Utang Pemerintah Sebesar Rp 8.353 Triliun Dinilai Masih Wajar

3 Juli 2024 18:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Posisi utang pemerintah hingga 31 Mei 2024 tercatat sebesar Rp 8.353,02 triliun. Angka ini naik Rp 14,59 triliun dibandingkan posisi akhir April 2024 sebesar Rp 8.338,43 triliun dan naik Rp 565 triliun dari posisi Mei 2023 sebesar Rp 7.787,51 triliun.
ADVERTISEMENT
Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, mengatakan rasio utang pemerintah sebesar 38,71 persen masih sehat dan masih berada di bawah 40 persen PDB. Adapun, batas aman rasio utang sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara di bawah 60 persen PDB.
“Menurut saya wajar ya karena rasio utang masih rendah masih di bawah 40 persen, masih sehat lah,” kata Myrdal kepada kumparan, Rabu (3/7).
Myrdal menjelaskan, mayoritas utang negara masuk dalam kategori produktif. Misalnya untuk membangun infrastruktur, pembiayaan subsidi hingga bantuan sosial.
Menurutnya, kebijakan pemerintah membelanjakan dana utang untuk kegiatan produktif bisa mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor konsumsi rumah tangga.
“Pada akhirnya apa yang dilakukan pemerintah terkait strategi utang dilakukan untuk mendorong agar aktivitas ekonomi kita kondusif,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, utang pemerintah yang berasal dari SBN sebesar Rp 7.347,50 triliun. Terdiri dari SBN domestik senilai Rp 5.904,64 triliun, dan SBN valas sebesar Rp 1.442,85 triliun.
Kemudian jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 1.005,52 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp 36,42 triliun, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,10 triliun.
Lebih lanjut, hingga akhir Mei 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 41,9 persen kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22,9 persen dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 persen. Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 22,2 persen. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,1 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.