Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
BRI Liga 1: Banyak Striker Lokal Mematikan, Tolong Klub Beri Kesempatan...
27 Februari 2022 17:34 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Masih teringat jelas di benak pencinta sepakbola nasional, ketika di era 2008, sang mutiara hitam Boaz Solossa tengah ranum-ranumnya. Selain itu masih ada nama Bambang Pamungkas hingga TA Musafri yang begitu menakutkan.
ADVERTISEMENT
Boaz menjadi top skorer kasta tertinggi Liga Indonesia dengan 28 gol, sejajar dengan bomber maut Persib Bandung, Christian El Locco Gonzales. Sementara Bepe-sapaan Bambang Pamungkas-berhasil melesakkan 18 gol semusim, bersaing dengan striker asing lainnya seperti Ngon A Djam hingga Beto Goncalves, rekan Boaz kala itu.
Mundur sedikit ke belakang ada nama-nama seperti Kurniawan ‘Kurus’ Dwi Yulianto, Ilham Jaya Kesuma, Budi ‘Phyton’ Sudarsono hingga Indriyanto ‘Nunung’ Nugroho yang menjadi predator ulang di kompetisi sepakbola Tanah Air.
Kehadiran para striker berkelas itu tentunya berujung pada tenangnya pelatih Timnas Indonesia. Mau pilih yang gesit dan bisa menusuk atau tipe penyerang klasik yang tak perlu banyak peluang bisa cetak gol? Semua ada.
Namun fenomena striker lokal yang ‘bergairah’ itu tak tampak di BRI Liga 1 2021/2022. Buktinya sederhana, top skorer sementara diisi nama-nama penyerang impor yang mencetak belasan gol.
Memang sang pemuncak pencetak gol terbanyak adalah Ilja Spasojevic dari Bali United yang kini berstatus ‘penyerang lokal’ dengan torehan 18 gol hingga pekan 27. Namun tetap saja, Spaso adalah Spaso, pesepakbola berdarah Eropa yang fisiknya tak seperti Bepe atau Boaz, dia tetap terhitung ‘pemain asing’.
ADVERTISEMENT
Di bawahnya ada nama-nama striker impor yang bahkan sebelumnya tak pernah bermain di Indonesia. Ada Youssef Ezejjari asal Spanyol dari Persik Kediri dengan 17 gol, lalu ada penyerang gimbal nan kekar Arema FC asal Portugal Carles Fortes (16 gol).
Lalu ada nama-nama striker asing lainnya menguntit di deretan El Cappocannoniere Liga Indonesia. Ada Marko Simic dari Persija dan Ciro Alves dari Tira Persikabo, di bawahnya persis bahkan ditempati bukan striker, gelandang Persebaya dari Jepang Taisei Marukawa dengan 14 gol.
Ke mana striker lokal?
Belum ada yang mencetak 2 digit gol. Paling mendekati adalah striker masa depan Merah Putih, Dimas Drajad dengan 9 gol. Di bawahnya persis ada penyerang veteran asal Persebaya Samsul Arif Munip dengan torehan 7 gol.
ADVERTISEMENT
Tentunya ini menjadi pertanyaan bagi pencinta sepakbola nasional, wa bil khusus pendukung setia Timnas Indonesia.
Merindukan Predator Lokal
Muara dari kompetisi adalah prestasi di Tim Nasional. Ketika di BRI Liga 1, striker lokal kurang bergairah tentu berdampak ke Timnas Indonesia.
Tak usah jauh-jauh. Kalau kita tengok di AFF akhir tahun lalu saja, terlihat sekali salah satu kekurangan Timnas di bawah Shin Tae Yong adalah di posisi depan.
Dedik Setiawan, KH Yudo, Hanis Saghara, dan Ezra Walian yang dipanggil tak bisa memenuhi ekspektasi. Hanya Ezra yang bisa mencetak gol, itu pun hanya sepasang.
Sisanya ‘mandul’. Justru sayap-sayap dan pemain tengah Garuda yang lebih subur. Ini menjadi persoalan.
Lantas apa masalahnya kita kekurangan striker tajam?
ADVERTISEMENT
Pengamat sepakbola nasional Akmal Marhali memberikan analisisnya. Masalah utamanya menurutnya adalah kurangnya kesempatan yang diberikan oleh klub.
“Klub, berpikir mereka punya gol getter tertajam, tidak memikirkan pembinaan. Mereka berpikir cari penyerang yang bisa cetak gol banyak untuk satu musim. Ini yang membuat kita krisis striker,” kata Akmal dalam wawancara singkat, Minggu (27/2).
Hal ini jelas menimbulkan masalah. Striker lokal pun jarang bermain, akibatnya kemampuan mereka pun pasti turun seiring minimnya jam terbang.
