Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Ali Al-Habsi, Kiper Muslim Top yang Pernah Jadi Pegawai Pemadam Kebakaran
19 April 2021 14:58 WIB
ADVERTISEMENT
Kendati bukan di klub besar, ada seorang kiper muslim dari Oman yang sanggup bertahan 15 tahun di Eropa. Dia adalah Ali Al-Habsi. Tak banyak yang tahu, sang penjaga gawang ternyata pernah bekerja sebagai pemadam kebakaran.
ADVERTISEMENT
Al-Habsi bukan nama yang populer di Asia layaknya Hidetoshi Nakata, Sunsuke Nakamura, Ali Daei, Son Heung-min, Park Ji-sung, atau Keisuke Honda. Dia juga bukan pemain dari negara besar sepak bola di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, China, atau Iran.
Namun, untuk urusan bermain sepak bola di Eropa, Al-Habsi layak mendapatkan acungan dua jempol. Pria yang baru pensiun pada akhir musim 2019/20 itu pantas dijadikan panutan untuk banyak pemain muda dari Asia yang bermimpi bermain di Benua Biru.
Di usia 22 tahun, Al-Habsi datang ke Eropa untuk mencoba peruntungan sebagai pesepak bola profesional. Pada 2003, dia bermain di Norwegia bersama Lyn Oslo. Kiper berpostur 193 cm tersebut bergabung dari klub lokal di kampung halamannya, Al-Nasr.
ADVERTISEMENT
Sebagai anak muda yang sama sekali buta dengan kultur Skandinavia, mental Al-Habsi sangat bagus. Selama 3 musim bermain di Liga Norwegia itu, pria kelahiran 30 Desember 1981 tersebut bermain pada 62 pertandingan atau total 73 kali pada semua ajang. Dia sempat membantu Lyn menjadi runner-up Liga Norwegia 2004.
Berkat penampilan gemilang di Lyn, Al-Habsi mendapatkan tawaran bermain di Inggris bersama Bolton Wanderers. Namun, transfer pada Januari 2006 itu disorot dalam laporan penyelidikan pada Juni 2007.
Laporan tersebut menyatakan keprihatinan karena konflik kepentingan yang jelas antara agen Al-Habsi, Craig Allardyce, dengan ayahnya, Sam Allardyce, pelatih Bolton saat itu.
Sayang, Al-Habsi kurang bersinar di Reebok Stadium. Dia sama sekali tidak bermain pada musim pertama. Debutnya baru hadir pada 2007/08. Jika ditotal, dia hanya merumput 10 kali di Premier League selama 4 musim.
ADVERTISEMENT
Sadar tidak akan berkembang di Bolton, Al-Habsi meminta dipinjamkan ke Wigan Athletic selama satu musim pada 2010/11. Tim pelatih dan manajemen Wigan ternyata puas dengan performa kiper berkepala plontos itu. Statusnya pun dipermanenkan The Latics dengan transfer 4 juta pounds.
Ternyata, keputusan Al-Habsi tidak salah. Bersama Wigan, dia mulai dikenal secara luas ke seantero dunia. Al-Habsi membuktikan dirinya sebagai penghalau penalti yang hebat di Inggris.
Al-Habsi menyelamatkan sekitar 50 persen dari semua penalti yang dihadapi sejak bergabung dengan Wigan. Korban-korbannya termasuk Robin van Persie, Carlos Tevez, Javier Chicharito Hernandez, hingga Mikel Arteta.
Al-Habsi semakin dipuja saat membantu Wigan mendapatkan Piala FA 2012/13. Saat itu, The latics secara mengejutkan mampu mengalahkan Manchester City 1-0 di Wembley. Itu satu-satunya gelar Al-Habsi di Inggris.
Dari Wigan, Al-Habsi sempat bermain untuk Brighton and Hove Albion dengan status pinjaman sebelum akhirnya membela Reading selama 2 musim. Pada 2017-2019, Al-Habsi sempat membela Al-Hilal. Hasilnya, gelar juara Liga Arab Saudi 2017/18 dan Piala Super Arab Saudi 2018.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, ketika bermain di Al-Hilal, Al-Habsi sudah memikirkan pensiun. Namun, ada tawaran datang lagi dari Inggris, yaitu West Bromwich Albion. Meski hanya akan menjadi cadangan, dia bersedia bermain di Championship Division selama 1 musim.
"Saya punya banyak memori indah di Inggris. Tempat ini selalu mengoda hati saya untuk kembali. Saya selalu mengatakan ingin bermain di Inggris hingga pensiun. Kini, saya kembali. Apakah saya akan bermain sampai pensiun? Saya tidak tahu. Kita lihat saja nanti di akhir kontrak saya,” ungkap Al-Habsi, dikutip dari Muscat Daily.
Pernyataan Al-Habsi benar-benar dibuktikan. Di akhir musim 2019/20 dia pensiun sebagai pemain West Brom. Keputusan itu disesalkan warga Oman karena Al-Habsi adalah pemain terbaik yang pernah dilahirkan negara itu.
ADVERTISEMENT
"Setelah bertahun-tahun saya mendapat kehormatan mewakili sejumlah klub, hari ini (21 Agustus 2020) saya mengumumkan akhir karier saya sebagai pemain sepak bola. Saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua orang yang telah mendukung saya sepanjang karier saya. Saya ingin melanjutkan pelayanan saya yang berkelanjutan ke negara saya dari lokasi lain," ungkap Al-Habsi, dikutip dari Wigan Today.
Setelah pensiun, Al-Habsi tidak ingin berkarier di sepak bola. Dia ingin mewujudkan cita-citanya di masa muda untuk menjadi penyelamat. Di Oman, Al-Habsi mendirikan organisasi sosial bertajuk "Safety First". Itu adalah LSM yang bertujuan untuk membantu dan mengurangi angka kecelakaan jalan raya di Oman yang tinggi.
Dasar pemikiran Al-Habsi sangat sederhana dan unik. Sebelum bermain sepak bola profesional, dia adalah petugas pemadam kebakaran di Seeb International Airport, Muscat. Saat itu, dia baru lulus SMA. Sambil bermain sepak bola, Ali Al-Habsi menjadi petugas pemadan kebakaran.
ADVERTISEMENT
“Menjadi petugas pemadam kebakaran membantu saya tenang, fokus, dan bekerja dengan aman. Itulah yang menjadi pegangan saya ketika bermain sebagai kiper. Di bawah mistar gawang, anda harus tenang, terkontrol, dan tidak emosional. Kiper yang baik adalah yang bisa mengendalikan situasi," imbuh Al-Habsi.
Menurut catatan Transfermarkt, Al-Habsi telah melakoni 378 pertandingan di sepanjang kariernya pada level klub. Ia pun berhasil mengemas 104 clean sheet. Adapun bersama timnas Oman, sang kiper tampil sebanyak 136 laga.
Omong-omong, Ali Al-Habsi boleh jadi tak asing di telinga orang Indonesia. Pada Januari 2010, ia membela Oman melawan 'Tim Merah Putih' di Jakarta dalam Kualifikasi Piala Asia 2011. Kala itu, terjadi aksi pitch invasion bersejarah yang dilakukan Hendri Mulyadi dan ia sukses menangkap sepakan yang dilepas sang suporter .
ADVERTISEMENT
****