Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Juara Premier League, Cara Dele Alli Mengobati Luka
5 Januari 2017 15:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Adam Lallana tertangkap kamera tengah duduk termangu di bangku pemain cadangan Tim Nasional (Timnas) Inggris. Dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa gelandang Liverpool ini gundah gulana ketika hanya ditaruh oleh Roy Hodgson di daftar pemain cadangan. Kejadian itu terekam saat The Three Lions berhadapan dengan Prancis pada 17 November 2015.
ADVERTISEMENT
Hodgson sadar betul Lallana galau berat karena kebijakannya itu. Akan tetapi, ada satu hal yang membuat Hodgson percaya bahwa menaruh Lallana di bench adalah sebuah keputusan tepat. Intuisi Hodgson berkata bahwa ada hal yang harus dilakukan hari itu yakni dengan memulai pertandingan dengan memainkan seorang Bamidele Jermaine Alli--pemuda 19 tahun yang baru menjalani debut untuk tim senior sebulan sebelumnya.
Intuisi Hodgson terbukti akurat. Memasuki menit ke-39, Alli menciptakan gol spektakuler. Menerima umpan dari Wayne Rooney di sisi kiri pertahanan Prancis, Alli melepaskan sebuah tembakan kencang ke arah kanan atas yang tidak mampu dihalau oleh rekan setimnya di Tottenham Hotspur, Hugo Lloris.
Alli langsung melakukan selebrasi khas-nya. Berlari ke pojok lapangan yang diakhiri dengan sebuah gerakan memerosotkan tubuh. Tidak lama, rekan-rekan setimnya, seperti Kieran Gibbs dan Raheem Sterling menyusul berlari ke arahnya. Selebrasi yang sesuai dengan makna dari gol debutnya.
ADVERTISEMENT
Gol Alli bukanlah kebetulan semata. Proses panjang nan berliku harus dilaluinya. Satu hal yang pasti dibalik golnya yaitu tersimpan air mata dan kerja keras dari Denise, ibunya, yang harus membesarkan Alli seorang diri.
“Rasanya dulu begitu sulit,” ucap Denise dilansir The Telegraph. “Saya memiliki empat anak, termasuk Alli, dari empat ayah yang berbeda dan tidak ada (hubungan dengan empat pria tersebut) yang berlangsung hingga saat ini. Saya membesarkan anak-anak sendirian. Kami hanya tinggal di rumah dengan tiga ruangan. Hidup kami saat itu benar-benar sulit,” sambungnya.
Ayah Alli, Kenny Alli, pergi ke Amerika Serikat ketika Alli baru berusia satu minggu. Beratnya himpitan hidup kemudian membuat Denise lari ke alkohol. Kecanduannya semakin menjadi dan berdampak buruk terhadap keberlangsungan hidup Alli. Denise pun enggan mengurus Alli dan ketiga saudara kandungnya seraya menyuruh mereka untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi itu, hidup Alli berjalan sesukanya. Di sekolah, dia kerap terlibat masalah. Di jalanan apalagi. Akan tetapi, perlahan Alli mulai menemukan fakta bahwa sepak bola adalah jalan hidup yang cocok baginya. Dan, di lorong-lorong di kota Milton Keynes, Buckinghamshire, menjadi saksi bisu dimulainya perjalanan hidup Alli. Di situ, Alli kecil melatih kemampuan olah bolanya.
Meski demikian, perjuangan Alli untuk masuk ke akademi tak berjalan mulus. Ketika rata-rata usia pemain akademi memulai petualangannya pada usia 5 tahun, Alli baru memulainya bersama akademi MK Dons pada usia 11 tahun.
Namun, Mike Dove selaku kepala akademi MK Dons langsung menaruh minat begitu melihat aksi Alli. Atletis, cepat dan kuat menjadi daya tarik Alli. Dibandingkan dengan pemain seusianya, lanjut Dove, Alli tentu terlihat sangat menonjol. Itu terbukti ketika Alli kemudian memecahkan rekor klub untuk waktu lari cepat dan jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Cerita lainnya terdengar dari pelatih MK Dons Karl Robinson yang mengingat benar aksi Alli saat sedang mengikuti sesi latihan. Ketika itu, Robinson tengah melatih strategi sepak pojok dan meminta Alli untuk berlari ke tiang dekat untuk menyambut bola dengan sundulannya. Akan tetapi, bola datang terlalu rendah untuk disundul. Tak kehahisan akal, Alli langsung menyambar bola masuk ke gawang menggunakan tumitnya.