Akmal mengatakan, memang ada klub yang tetap memberikan kesempatan, meski minim. Namun mereka menempatkan pemain yang seharusnya berposisi striker di posisi sayap. Bukan pendulang gol ulung.
“Akhirnya striker kita beralih fungsi, tadinya gol getter jadi pemain sayap. Permasalahannya adalah tekanan di Liga 1 ini begitu tinggi sehingga striker lokal tidak terlalu terlihat,” ujar Akmal.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya kita punya striker top, ada Kurniawan, Bepe, Budi Sudarsono, Rocky Putiray, Miro Baldo Bento, Widodo Cahyono Putro dan sebagainya. Sekarang kan kita lihat striker kita kehilangan kesempatan karena posisi striker di klub diberi ke pemain asing,” jelas dia.
Spaso saat ini adalah striker asing pribumi yang sangat menonjol. Bahkan Beto Goncalves yang umurnya 41 tahun masih menjadi andalan di Madura, padahal di sana ada striker muda potensial seperti Ronaldo Kwateh.
“Alasannya sederhana, karena insting dan kemampuan mencetak golnya lebih tinggi,” ujar dia.
Menurut Akmal sebenarnya masih ada beberapa striker lokal yang jadi predator buas di depan gawang. Sebut saja Samsul Arif Munip hingga Boaz Solossa.
“Sekarang siapa striker lokal terbaik? Saya lihat ada 2, satu Boaz meski sekarang sudah kehilangan ketajamannya setelah keluar dari Persipura. Kedua ada Samsul Arif yang juga terkadang bukan pilihan pertama, sebab ada striker asing juga Arsenio Valpoort,: tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dari BRI Liga 1 demi Kejayaan Garuda
Sekali lagi, kekurangan predator ini berdampak ke Timnas Indonesia. Meskipun Akmal juga menduga ada persoalan lain di luar gempuran penyerang dari luar negeri.
“Top skor striker lokal ada pemain muda kita Dimas Drajad yang sayangnya belum pernah dipanggil Shin Tae Yong ke timnas. Malah Hanis Saghara yang dipanggil,” katanya.
“Jangan-jangan ini terjadi karena permintaan klub, Misalnya untuk Timnas nih pakai saja Hanis Saghara, Dimas Drajad masih kami butuhkan. Arema misalnya gue butuh Fortes, nggak papa deh dipanggil Dedik Setiawan dan KH Yudo. Ada bagi-bagi jatah inilah yang dikhawatirkan,” urainya.
Masih ada nama-nama striker lokal yang berpeluang menjadi predator buas asal diberi kesempatan. BRI Liga 1 punya segudang talenta itu.
Ada Dendi Sulistiawan (Bhayangkara FC), Ferinando Pahabol (Persipura), Lerby Eliandri (Bali United), M Ridwan dan Septian Bagaskara (Persik Kediri), hingga Ilham Udin Armaiyn (PSM).
ADVERTISEMENT
Nama-nama di atas secara kemampuan tak kalah dibanding penyerang impor. Pahabol punya ketenangan dan akurasi shooting yang lebih baik dari striker asing Persipura seperti Yeven Bokashvili atau Fergounzi.
Ilham Udin bahkan secara skill di atas striker asing PSM seperti Golgol Mebrahtu dan Anco Janssen.
Klub layak untuk mencoba dan memberikan mereka banyak kesempatan.
Di sisi lain, pemain juga harus mau terus bersaing dan bersemangat. Jangan langsung patah arang ketika tak dimainkan terus.
"Semua harus siap. Mau main sebagai pengganti, starting, fokus. Buktikan kalau kita mampu bersaing dengan pemain asing," kata penyerang gaek Persebaya Samsul Arif dalam diskusi di Depdagri JebreeetmediaTV.
Tentu BRI Liga 1 bisa menjadi jawaban atas persoalan ini. Kompetisi yang kompetitif dan ditonton jutaan penggemar sepakbola ini seharusnya menjadi jalan keluar.
ADVERTISEMENT
Klub-klub boleh profesional mengejar prestasi, tetapi jangan juga mengorbankan Timnas Indonesia.
Di sisa kompetisi rasanya pecinta Timnas dan Liga 1 masih punya harapan yang sama. 7 pertandingan terakhir masih bisa lahir striker-striker tajam.
Apalagi Timnas Indonesia akan menjumpai banyak agenda ke depannya. Kualifikasi Piala Asia 2023, Sea Games, bahkan Piala Dunia U-20 tahun depan. Jangan lupa, Indonesia juga menjadi tuan rumah.
Semua ingin Timnas Garuda Muda menunjukkan permainan yang berkelas. Juga lahir striker-striker lokal tajam nan memaikan. Jadi klub, tolong beri mereka kesempatan.