Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Surat Utang RI Jadi yang Paling Terpukul di Asia, Paling Banyak dari BUMN
24 Juni 2024 10:30 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengutip Bloomberg, Senin (24/6), kondisi ini telah menekan peminjam lokal yang akan menghadapi jatuh tempo USD 6 miliar pada akhir 2025.
Adapun 6 dari 10 obligasi dengan penurunan terbesar di pasar obligasi Asia kecuali Jepang pada periode tersebut adalah surat utang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN)
Premi imbal hasil (yield premium) pada beberapa surat utang perusahaan negara lainnya PT Pertamina (Persero) dan PT Hutama Karya (Persero) juga naik ke level tertinggi dalam tiga bulan.
Rata-rata selisih surat utang korporasi dan quasi-sovereign telah meningkat enam basis poin (bps) pada bulan Juni 2024. Nilai ini terbesar dalam lima bulan terakhir, karena Bloomberg News melaporkan bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menaikkan rasio utang negara untuk mendanai janji-janji belanjanya.
ADVERTISEMENT
Pada hari Jumat (21/6), nilai tukar rupiah mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir, sehingga membuat perusahaan lokal lebih mahal untuk membayar utang dolar mereka.
Nilai tukar rupiah pada Jumat (21/6) ditutup di level Rp 16.450 per dolar AS, turun 20 poin atau setara 0,12 persen dari posisi Rp 16.430 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
“Ketatnya selisih kredit secara umum saat ini memberikan sedikit ruang bagi volatilitas suku bunga atau perubahan buruk dalam persepsi risiko, sementara pelemahan rupiah tentu berdampak buruk bagi pembayaran utang luar negeri di masa depan,” kata Ting Meng, Ahli strategi kredit senior Asia di Australia & Grup Perbankan Selandia Baru Ltd.
Spread uang kertas dolar AS PLN yang jatuh tempo pada Juni 2050, Mei 2048, dan Juli 2049 melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan pada minggu lalu. Premi imbal hasil obligasi mata uang AS dari Pertamina yang jatuh tempo pada Februari 2060 mencapai level tertinggi sejak Maret.
ADVERTISEMENT
Surat utang kuasi negara ini memiliki peringkat tertinggi di antara obligasi negara karena hubungannya dengan peringkat negara pemerintah. Spread yang semakin melebar ini menunjukkan bahwa emiten dengan peringkat lebih rendah harus menawarkan premi imbal hasil yang lebih tinggi pada obligasi baru.
Hal ini kemungkinan akan meningkatkan biaya refinancing (pembiayaan kembali) utang korporasi negara tersebut dengan lebih dari USD 6 miliar surat utang AS yang akan jatuh tempo pada akhir 2025.
Nilai tersebut lebih besar dibandingkan negara-negara lain di Malaysia, Thailand, dan Filipina.
“Selisih kredit yang lebih luas disebabkan oleh kekhawatiran baru terhadap kebijakan fiskal, yang berdampak pada sentimen luas terhadap aset-aset berisiko di Indonesia,” kata Winson Phoon, kepala penelitian pendapatan tetap di Maybank Securities Pte di Singapura.
ADVERTISEMENT
Prabowo Bantah Mau Naikkan Utang Indonesia hingga Rasio 50 Persen dari PDB
Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Thomas Djiwandono membantah rencana untuk menaikkan rasio utang Indonesia hingga 50 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
mengatakan Prabowo belum menetapkan target tingkat utang apa pun dan akan mematuhi batasan hukum mengenai metrik fiskal.
Adapun, isu mengenai rencana kenaikan rasio utang Indonesia itu dinilai telah merugikan mata uang garuda dan pasar obligasi.
Rupiah turun sebesar 0,9 persen dan imbal hasil obligasi melonjak pada hari Jumat, sebagian karena kekhawatiran fiskal, setelah Bloomberg News melaporkan bahwa Prabowo ingin terus meningkatkan rasio utang Indonesia terhadap PDB menjadi 50 persen dalam masa jabatan lima tahunnya dari di bawah 40 persen.
“Kami sama sekali tidak membicarakan target utang terhadap PDB. Ini bukan rencana kebijakan formal,” kata Thomas, keponakan presiden baru.
ADVERTISEMENT
Prabowo sempat mengatakan, bahwa Indonesia harus lebih berani dalam mengambil utang untuk mendanai program pembangunan dan mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Namun ia juga berulang kali berjanji untuk mematuhi aturan pengambilan utang dengan batasan defisit anggaran.