Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Skincare China Dominasi Pasar, Bukti Nyata Algoritma Project S TikTok di RI?
18 Juli 2023 22:34 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Teksturnya ringan, mudah menyerap, dan bikin muka lembab. Kata-kata itu sering muncul dalam ulasan produk Skintific 5X Ceramide Moisturizer yang lagi hits.
ADVERTISEMENT
Produk Skincare ini baru muncul akhir 2021 di Indonesia, tapi langsung jadi idaman para perempuan untuk memperkuat skin barrier mereka. Penjualannya melesat banget di TikTok Shop, fitur yang ada di aplikasi TikTok .
Di akun resmi Skintificid di TikTok, terlihat produk ini sudah terjual lebih dari 1,1 juta item dengan harga satuan Rp 169 ribu dan ukuran 30 gram. Hampir 200 ribu komentar juga terlihat di akun ini yang rata-rata mengaku puas dengan produk tersebut.
Skintific 5X Ceramide Moisturizer juga masuk urutan pertama di Top Products mousturizer dengan kandungan ceramide dalam 7 hari terakhir atau hingga Selasa (18/7).
Dari 10 produk terlaris, lima produk berasal dari Skintific. Lainnya adalah ELFORMULA CeraHydro, The Originote Hyalucera Moisturizer, Scarlett Whitening 7X Ceramide, dan WHITELAB CERA-MUGA Barrier Mouisturizing Gel.
ADVERTISEMENT
Menariknya, dari 10 barang terlaris, harga produk Skintific 5X Ceramide Moisturizer jauh lebih mahal ketimbang merek lain, tapi penjualannya justru paling laku.
Sementara kompetitornya yaitu Scarlett 7X Ceramide Moisturizer Facial Wajah Pelembab dengan harga murah Rp 75 ribu, penjualannya baru mencapai 38 ribu buah. Produk ini menempati urutan ke-8, jauh di bawah Skintific 5X Ceramide Moisturizer.
Saking larisnya, bahkan ada yang meminta Skintific menjual kemasan 1 liter karena ukuran kemasan yang dijual saat ini dianggap terlalu kecil, hanya dalam jar 30 gram.
Larisnya penjualan Skintific ini diamini Fahmi Ghani. Pemilik agensi yang mempromosikan banyak skincare di Indonesia ini bilang, pamor penjualan Skintific melesat dalam waktu singkat karena dibombardir dengan ulasan dari key opinion leader (KOL) atau influencer.
ADVERTISEMENT
Kata dia, sebenarnya produk skincare buatan lokal seperti Scarlett banyak juga penggemarnya di Indonesia dan punya pasar sendiri. Tapi brand lokal yang menjual produk dengan kandungan yang sama seperti Skintific, menurutnya kesulitan bersaing.
“Brand yang bermain di special market punya peminat sendiri. Misalnya spesial anti-aging, spesialis pemutih ketiak, dan lainnya. Tapi brand yang bermain di market sama dengan Skintific kesulitan mendapat market share,” katanya saat dihubungi kumparan, Selasa (18/7).
Dia bilang masif-nya penjualan skincare, seperti yang terjadi di Skintific, karena sejumlah faktor. Pendapat dari influencer punya pengaruh besar agar pengguna TikTok membeli Skintific. Apalagi kalau tampilannya menarik.
“Produk di Indonesia laris karena pricing dan market fit. Banyak testimoni sangat berpengaruh, harga affordable, tampilan menarik, dan karena branding-nya bagus seperti endorse artis, juga strategi marketing,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Selain promosi yang bagus dari sebuah brand, algoritma TikTok juga punya pengaruh dalam mendongkrak kemunculan produk di pengguna aplikasi ini. Meski begitu, menurut Fahmi, Facebook juga masih menjadi media sosial yang paling mature untuk berjualan.
Produk China Berbalik Dominasi Pasar
Algoritma TikTok menjadi ‘dewa’ karena sistem ini yang akan mengatur konten agar viral. Banyak faktor yang mempengaruhi konten tersebut banyak dilihat, mulai dari seringnya diunggah, banyak yang like, share, dan comment yang ujungnya mempengaruhi penonton untuk membeli produk tersebut.
Skema penjualan seperti ini mirip dengan Amazon yang mempromosikan produk sendiri berdasarkan yang terpopuler.
Berdasarkan data yang diolah dari sejumlah survei perdagangan online menunjukkan pada 2020, pangsa pasar produk kecantikan di Indonesia didominasi merek lokal sebanyak 94,3 persen dan merek China 5,7 persen. Tapi hanya dalam waktu dua tahun yakni pada 2022, penguasaan pasarnya berbalik. Pangsa pasar merek China 57,2 persen dan merek lokal tinggal 42,8 persen.
ADVERTISEMENT
Chart ini memunculkan dugaan adanya manipulasi pangsa pasar merek China, karena naik hingga 10 kali lipat hanya dalam dua tahun.
