Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dennis Bergkamp pernah berujar bahwa di balik setiap tendangan yang dilepaskan, ada pemikiran di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Adagium itu memang benar. Tak ada pemain bola yang (semestinya) menendang serampangan. Sebelum ia melepas tembakan/umpan, pasti ada pemikiran yang terselip. Paling minimal, ada pemikiran bahwa pemain yang diberi umpan berada dalam posisi bebas, atau kiper dalam posisi tidak enak sehingga tembakan bisa dilepaskan dan akan masuk gawang.
Jika dilihat secara lebih luas, adagium itu tidak hanya sebatas pada tembakan/umpan yang dilepas di dalam lapangan. Setiap keputusan yang diambil oleh pemain, termasuk keputusan dalam memilih klub, pasti didasari oleh pemikiran tertentu. Bisa karena uang atau karena kecintaan mendalam.
Hal yang sama berlaku juga bagi Ghilrandy Dzulfaqqor, Anugrah Rifki Irfansyah, dan Rendy Michael. Di saat para pemain bola mengambil keputusan populer dengan cara membela klub besar, ketiganya justru mengambil langkah sebaliknya: Membela Persitara, Persija Barat, dan PSJS, tiga klub yang mungkin keberadaannya acap terlupakan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa alasan mereka memilih ketiga klub tersebut? Apa yang jadi dasar pemikiran mereka?
Ghilrandy: Semua Karena Kecintaan pada Jakarta Utara
Sore itu, Sabtu (20/4/2019) sore, Ghilrandy Dzulfaqqor sedang bermain sepak bola bersama rekan-rekannya di Lapangan Borobudur, Pegangsaan, Jakarta. Ia menjadi penjaga gawang.
Melihat caranya bermain, ia selayaknya penjaga gawang pada umumnya. Ia kebobolan beberapa kali oleh lawannya, tapi tak ada raut kusut karenanya. Malah, Ghilrandy dan pemain-pemain lainnya bermain sambil diselingi tawa --karena memang ini tampaknya adalah sesi sepak bola suka-suka. Ghilrandy juga tak begitu ambil pusing ketika ia diejek teman-temannya karena cukup sering kebobolan.
Dari impresi pertama macam itu, mungkin kebanyakan orang tidak akan menyangka bahwa Andy--sapaan akrab Ghilrandy--, adalah penjaga gawang salah satu tim yang pernah mentas di kompetisi level tertinggi Indonesia, Persitara. Ya, Andy adalah eks penjaga gawang Persitara.
ADVERTISEMENT
"Saya main di sana dari mulai 2017 sampai 2018, berarti dua tahun ya. Itu pas Persitaranya main di Liga 3," ujar Andy saat ditemui tim kumparanBOLA.
Di tengah peluh keringat, tampak ada sedikit semangat yang menyala di wajah Andy. Semangat ini menyala ketika tim kumparanBOLA menanyakan satu hal kepada Andy, yakni soal Persitara. Semangat yang kerap muncul ketika anak daerah ditanya perkara klub daerahnya.
"Enggak, sih (dikenalin sama tim sepak bola Indonesia yang lain), selama ini di Utara aja (Persitara), berkecimpungnya di Utara (Persitara), paling kalau ada pertandingan baru keluar. Saya udah nonton Persitara pas saya masih SD, zaman masih ada John Tarkpor, Prince Kabir Bello, sama Tantan," ujar Andy.
ADVERTISEMENT
"Setiap pemain cita-citanya, ibaratnya pemain internal Persitara, ingin bermain di tim utama Persitara. Itu pasti jadi kebanggaan tersendiri. Sejak tahun pertama saya di situ, isi timnya anak utara semua, tanpa ada gaji, embel-embel uang, benar-benar ingin naikkin Persitara," lanjutnya.
Andy tahu, kondisi Persitara sedang tidak bagus. Namun, selayaknya pemuda lokal yang betul-betul mencintai kesebelasan daerahnya, ia masih menyimpan harapan.
