Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Tren Akuisisi dan Merger Asuransi Jiwa RI Dinilai Masih Terus Berlanjut
17 Juli 2024 15:36 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Literasi dan Pelindungan Konsumen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Freddy Thamrin menjelaskan, bahwa peluang pertumbuhan bisnis asuransi di Tanah Air masih sangat besar. Besarnya populasi penduduk dan perekonomian yang terus tumbuh membuat kebutuhan asuransi akan terus meningkat.
Dengan kondisi itu, dia menilai bahwa perusahaan-perusahaan asuransi akan semakin memperkuat fundamental bisnisnya agar bisa menjangkau dan melindungi sebanyak mungkin masyarakat. Salah satu strategi penguatan bisnis itu adalah melalui akuisisi maupun merger.
Freddy meyakini bahwa tren akuisisi maupun merger di industri asuransi jiwa akan terus berlanjut. Aksi korporasi itu menjadi upaya penyehatan perusahaan, juga langkah untuk mencapai ketentuan permodalan.
“Pasti kalau ada akuisisi, arahnya ingin lebih besar. Akuisisi itu pasti ada usaha-usaha untuk meningkatkan dan melihat faktor-faktor yang memungkinkan untuk lebih dikembangkan,” ujar Freddy.
ADVERTISEMENT
Akhir tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Ditetapkan bahwa modal disetor bagi perusahaan asuransi yang baru berdiri adalah minimal Rp1 triliun, dan reasuransi minimal Rp 2 triliun.
Perusahaan asuransi yang sudah berdiri juga harus meningkatkan modal minimumnya secara bertahap untuk memenuhi aturan paling lambat 31 Desember 2026, yakni asuransi minimal Rp 250 miliar, reasuransi Rp 500 miliar, asuransi syariah minimal Rp 100 miliar, dan reasuransi syariah minimal Rp 200 miliar.
POJK tersebut juga mengatur mengelompokkan kelas perusahaan asuransi berdasarkan modalnya, yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) I dan II dengan batas waktu 31 Desember 2028. Di KPPE 1, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp 500 miliar dan asuransi syariah minimum Rp 200 miliar. Di KPPE II, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp 1 triliun dan asuransi syariah minimum Rp 500 miliar.
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang masuk dalam KPPE I akan menawarkan produk asuransi yang sederhana, sedangkan perusahaan di KPPE II dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha asuransi, seperti menawarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked.
Akuisisi maupun merger dapat menjadi salah satu cara untuk memenuhi ketentuan permodalan itu, maupun cara perusahaan untuk bersaing dengan kompetitornya yang mampu meningkatkan kapasitas permodalan.
Salah satu aksi akuisisi yang menjadi perhatian di industri asuransi saat ini adalah yang dilakukan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang mengambil alih mayoritas saham PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth). Sebelumnya, saham Mandiri Inhealth masih dimiliki oleh tiga pihak, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebanyak 80 persen, PT Kimia Farma Tbk sebanyak 10 persen, dan Indonesia Financial Group (IFG) sebanyak 10 persen.
ADVERTISEMENT
Setelah akuisisi, IFG Life memiliki 80 persen saham Mandiri Inhealth dan menjadi pemegang saham pengendali. Adapun 20 persen sisanya masih dimiliki oleh Bank Mandiri.
Diyakini akuisisi ini merupakan aksi korporasi untuk memperkuat kapabilitas bisnis IFG Life. Freddy menilai bahwa perusahaan-perusahaan asuransi akan melakukan penilaian dengan cermat sebelum melakukan akuisisi atau merger dengan perusahaan lain.
Yang jelas, akuisisi akan terus berlanjut karena prospek industri asuransi di Indonesia yang sangat baik. Optimisme Freddy itu tercermin dari catatan kinerja industri asuransi jiwa pada awal tahun ini. OJK mencatat bahwa premi industri asuransi jiwa pada Januari 2024 mencapai Rp 17,3 triliun atau tumbuh 8,2 persen secara year on year/yoy dari Januari 2023 senilai Rp 16,02 triliun.
ADVERTISEMENT
Industri asuransi jiwa nasional juga mencatatkan risk-based capital (RBC) 447,68 persen. OJK menetapkan bahwa batas minimal RBC asuransi adalah 120 persen, artinya kondisi industri asuransi jiwa sangat sehat dan dapat memproteksi masyarakat dengan optimal.