UU Cipta Kerja Diubah, Buruh Minta Menaker Segera Bahas Kenaikan UMP 10% di 2025

2 November 2024 14:29 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden KSPI dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden KSPI dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, masih menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 bisa naik 8-10 persen usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan tentang UU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Gugatan UU Cipta Kerja dilayangkan Partai Buruh. Meskipun terdapat 70 pasal yang diminta untuk diubah, MK hanya mengabulkan perubahan terhadap 21 pasal.
Said menyebut, pihak KSPI maupun Partai Buruh meminta keputusan MK tersebut berlaku otomatis sejak gugatan dikabulkan sebagai undang-undang.
"Baik Presiden, DPR RI, para menteri, teman-teman pengusaha, tunduk pada isi konstitusi yang diputuskan oleh MK yang saya sudah serahkan," tegasnya saat ditemui usai konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11).
Dia mencontohkan regulasi yang harus mulai berlaku adalah terkait penetapan UMP dalam Pasal 81 Angka 28. Hal ini mengubah indeks tertentu alias nilai alfa, yang awalnya didefinisikan sebagai variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh.
ADVERTISEMENT
Pasal ini kemudian diubah dengan menambahkan frasa dengan memerhatikan prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh.
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Adapun indeks tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, dipatok dalam rentang 0,1 sampai dengan 0,3 saja. Said menegaskan, perubahan UU Cipta Kerja ini seharusnya otomatis menggugurkan PP tersebut.
"Kami mengajak Menteri Tenaga Kerja, tanpa Menko Perekonomian, Serikat Buruh dan pengusaha, berunding merumuskan formula kenaikan upah," ujar Said.
Dengan demikian, Said tetap meminta agar formula pengupahan yang ditetapkan nantinya bisa mengakomodasi kenaikan UMP tahun 2025 bisa mencapai 8-10 persen.
"(Kami tetap meminta) 8 persen sampai 10 persen. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen, berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis lho," ungkap Said.
ADVERTISEMENT
Selain mengajak dialog bersama Menteri Ketenagakerjaan, Said juga akan bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto agar keputusan MK langsung diberlakukan, termasuk menggugurkan PP No 51 Tahun 2023.
"Ini tugasnya Presiden, dan DPR, bukan tugas Menko. Dan jangan bikin statement yang aneh-aneh, termasuk pada Ketua Umum Apindo, kami minta stop berstatement, yang tetap akan menggunakan upah minimum dengan PP Nomor 51," tegas Said.
Selain itu, Said juga menyoroti perubahan terkait struktur upah dan skala upah (SUSU). MK kini mewajibkan pemerintah menyusun SUSU di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Kemudian, lanjut dia, perusahaan juga harus sudah berhenti menggunakan pekerja outsourcing, menyusul perubahan ini menetapkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak melebihi 5 tahun termasuk jika ada perpanjangan.
ADVERTISEMENT
"Cepat berhenti. Caranya apa? Berubah jadi karyawan kontrak, kan masih boleh karyawan kontrak atau PKWT batasnya juga 5 tahun. Setelah 5 tahun, kalau enggak dibutuhkan, dipecat. Kalau dibutuhkan, diangkatkan yang tetap," jelas Said.
Terakhir, terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang kini wajib melalui diskusi bipartit antara perusahaan dan pekerja/buruh, dan perusahaan wajib membayar upah selama proses perselisihan berlangsung.
"Selama belum ada keputusan Pengadilan Hubungan Industrial atau Labor Court maka harus dibayar upah, dan jaminan sosialnya BPJS nggak boleh diberhentikan. Baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Tenaga Kerja," tuturnya.