu, sebagai Ketua Banggar DPR RI, Said akan menjalankan amanat konstitusi itu sambil menekan pemerintah untuk menyiapkan mitigasi kenaikan PPN yang berdampak pada masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI, pada tanggal 8 Desember 2024 yang lalu, saya juga sudah menyampaikan ke publik agar pemerintah melakukan mitigasi risiko atas dampak kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, khususnya terhadap rumah tangga miskin, dan kelas menengah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Said pun memberikan 9 poin usulan mitigasi kepada pemerintah, berikut rinciannya:
Ilustrasi PDIP Foto: Fitra Andrianto/kumparan
1) Perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat; jumlah penerima manfaat perlinsos dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.
2) Subsidi BBM, gas LPG, listrik untuk rumah tangga miskin diperluas hingga rumah tangga menengah, termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
3) Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal diberbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal.
4) Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 ke bawah, serta rumah susun.
ADVERTISEMENT
5) Bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah.
6) Melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.
7) Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persen menjadi 50 persen untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
8) Memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR.
ADVERTISEMENT
9) Memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83 persen menjadi nol persen di tahun 2025, dan penurunan generasi stunting di bawah 15 persen dari posisi saat ini 21 persen.
Sebelumnya, DPR RI mengadakan rapat paripurna (rapur) ke-9 penutupan masa persidangan I tahun sidang 2024-2025, Kamis (5/12). Ketika Pimpinan DPR RI hendak menutup persidangan, sejumlah anggota DPR melakukan interupsi.
Salah satunya, anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, yang meminta kepada pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan Pajak Penghasilan Negara (PPN) menjadi 12 persen sejak 1 Januari 2025.
“Saya merekomendasikan mendukung Presiden Prabowo, (untuk) menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen sesuai amanat pasal 7 ayat 3 dan ayat 2 Undang-Undang No 7,” ujar Rieke dalam Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka saat mengunjungi Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), Senin (5/8/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Pernyataan tersebut kemudian mendapat tanggapan fraksi-fraksi lain. Bahkan PDIP sempat disebut sebagai inisiator kebijakan kenaikan PPN.
ADVERTISEMENT
Soal ini, Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menegaskan partainya tidak pernah menjadi inisiator atas kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Ia meminta kebijakan yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 itu dikaji ulang.
“Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja, “ ujar Deddy kepada wartawan, di depan Ke:Kini Ruang Bersama, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12).
“Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan. Karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah dan melalui Kementerian Keuangan,” tambahnya.
Tak cuma Rieke dan Deddy, kritik untuk PPN juga sempat diutarakan Ketua DPR Puan Maharani. Puan meminta pemerintah memastikan kesejahteraan rakyat terjamin imbas kenaikan PPN menjadi 12 persen.
ADVERTISEMENT
"Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit," kata Puan dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12).