Sri Mulyani Waspada Ancaman Perubahan Iklim: Emisi Karbon Tak Punya KTP

24 Agustus 2024 13:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN KiTa edisi April 2024 di Jakarta, Jumat (26/4/2024). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN KiTa edisi April 2024 di Jakarta, Jumat (26/4/2024). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan ancaman perubahan iklim merupakan tanggung jawab bersama, mencakup seluruh lapisan masyarakat di seluruh negara di dunia, sebab emisi karbon tidak memiliki KTP.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menyebutkan, kesadaran akan ancaman perubahan iklim muncul ketika dia menjadi Menteri Keuangan di tahun 2007. Dia mulai menyadari bahwa perubahan iklim membutuhkan perubahan gaya hidup, pola pikir, serta gotong royong bersama masyarakat internasional.
Salah satu solusi suksesnya gerakan mencegah perubahan iklim ini, menurut dia, yakni dengan mengkompromikan sebuah formula perdagangan karbon antar negara.
"Karena ini menyangkut sebuah tantangan global, karena CO2 emission itu tidak punya KTP. Dia tidak ada KTP-nya, dia tidak ada jurisdiction-nya, tidak ada batasnya, dan whoever bisa meng-capture CO2 itu barangkali bisa diidentifikasi," tegasnya saat Indonesia Net Zero Summit 2024, Sabtu (24/8).
Implikasi dari gerakan perubahan iklim ini, kata Menkeu, yakni munculnya berbagai kebijakan yang membutuhkan teknologi seperti mekanisme bursa karbon dan pengenaan pajak karbon.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menuturkan, pasar karbon membutuhkan kerja keras dan strategi yang cermat sebab memperdagangkan dan memberi harga barang yang tidak berwujud.
"Nanti saya bilang kalau sudah bisa membuat market carbon, Anda bisa jualan tuyul juga yang tidak berwujud. Tapi itu adalah sesuatu tantangan teknokrasi," ujarnya berkelakar.
Meskipun sudah berpengalaman menjadi pemangku kebijakan sejak 2007 diangkat menjadi Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengakui masih harus banyak belajar terkait mekanisme perdagangan karbon antar negara ini.
"Kita baru menyadari, oh ternyata kalau CO2 tidak ada KTP-nya berhasil bisa nyeberang antara Indonesia, Singapura, Malaysia, ASEAN, ke RRT, dan ke dunia. Bagaimana kita bisa meng-establish sebuah market yang kredibel integritasnya," tutur dia.
"Kita ternyata perlu harus membuat kesepakatan, maka dibuatlah taxonomy. Apa itu rule dan regulation untuk membangun pertukaran karbon. Ini diluar masalah bagaimana mengukur karbonnya sendiri," imbuh Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Sri Mulyani pun mengajak generasi muda untuk ikut memerangi perubahan iklim, dimulai dengan modal utama tekad dan kepedulian yang besar, untuk menghindari Indonesia dari malapetaka akibat perubahan iklim.
Selain sebagai pemangku kebijakan, Sri Mulyani mengatakan dalam pandangannya sebagai ekonom gerakan anti perubahan iklim ini harus dilakukan secara konsisten dan bersama-sama.
"Saya ingin sampaikan pada generasi muda, semangatmu harus dipelihara untuk tetap menyala. Karena orang bisa terus menjaga semangat saja tapi hanya pada level semangat. Technicalities harus ditundukkan. Dan itu membutuhkan ketelitian, kesabaran ketelatenan, dan kompetensi. Maka belajar, belajar, dan belajar," tandas Sri Mulyani.