Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sebelum bola benar-benar berhasil direbut, Ardi Idrus tak akan mengendurkan pedal gasnya. Ia akan terus berlari sekencang mungkin dan sejauh mungkin dalam kondisi apapun, saat menghadapi siapapun.
ADVERTISEMENT
Simaklah ketika ia berduel dengan Riko Simanjuntak pada laga kontra Persija Jakarta musim lalu. Kendati sudah tertinggal cukup jauh, Ardi masih saja berlari. Ketika jarak kurang dari sejengkal, ia langsung melepaskan tekel yang dengan tepat mengenai bola.
Wasit tak meniup tanda terjadinya pelanggaran. Tekel Ardi bersih. Para suporter Persib Bandung, klub yang ia bela, lantas dengan kencang bertepuk tangan. Prok.. prok.. prok..
Maka tak heran bila saat pertama kali datang, namanya nyaris tak dikenal. Bahkan, besar kemungkinan sebelumnya tak ada yang tahu bahwa Ardi berposisi sebagai bek sayap kiri.
ADVERTISEMENT
Ardi, walau demikian, mampu menjawab keraguan yang mengarah kepadanya itu. Ia muncul dan mengenalkan diri sebagai bek sayap dengan kemampuan bertahan mumpuni.
Kebetulan, pelatih Persib saat itu adalah Mario Gomez, sosok yang memang mengedepankan aspek bertahan di tim mana pun yang ia latih. Dari sana bisa dipahami muasal perkembangannya tersebut.
Namun, ada satu hal mendasar yang tampak begitu buruk dalam diri Ardi. Itu adalah kemampuan menyerangnya. Tiap kali membantu kawan-kawannya di lini depan, Ardi tiba-tiba menjadi sosok yang tak berguna.
Ia bisa melewati lawan, jelas. Toh, Ardi juga memiliki kecepatan. Yang jadi soal, Ardi tak punya kemampuan mengumpan yang baik. Crossing-nya kerap mengarah ke bulan dan umpan tariknya jarang sekali tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Catatan akhirnya pada musim lalu jadi bukti paling jelas terkait hal tersebut. Dari 29 kali kesempatan tampil, yang artinya terhitung banyak, Ardi tak mampu mencatatkan sebiji assist pun. Hingga tibalah ia pada Liga 1 2019.
Kali ini, Ardi tak lagi berguru pada Gomez, melainkan dengan Robert Rene Alberts. Melihat rekam jejak sang meneer yang biasa menurunkan bek sayap dengan kemampuan menyerang mumpuni, ada kemungkinan Ardi tak akan dimainkan sesering sebelumnya.
Direkrutnya Zalnando dari Sriwijaya FC pada awal musim kian menguatkan indikasi tersebut. Tapi yang kemudian terjadi tidaklah demikian. Ardy masih menjadi tumpuan, sedangkan Zalnando lama berkutat dengan cedera.
Meski begitu, kemampuan Ardi kala menyerang mula-mula masih sama seperti sebelumnya. Di sisi lain, performa Persib di awal musim juga cenderung ambruk. Mereka cuma sekali menang dalam tujuh laga awal.
ADVERTISEMENT
Barulah ketika memasuki putaran kedua, saat performa Persib mulai membaik, kemampuan menyerang Ardi meningkat drastis. Puncaknya terjadi pada dua laga terakhir ketika ia dimainkan, yakni melawan Kalteng Putra dan PSIS Semarang.
Ardi masing-masing mencetak satu assist pada dua laga tersebut. Yang menarik, dua-duanya dicatatkan dengan cara yang amat luar biasa.
Assist-nya saat melawan Kalteng Putra untuk gol yang dicetak Kevin van Kippersluis dibukukan dengan kaki kanan bagian luar. Adapun kala menghadapi PSIS, ia memberi assist untuk gol Ezechiel N'Douassel lewat sebuah bola lob dari tengah lapangan.
Lalu, apa yang sebenarnya membuat kemampuan menyerang Ardi meningkat drastis seperti ini?
Salah satu jawabannya adalah keberadaan Alberts. Berkebalikan dengan Gomez, pelatih asal Belanda itu adalah pelatih yang lebih ofensif dan banyak menguasai bola. Maka, mau tak mau Ardi mesti berkembang sekaligus menyesuaikan diri dengan keinginan sang pelatih.
ADVERTISEMENT
Untungnya, Ardi punya satu dasar yang paling penting bagi pesepakbola, yakni keinginan dan kemampuannya untuk belajar dengan cepat. Bukti nyatanya adalah betapa fasihnya ia menerjemahkan segala keinginan Gomez di musim pertamanya bersama Persib.
kumparanBOLA pada 2018 lalu sempat mewawancarai Ardi terkait hal ini. Saat itu ia menyatakan bahwa Gomez memang memintanya untuk lebih banyak bertahan. Itulah yang kemudian ia lakukan. Sesederhana itu.
Hal serupa juga berlaku musim ini. Jika bersama Gomez adalah banyak hal terkait aksi defensif, bersama Alberts, ia menyerap banyak ilmu terkait aspek-aspek menyerang. Menariknya, ini semua seakan ia khatamkan dalam sekejap.
Tentu saja perkara teknis, seperti katakanlah crossing atau semacamnya, memegang peran penting. Tapi yang kemudian paling mencolok dalam diri Ardi, yang kemungkinan efek keberadaan Alberts, adalah pembacaannya terhadap momen.
ADVERTISEMENT
Di bawah Alberts, terutama pada putaran kedua, Ardy tahu di momen seperti apa harus berlari ke depan. Ia juga tahu kapan harus melepaskan umpan dengan cepat menuju pertahanan lawan dan ini cukup sering terlihat.
Dua assist-nya pada laga melawan Kalteng dan PSIS tadi, yang semuanya dilepaskan dengan cepat dari tengah lapangan, jadi sedikit bukti. Secara keseluruhan, sudah empat assist yang dicatatkan Ardi --salah satu yang tertinggi bagi seorang bek di Liga 1.
Yang menarik, meningkatnya aspek menyerang tak lantas mereduksi kemampuan bertahannya. Ia jadi salah satu sosok yang berperan penting terhadap capaian Persib yang cuma bobol sekali dalam lima pertandingan terakhir.
Hal-hal demikian pada akhirnya membuat nama Ardi kian melambung. Tak hanya bagi Bobotoh, tetapi juga pencinta sepak bola secara umum. Baru-baru ini namanya bahkan terpilih untuk memperkuat Timnas Indonesia pada Pra-Piala Dunia 2022.
ADVERTISEMENT
Namun, Ardi jelas belum ingin berhenti. Pedal gasnya tak akan pernah mengendur sebelum ia benar-benar berada di titik tertinggi, seperti saat ia berlari kencang mengejar para lawan sebelum bola berhasil ia kuasai.
Gas terus, Ardi Idrus !