Sri Mulyani soal PM Inggris Mundur: Situasi Ekonomi Berimbas ke Politik

21 Oktober 2022 14:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani konferensi pers hasil FMCBG G20 di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani konferensi pers hasil FMCBG G20 di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mencermati tekanan inflasi tinggi mendorong pengetatan kebijakan moneter di banyak negara. Kenaikan suku bunga di banyak negara berpotensi mengetatkan likuiditas global.
ADVERTISEMENT
Menkeu mencatat inflasi di Inggris tembus di atas 10,1 persen per Oktober 2022. Ia memperkirakan level inflasi di Inggris akan bertahan tinggi ke depan. Hal ini membuat Perdana Menteri Liz Truss mundur dari jabatannya.
“Kita semua ikuti politik di Inggris, dimulai dari Menteri Keuangan diganti hingga Perdana Menteri (Liz Truss) turun. Ini menggambarkan bahwa turmoil (kekacauan) yang terjadi dari sisi ekonomi dan keuangan menimbulkan imbasnya pada politik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Jumat (21/10).
Sri mengatakan proyeksi ekonomi dunia direvisi menurun. World Economic Forum memprediksi pertumbuhan ekonomi di 3,2 persen dan tahun depan akan semakin melemah.
“Dari World Economic Forum, pertemuan G20, konfirmasi situasi ekonomi dunia akan terus tertekan hingga tahun 2023. Inflasi masih cenderung tinggi walaupun tahun depan sedikit diikuti penurunan, namun level tinggi kalau menggunakan standar selama 10 tahun terakhir,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menkeu menjelaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi terbesar dunia seperti Amerika, Eropa, dan Tiongkok menunjukkan tren pelemahan tahun 2022 dan 2023.
“Bulan Desember kita akan lihat proyeksi tahun 2023, diperkirakan environment dunia semakin kompleks. Karena pertama, tidak tahu kepastian kapan berakhirnya perang, menimbulkan spillover yang besar,” sambungnya.
Faktor kedua, munculnya musim dingin akan membuat permintaan energi meningkat. Ketiga, pasokan tidak pasti akan memberikan tekanan terhadap harga-harga energi.
“Dengan inflasi yang tinggi, kenaikan suku tinggi yang drastis oleh bank sentral akan melemahkan sisi permintaan. Ini yang terus kita waspadai sampai akhir tahun dan tahun 2023,” sambungnya.