Sementara itu dipantau dari Google Trends dalam rentang 29 Mei 2022 hingga 26 Maret 2023, terlihat pencarian wording Skintific melesat jauh dari nilai di bawah 25, menjadi di atas 50. Sementara merek lokal seperti Scarlett justru sebaliknya. Pada 29 Mei 2022, Scarlett terlihat menduduki posisi di atas 50. Tapi pada 26 Maret 2023, pencariannya di Google Trends turun di level 25.
Hal yang sama juga terjadi pada merek lokal MS Glow yang pada Mei 2022 sempat berada di posisi tertingginya 100, dalam setahun anjlok di posisi 25.
Bukan cuma Skintic, merek skincare lainnya asal China yang juga viral adalah Originote yang pada 29 Mei 2022 nilainya 25, tapi setahun kemudian berada di atas 25.
ADVERTISEMENT
Kata-kata yang familiar di mesin pencarian seperti ‘Viral di TikTok, intip review Skintific….’ dan ‘Viral di TikTok, Intip 5 Produk Skincare The Originote yang Kini Banyak Diminati’, menjadi pendongkrak popularitas produk skincare asal China.
Selain produk moisturizer Skintific yang laris manis, penjualan produk Sunscreen asal China dibandingkan dengan produk lokal juga jomplang. Misalnya penjualan The Originote Ceramelia Sunscreen SPF 50 PA+++ dengan harga Rp 42 ribu, terjual lebih dari 400 ribu barang. Sementara merek lokal yaitu Somethinc Sunscreen Gel dengan harga Rp 49 ribu, hanya terjual 33.600 barang.
Berdasarkan pengecekan di akun-akun resmi produk tersebut, terlihat juga barang skincare dari China diberikan lebih banyak view di video dan live streaming dibandingkan produk lokal. Misalnya salah satu konten The Originote dilihat hingga 5,2 juta view.
ADVERTISEMENT
Simpang Siur Negara Produsen Skincare
Selain algoritma, keberadaan negara asal produk-produk kecantikan impor tersebut, juga jadi tanda tanya. Selama ini Skintific diperkenalkan sebagai brand skincare asal Kanada. Merek Skintific disebut-sebut sebagai singkatan dari Skin dan Scientific yang dibuat oleh Kristen Tveit dan Ann-Kristin Stokke. Meski baru ramai di Indonesia akhir 2021, brand ini pertama kali dipasarkan sejak 1957 di Oslo, Norwegia.
Tapi saat dicek di BPOM RI, produk Skintific ternyata dibuat industri kosmetik China dengan nama produsennya Guandong Essence Daily Chemical Co. Ltd. Di Indonesia, produk ini diimpor oleh PT May Sun Yuan di Jakarta Barat.
Keberadaaan TikTok Shop dan algoritmanya dicurigai menjadi cara perusahaan mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Strategi menyusup ke dalam akun pelaku pasar seperti itu, dinamakan Project S. Kecurigaan soal Project S , pertama kali mencuat di Inggris.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Financial Times, pengguna TikTok di Inggris mulai melihat fitur belanja bernama Trendy Beat di aplikasi tersebut. Dalam fitur itu, terlihat ada barang yang bisa dibeli dan populer, di antaranya penyikat bulu hewan peliharaan dan pembersih telinga.
“Produk-produk yang dipajang di fitur Trendy Beat TikTok dikirim langsung dari China. Sementara penjualnya terdaftar di Singapura, tetapi tercatat dimiliki oleh ByteDance,” kata sumber, dikutip Selasa (4/7).
Menariknya, nama penjual dua produk terpopuler di Trendy Beat TikTok Inggris itu adalah Seitu yang ternyata terhubung dengan If Youuu, yaitu bisnis ritel milik ByteDance yang juga induk TikTok. Kepala Kepala Anti-penipuan dan Keamanan E-commerce Global TikTok di Singapura Lim Wilfred Halim terdaftar sebagai direktur Seitu.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Financial Times, ada empat sumber yang mengatakan penjual lain bisa menjual barang melalui TikTok Shop, tetapi mengambil sedikit komisi. Sementara ByteDance mengambil semua hasil dari penjualan di fitur Trendy Beat di TikTok.
“Upaya untuk mulai menjual produknya sendiri dikenal secara internal sebagai ‘Project S’,” kata enam orang yang mengetahui hal ini.
Sementara itu TikTok Indonesia kepada kumparan menyatakan Project S merupakan fitur di dalam TikTok Shop di Inggris, bukan TikTok Shop di Indonesia. Dikonfirmasi soal pengumpulan data market intelligent dan permainan algoritma yang membuat produk asal China berjaya, mereka belum bisa memberikan tanggapan lebih jauh.
Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan fenomena ini jika dibiarkan akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia. “Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Karena ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi memang harus ada perhatian," kata Heru.
ADVERTISEMENT