Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Vale (INCO) Buka Suara soal Dirty Nickel: Kami Rehabilitasi Lahan 3 Kali Lipat
5 September 2024 19:46 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berbicara mengenai tudingan pertambangan RI yang tak ramah lingkungan atau dirty nickel. Director and Chief Sustainability and Corporate Affairs Officer Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menyebut selalu merehabilitasi lahan yang telah dibuka, bahkan hingga tiga kali lipat dari luas lahan yang teah dibuka untuk aktivitas pertambangan.
ADVERTISEMENT
“Kami membuka area dengan luasan tertentu, tetapi kami merehabilitasi tiga kali lipat dari area yang dibuka. Saya pikir isu keanekaragaman hayati adalah masalah kompleks lain yang perlu kami tangani,” jelasnya dalam diskusi di Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Kamis (5/9).
Menurut dia, isu keanekaragaman hayati pada proses rehabilitasi dapat ditangani dengan mengidentifikasi tumbuhan di area tersebut.
"Saat melakukan perencanaan tambang, penting untuk mengidentifikasi spesies tumbuhan spesifik dari area yang akan ditambang dan menumbuhkan bibit spesies tersebut untuk digunakan dalam program rehabilitasi,” lanjut Bernardus.
Terhadap kritik pada industri nikel, ia menyebut tidak semua pelaku industri itu sempurna. “Saya juga memahami bahwa saat ini ada banyak diskusi tentang kualitas nikel. Saya mencoba untuk menghindari berbicara tentang nikel kotor, tetapi ada kritik terhadap nikel yang berasal dari Indonesia. Kita harus mengakui bahwa sebagai negara, tidak semua pelaku industri itu sempurna,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Bernardus menyebut industri nikel memiliki spektrum yang luas. Meski begitu, Vale akan tetap memimpin pertambangan mineral kritis di Indonesia dengan baik.
“Industri nikel memiliki spektrum yang luas, jadi Anda bisa menemukan yang baik dan yang tidak begitu baik. Namun, kami berusaha untuk memposisikan diri sebagai pemimpin di lanskap ini. Dan itu sendiri, saya percaya, akan membuka peluang bisnis untuk mengembangkan mineral kritis,” kata Bernardus lebih lanjut.
Saat ini Indonesia telah diakui sebagai rumah bagi cadangan besar mineral kritis. Bernardus menyebut Indonesia adalah pemilik cadangan nikel terbesar, cadangan kobalt terbesar ketiga, timah terbesar kedua, tembaga terbesar ketujuh, dan bauksit terbesar keenam.
Maka dari itu ia menganggap penting pemahaman terhadap rantai nilai mineral kritis. Hal ini agar industri yang ada memiliki prospek keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
“Kita perlu memahami rantai nilai dari mineral kritis serta kelayakan ekonominya sebelum kita berbicara tentang pengembangannya atau sebelum kita benar-benar menerapkan kebijakan peningkatan nilai,” ujarnya.