Starbuck Tunjuk CEO Baru Imbas Penjualan Merosot Tajam Akibat Boikot

14 Agustus 2024 18:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo Starbucks. Foto: ArtMediaWorx/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo Starbucks. Foto: ArtMediaWorx/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perusahaan kopi siap saja AS, Starbucks menunjuk Brian Niccolo sebagai CEO baru menggantikan Laxman Narasimhan untuk memperbaiki kondisi penjualan yang menurun imbas boikot.
ADVERTISEMENT
Mengutip Business Insider, Laxman Narasimhan mengundurkan diri sebagai CEO Starbucks setelah 17 bulan ia menduduki jabatan tersebut. Setelah pergantian pimpinan tersebut, saham Starbucks melonjak lebih dari 20 persen setelah pengumuman tersebut.
Starbucks memberikan banyak alasan atas kinerjanya yang buruk. Boikot yang terkait dengan Timur Tengah telah menyebabkan beberapa pelanggan menghindari merek tersebut setidaknya itu menurut Narasimhan kepada para investor bulan lalu.
"Didorong oleh persepsi keliru [boikot] yang banyak dibicarakan tentang merek kami," kata dia.
Red Cup Day Starbucks. Foto: Starbucks
Ia mengatakan, bahwa ada lingkungan konsumen yang menentang di AS. Sementara di Tiongkok, penjualan telah terpukul oleh pembelanjaan konsumen yang hati-hati dan meningkatnya persaingan.
"Keluarnya Laxman Narasimhan sebagai CEO Starbucks tidak mengejutkan investor, karena penjualan perusahaan turun tajam selama 9 bulan terakhir,” tulis analis William Blair, Sharon Zackfia dalam sebuah catatan.
ADVERTISEMENT
Pada akhir Juli, penjualan Starbucks secara global turun 3 persen secara tahunan (year on year/yoy) di tengah melemahnya ekonomi AS dan China.
Lebih lanjut, Mantan CEO Starbucks Howard Schultz juga berkomentar mengenai turunnya penjualan kedai kopi itu. Dalam sebuah posting LinkedIn pada bulan Mei, Schultz mengatakan Starbucks perlu fokus pada pengalaman pelanggan dan memperbaiki toko serta aplikasi selulernya untuk membalikkan kejatuhannya.
Schultz, yang tetap menjabat sebagai ketua emeritus perusahaan, menambahkan bahwa jaringan tersebut perlu merombak strateginya dan memperkuat posisi premiumnya.
"Melalui semua itu, fokuslah pada pengalaman, bukan transaksional," tulis Schult.