Ketidakjelasan situasi klub itu juga yang membuat nasib Andy terombang-ambing. Kini, sudah tidak lagi berstatus pemain Persitara karena kompetisi Liga 3 2019 belum dimulai.
Saat ini, Andy masih membela klub-klub amatir dan aktif main di tarkam. Sembari menunggu kompetisi Liga 3 bergulir, ia menyebut bahwa hal ini ia lakukan sehingga ketika Persitara memanggil kelak, ia berada dalam kondisi siap.
ADVERTISEMENT
"Saya selalu siap di utara (jika dipanggil Persitara lagi)," tegasnya.
Anugrah Rifki Irfansyah: Di Persija Barat, Saya Mendapatkan Kepercayaan
Anugrah Rifki Irfansyah alias Irfan adalah pemuda asli Jakarta Barat. Ia menjalani hari-hari berlatih bersama Persija Barat di Stadion Gelora Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta. Perawakannya tegap. Sama seperti Andy yang main di Persitara, ia berposisi sebagai penjaga gawang.
Ada sebuah keunikan tersendiri di Persija Barat. Beberapa pemainnya merupakan pemain yang masih duduk di bangku sekolah. Namun, bukan berarti mereka semua masih remaja. Beberapa di antaranya ada yang sudah lulus dan sudah mengenyam bangku kuliah, salah satunya adalah Irfan, yang kini sudah berusia 22 tahun.
"Saya dari tahun ke tahun, sih... Dari saya SMA kelas dua, walau masih di bawah umur kategori Liga 3, sudah diajak buat gabung di tim Persija Barat untuk Liga 3. Walaupun jadi pemain cadangan, saya sudah terlibat di tim. Jadi saya dari tahun ke tahunnya terus ikut Persija Barat," ujar Irfan ketika ditemui kumparanBOLA selepas latihan, Kamis (18/4/2019).
ADVERTISEMENT
Langit sendiri sudah meredup di daerah Cengkareng sore itu. Maklum, saat kami sedang berbincang, matahari sudah kembali ke peraduan. Meski ditemani sorot lampu, karena proses wawancara berlangsung di dekat jalan pintu masuk menuju stadion, bukan berarti wawancara itu berlangsung redup laiknya kondisi langit Cengkareng.
Selama wawancara berlangsung, Irfan bercerita dengan semangat tentang perjalanannya selama bergabung bersama Persija Barat. Dari musim ke musim, ia semakin memahami tentang karakteristik para pemain yang bergabung dengan klubnya. Ia menyebut, ada dua jenis pemain yang acap muncul di Persija Barat.
Yang pertama adalah pemain yang benar-benar mencari pengalaman. Pemain tipikal seperti ini menimba ilmu di Persija Barat--yang kini berkompetisi di Liga 3--, sebelum akhirnya terjun ke karier profesional bersama klub lain. Irfan menyebut dua nama, yakni Muhammad Hargianto dan Aditya Harlan, yang sempat main di Persija Barat dan sukses di tim lain.
ADVERTISEMENT
Yang kedua adalah tipikal pemain yang main di Persija Barat cuma karena uang saku. Ketika uang saku tidak cair, maka pemain macam ini, kata Irfan, bakal malas latihan. Namun, ketika ada kabar uang saku cair, kehadiran di sesi latihan pun ikut lancar. Hal inilah, menurut Irfan, yang kerap mengganggu performa Persija Barat.
"Sebenarnya itu yang jadi masalah Persija Barat (perkara uang saku). Jadi, Persija Barat setiap laga itu tidak pernah stabil. Yang awalnya sudah tampil bagus, bisa turun drastis prestasinya. ya makanya masih agak sulitnya gitu," ujarnya.
Namun, di tengah segala polemik yang acap terjadi ini, Irfan mengaku tetap akan memberikan yang terbaik bagi Persija Barat. Ia sadar bahwa penghasilan lebih besar bisa saja sudah menanti di luar sana. Ia juga tahu bahwa ada teman satu tim yang kariernya naik karena ikut klub yang lebih hebat dari Persija Barat.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia mengaku tidak merasa cemburu. Baginya, Persija Barat adalah cinta, tempat ia belajar bermain sepak bola. Oleh karena itu, ia siap untuk memberikan yang terbaik, menikmati pertandingan bersama Persija Barat, dan juga berusaha untuk balas budi kepada tim yang memberikannya kesempatan bermain bola.
