UU APBN 2023 Disahkan, Catatan DPR: Pemerintah Harus Tuntaskan Kasus Lapindo!

29 September 2022 18:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah. Foto: DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah. Foto: DPR RI
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) telah mengesahkan UU APBN 2023, Kamis (29/9). Seiring dengan pengesahan tersebut, para anggota dewan memberikan catatan, salah satunya terkait penuntasan kasus Lapindo.
ADVERTISEMENT
Alasannya, hingga saat ini belum ada titik terang terkait semburan Lumpur Lapindo yang berawal pada tanggal 29 Mei 2006. Hal tersebut diungkapkan Ketua Banggar, Said Abdullah dalam Rapat Paripurna ke-7 tentang pengesahan APBN 2023.
“Kami akan menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, sebagai sikap akhir fraksi atas RUU APBN TA 2023 yang disampaikan di rapat kerja banggar,” kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah dalam Rapat Paripurna ke-7, Kamis (29/9).
Said menjelaskan, Fraksi Nasdem meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan dan menuntaskan penagihan piutang negara atas dana talangan kasus lumpur Lapindo yang telah jatuh tempo dengan jalan mengambil alih jaminan berupa aset tanah yang menjadi dan masuk kolam serta tanggul lumpur.
Endapan lumpur Lapindo mengering di kolam penampungan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/5/2021). Foto: Umarul Faruq/ANTARA FOTO
"Sehingga pemerintah wajib untuk memastikan tanah dan bangunan yang pernah ada di kolam lumpur tersebut yang belum diselesaikan ganti ruginya, segera diselesaikan agar memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi korban secara keseluruhan tanpa dikotomi dan diskriminasi," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Nasdem, Fraksi PAN juga mendorong agar pemerintah melakukan penyelesaian ganti rugi terhadap kasus-kasus yang sudah bersifat final, seperti ganti rugi kasus Lapindo di Sidoarjo.
"Pemerintah harus melakukan penyelesaian ganti rugi kasus Lapindo di Sidoarjo," tegasnya.

PUPR Anggarkan Rp 270 M untuk Penanganan Lumpur Lapindo Tahun 2023

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menganggarkan Rp 270 miliar untuk menindaklanjuti persoalan lumpur lapindo di Sidoarjo Jawa Timur.
Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan, anggaran tersebut nantinya akan digunakan untuk pengaliran lumpur ke Kali Porong dengan volume 22 juta meter kubik.
"Pagu anggaran Rp 270 miliar digunakan untuk pengaliran lumpur ke kali porong dengan volume 22 juta meter kubik dan memperkuat tanggul penahan lumpur sepanjang 1 km," kata Jarot pada RDP dengan Komisi V DPR RI, Kamis (1/9).
Sejumlah petugas melihat tanggul penahan lumpur Porong yang ambles di titik 67 Gempol Sari, Tanggulangin, Sidoarjo. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, penanganan pengaliran lumpur lapindo ini dilakukan dengan menggunakan kapal keruk melalui jaringan pipa.
ADVERTISEMENT
Pengaliran ke kali porong ini dilakukan dengan komposisi lumpur 20 persen padatan dan 80 persen air. Jarak pengaliran ke kali porong kurang lebih sejauh 1.918 meter dengan kapasitas pengaliran kapal keruk sebanyak 5 unit.
Selanjutnya, dilakukan pengaliran air dari Kali Porong, saluran kaki tanggul, dan drainase ke dalam tanggul untuk pengenceran menggunakan peralatan pompa sebanyak 6 unit.

Utang Rp 1,5 T Keluarga Bakrie di Balik Lumpur Lapindo

Pada April lalu, Direktur Jenderal Keuangan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban mengatakan pihaknya memastikan akan terus menagih utang Lapindo, bisnis milik keluarga Bakrie. Perusahaan Bakrie memiliki utang dana talangan penanggulangan kasus lumpur Sidoarjo senilai lebih dari Rp 1,5 triliun yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019.
ADVERTISEMENT
"Prosesnya masih jalan seperti yang terakhir kita juga masih menunggu dari kawan kawan di kejaksaan agung," kata Rionald.
Sebelumnya, Pada 18 Januari 2022, DJKN masih menunggu itikad baik dari Lapindo untuk membayar utang beserta bunganya.
"Ada hasil BPK, saya lupa angkanya, yang pasti awalnya pemerintah waktu tahun 2014-2015 sekitar Rp 300 miliar, sudah jatuh tempo. Berikut bunga dan denda, harusnya sekarang sudah di atas Rp 1,5 triliun," lanjutnya.