Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Tim penasihat hukum Joko Driyono menyerahkan duplik (tanggapan atas replik) kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019). Dalam duplik tersebut pengacara Jokdri—sapaan Joko Driyono—menolak replik JPU.
ADVERTISEMENT
Dalam repliknya, JPU membacakan bahwa Jokdri dianggap terbukti melanggar Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 sebagaimana dakwaan alternatif kedua subsider.
Namun, hal itu dibantah Mustofa Abidin—kuasa hukum Jokdri. Ia menilai replik (tanggapan atas pleidoi/pembelaan) jaksa penuntut umum (JPU) memaksakan makna dan unsur dalam Pasal 233 KUHP.
Mustofa melihat, JPU hanya fokus kepada perbuatan terdakwa yang memerintahkan saksi Muhammad Mardani Mogot (Dani) dan Mus Muliadi untuk masuk ke lokasi yang telah dipasang garis polisi tanpa izin.
“Semua bentuk perbuatan itu didahului dengan unsur kesengajaan. Artinya, kesengajaan tersebut harus meliputi semua bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang dalam pasal ini,” tutur Mustofa.
Menurut Mustofa, Jokdri tak melakukannya dengan sengaja. Pasalnya, mantan Ketua Umum PSSI itu tidak tahu batas garis polisi karena tidak mendapat informasi yang jelas. Barang-barang yang diamankan pun merupakan milik pribadi terdakwa, bukan berkaitan perkara dari laporan Lasmi Indaryani (pelapor kasus mafia bola).
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, Mustofa juga membantah konstruksi JPU dalam tuntutan kepada terdakwa. Sebelumnya, dalam replik JPU tertuang bahwa konstruksi kesengajaan Jokdri memasuki garis polisi tampak dari akses ke ruangan rahasia yang juga dimiliki Dani (menurut JPU sebagai kunci palsu).
Mantan Ketua Umum PSSI itu menyuruh Dani memasuki Rasuna Office Park (ROP) blok DO-07 melalui pintu rahasia itu untuk mengamankan barang pribadi. Padahal, Satgas Anti-Mafia Bola sudah menyegel seluruh ruangan ROP DO-07 meski tak memasang garis polisi di pintu rahasia tersebut.
“JPU mencampuradukkan antara pengertian kunci palsu dan perbuatan memasuki area yang telah digaris polisi. Menurut kami suatu kekeliruan ketika menyamakan pengertian kunci palsu sebagai suatu alat dengan memasuki area yang telah digaris polisi tanpa seizin atau pengetahuan penyidik,” tutur Mustofa.
ADVERTISEMENT
Mustofa juga kembali menekankan bahwa maksud terdakwa mengamankan barang-barang pribadi adalah murni kekhawatiran akan rusak, hilang, atau tercampur. Sama sekali tidak ada niat untuk merusak atau menghancurkan barang bukti.
Selain itu, kata Mustofa, semua fakta yang terungkap di persidangan tidak ada akibat dari perbuatan yang dilakukan terdakwa terhadap perkara lain, yakni perkara mafia bola di Banjarnegara. Bahkan, tidak ada sedikit pun kepentingan umum yang terganggu sebagai akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa.
Persidangan mantan Ketua Umum PSSI sudah menuju akhir. Pada Selasa (23/7/2019) agenda sidang ialah pembacaan putusan majelis hakim.