"Pikirin aja ini sebagai cinta kita, di mana kita belajar sepak bola kalau bukan di Jakarta Barat? Ibaratnya kita balas budi saja," ujar pemain yang kini berusia 22 tahun tersebut.
"Saya tahu diri gitu, saya tahu kemampuan saya sampai mana, dan di Persija Barat saya dipercaya, saya berani percaya bahwa Persija Barat akan berkembang ke depannya. Saya bodo amat, ketika ada temen kariernya naik, saya ga masalah, karena saya mikirin, gimana caranya saya balas budi ke Persija Barat, walau tidak signifikan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Rendy Michael: Suasana Kekeluargaan Bisa Saya Temukan di PSJS
Rendy Michael tidak tahu musabab yang membuat ia "nyasar" di PSJS. Sudah cukup lama ia membela klub asal Jakarta Selatan ini, di tengah perjalanan karier sepak bolanya yang acap diwarnai kesialan.
Ketika berbincang dengan kumparanBOLA di kampus BSI Pondok Labu, Senin (22/4/2019), Rendy acap kali tertawa meratapi semua kesialannya ini. Berikut adalah jalan karier Rendy selama rentang waktu 2013 sampai kini. Dimulai dari tercoretnya dia dari skuat Pra-PON DKI Jakarta.
Lalu, perjalanan berlanjut saat ia diterima masuk Persipasi PBR U-21. Rendy sebetulnya sudah menandatangani kontrak. Namun, saat pulang ke rumah dari mess Persipasi, ia mendapat kabar bahwa kompetisi tak ada karena PSSI dibekukan. Padahal jersi sudah ada dan manajemen sudah siap. Ia vakum setahun, lalu coba mengikuti seleksi Pro Duta di tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui proses seleksi yang berat bersama pelatih asal Cile (ia tak menyebutkan siapa namanya, dan ia juga mengaku sempat mengalami kram), ia lolos. Sialnya, Pro Duta malah mengundurkan diri dari Liga 2. Namun, meski ditimpa kesialan, ia terus mencoba seleksi ke Pro Direct, Persipu FC -- tim asal Jakarta yang masuk dalam Asprov Jawa Barat -- , hingga ia akhirnya ia berlabuh di PSJS.
"Kalau gue tahun ini jadi di PSJS, sekarang hitungannya tahun ke tiga," ujar Rendy.
Tiga tahun membela PSJS, pemain yang kini berusia 24 tahun itu mengaku sudah memiliki banyak pengalaman. Salah satunya adalah ketika bertemu Persekabpas Pasuruan dalam laga Liga 3 Zona Jawa. Bertemu dalam dua leg, PSJS dihantam oleh Persekabpas dengan total agregat 0-5.
ADVERTISEMENT
Namun, ada cerita menarik di balik itu. Rendy tertawa mengingat wasit yang memimpin laga tersebut di Stadion R. Soedarsono, Bangil, ditangkap karena kasus pengaturan skor. Ia juga mengenang saat sang wasit mendatangi hotel pemain PSJS dan ia dimintai uang 50 sampai 60 juta supaya PSJS menang, tetapi ditolak oleh pihak PSJS.
"Pas main, gue ingat banget Om Arkhi (Arkhi Gusmark, ketua PSJS) dan pelatih ngancungin jempol. Gue tanya, 'Apa tuh maksudnya?' Bagus, katanya. Kata gue, 'Apaan yang bagus, om? Gue mau pingsan!?' Om Arkhi bilang, 'Bagus, pemain enggak ada yang salah.' Dia mah emang gitu orangnya. Dan bagusnya emang gitu ke pemain," ujar Rendy.