“Dia lalu merayakan gol itu dengan melepehkan permet karet, kemudian men-juggling dari lutut kanan ke lutut kiri, lalu turun ke kaki sebelum menendangnya ke udara dan ditangkap dengan mulutnya lagi. Dia kemudian tersenyum. Saat itu, Alli baru berusia 16 tahun,” kenang Robinson.
Kemampuan Alli pun terus berkembang cepat. Kecepatan, step over, putaran Cruyff, dan macam-macam gaya individual sukses dipertontonkannya. Satu hal yang diingat oleh Dove, hal pertama yang dilakukan Alli ketika melakoni debut untuk MK Dons pada 2012 adalah umpan backheel.
ADVERTISEMENT
Penyerang Lubang
Dengan semua yang ditunjukkan oleh Alli di MK Dons, sangat masuk akal ketika Tottenham Hotspur berani membayar Alli dengan nominal yang tidak kecil. Lima juta pounds ditambah peminjaman setengah musim pada Januari 2015 dikeluarkan oleh Spurs demi mendapatkan pemain berposisi gelandang ini yang juga diincar banyak klub Premier League.
Musim 2015/16 menjadi masa perdana Alli di Spurs. Dia menjalani debut ketika kalah melawan Manchester United 0-1 di Old Trafford. Tak butuh lama, hanya dua pekan setelah melakoni debutnya, Alli mencetak gol perdananya bagi “The Lyliwhites”. Gol tersebut lantas membuka lebar-lebar pintu karier Alli. Karena setelahnya, dia selalu menjadi pilihan utama di daftar pemain pembuka.
Setahun sudah Alli berjibaku di Spurs. Kegagalan Spurs menjadi juara pada musim lalu membuat Alli berani memasang target untuk mewujudkannya di musim ini. Penyebabnya, Alli kini bermain di posisi terbaiknya: sebagai penyerang lubang.
ADVERTISEMENT
Keputusan pelatih Spurs Mauricio Pochettino menaruh Alli di posisi tersebut terbukti jitu. Statistik permainan Alli pun meningkat. Jika musim lalu Alli hanya membuat 2,2 percobaan dan 0,9 dribel per pertandingan, musim ini dia mampu mencatatkan 2,7 percobaan dan 1,3 dribel per pertandingannya. Bandingkan pula dengan catatan bertahan Alli yaitu 1,4 tekel, 0,3 intersep dan 1,4 pelanggaran per laga--cenderung menurun daripada musim lalu dengan 2,2 tekel, 1,8 intersep dan 1,5 pelanggaran per pertandingannya.
Selain statistik, ada satu hal lagi yang berubah darinya, penggunaan nama di punggung. Ya, Alli kini tak lagi menggunakan nama “Alli” di punggungnya. Itu karena dia merasa tidak memiliki hubungan dengan kata “Alli”--sang ayah Keny Alli.
“Saya menginginkan nama pada pakaian ini yang menggambarkan siapa saya. Saya merasa, saya tidak memiliki hubungan dengan nama Alli. Keputusan ini saya ambil bukan tanpa pembicaraan. Saya mengambil keputusan ini setelah berbicara dengan keluarga dekat,” ujar Alli dilansir oleh SkySports.
ADVERTISEMENT
Luka Alli terhadap sang ayah memang belum mengering. Penderitaan yang dirasakannya begitu mendalam. Namun, kini Alli telah mengetahui bagaimana dia bisa menyembuhkan luka tersebut: mengantarkan Spurs menjadi juara Premier League musim 2016/2017.
Jalan masih jauh, memang. Tapi, ada awal yang bagus menuju ke sana: kemenangan atas pemuncak klasemen, Chelsea, di White Hart Lane, Kamis (5/1/2017) dini hari WIB. Spurs menang 2-0 dan, coba tebak, siapa yang mencetak kedua gol mereka?