"Soalnya ada yang suka menjatuhkan pemain dan enggak semua pemain cocok. Ada yang habis dijatuhkan malah jadi naik, ada yang malah makin jatuh. Setelah laga, gue kaget pulangnya naik pesawat. Gue udah mikir aja awalnya, 'Kalau naik bus, berapa jam nih? Bisa tua dah di jalan'," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dengan segala kesederhanaan dan pengalaman inilah Rendy merasa kerasan di PSJS. Rendy merasa bahwa dia cocok dengan atmosfer PSJS. Pelatih yang percaya kepada pemain, juga kepercayaan yang diberikan untuk tampil, membuat Rendy merasa punya sesuatu yang mesti dibalas kepada PSJS.
"Gue ngerasa utang budi juga sama PSJS. Karena gara-gara mereka nama gue dikenal orang. Gue juga lebih merasakan kekeluargaan di PSJS. Karena pelatih pesan buat gue untuk merangkul tim dan itu yang coba gue lakuin," ujar Rendy.
Ya, meski ada keinginan untuk pindah ke Persipu FC, keadaan PSJS yang membaik membuatnya bertahan. Selain itu, regulasi di Asprov PSSI Jawa Barat, tempat Persipu FC bernaung, menyebut bahwa pemain kelahiran 1997 ke atas tidak boleh main di Liga 3 Regional Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
"Kalau gue bilang, PSJS yang sekarang lebih baik gitu daripada yang dulu. Mulai dari gaji, soal fasilitas juga, mendingan PSJS sekarang. Sekarang dapat sepatu, baju latihan, transportasi naik bus dan pesawat. Dulu enggak ada yang kek gitu," ujar Rendy.
***
Langit Jakarta pada April 2019 ini tak menentu. Suatu masa, langit bisa begitu cerah, berbalut awan putih yang begitu sedap dipandang. Namun, terkadang gelap juga mewarnai langit, dengan rintik-rintik hujan yang senantiasa turun mengiringi ingar-bingar masyarakat Jakarta.
Kondisi langit yang tidak jelas itu mirip dengan kondisi karier Andy, Irfan, dan Rendy yang masih kelabu. Mereka adalah talenta yang berani mengambil keputusan tidak populer. Saat pemain lain ingin membela tim besar, mereka malah memilih membela tiga tim yang bisa dibilang terpinggirkan dari Jakarta.
ADVERTISEMENT
Beruntunglah bagi Persitara, Persija Barat, dan PSJS yang memiliki pemain semacam ini. Di zaman industri sepak bola sekarang ini, mereka mampu menemukan pemain-pemain yang main dengan senang hati, tanpa embel-embel uang. Para pemain yang ketika diberi kepercayaan, ingin membalas budi kepercayaan tersebut.
Namun, bukan berarti ketiga pemain itu abai dengan kondisi yang ada. Ketiganya berharap, kondisi Persitara, PSJS, dan Persija Barat menjadi lebih baik. Ucapan dari Irfan dan Andy bisa mewakili ungkapan hati para pemain yang mentas di tiga klub tersebut. Begini harapan mereka.
"Fasilitas itu perlu, karena menurut saya daya tarik klub untuk pemain, selain kesehatan finansial, mungkin fasilitasnya. Beberapa teman saya yang berasal dari luar, tertarik gabung di Persija Barat karena fasilitasnya. Persija Barat punya lapangan, Stadion Cendrawasih, itu sudah merupakan satu poin. Ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Persija Barat, dijadikan lebih baik lagi segala fasilitasnya, bukan lapangannya saja," ujar Irfan.
ADVERTISEMENT
"Kalau soal fasilitas, ya, ditingkatkan juga. Tugu, sih, untuk dipakai main di Liga 3, ya, enggak masalah. Tapi, ya, diperbaiki lagi lah. Pemain juga 'kan senang kalau fasilitasnya bagus," kata Andy.
====
*kumparanBOLA membahas cerita mengenai bagaimana caranya klub-klub marjinal di ibu kota bertahan hidup lewat kaca mata PSJS, Persitara, dan Persija Barat. Anda bisa mengikuti pembahasannya via topik 'Klub Marjinal Ibu Kota '.