Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kami semua meremehkannya, termasuk diriku. Aku bilang pada diriku sendiri bahwa itu cuma flu biasa. Makanya aku tetap bepergian, pergi ke restoran, bertemu teman-temanku. Kami tidak tahu seberapa besar bahayanya. Kami baru sadar akan hal tersebut ketika jumlah kasusnya sudah besar," tutur Gosens dalam wawancara dengan La Gazzetta dello Sport.
Gosens mengaku baru merasa takut terhadap bahaya virus corona setelah mengetahui bahwa Lombardia adalah pusat penyebaran di Italia. Bergamo yang merupakan kota asal Atalanta berada di region tersebut.
Setelah rasa takut itu muncul, barulah Gosens mulai mempertanyakan keputusan menggelar pertandingan Liga Champions menghadapi Valencia di Mestalla. Laga itu sendiri digelar tanpa penonton tetapi di luar stadion para pendukung Los Che berkumpul untuk memberikan dukungan.
"Aku mulai merasa takut ketika mereka menjelaskan bahwa Lombardia adalah pusat segalanya, bahwa tidak ada daerah di Eropa dengan jumlah kasus sebanyak ini. Sejak itu aku merasa berada dalam bahaya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Itulah mengapa, aku bingung kenapa mereka membiarkan kami bermain tanpa penonton, sementara orang-orang berkumpul di luar stadion? Itu tidak masuk akal, menurutku."
"Sulit untuk berkonsentrasi pada pertandingan tersebut. Namun, kami tetap memberikan yang terbaik dan akhirnya berhasil menuliskan cerita indah. Karena itu kami bisa membuat orang-orang di kota kami tersenyum. Meski hanya dua jam, mereka bisa berbahagia," lanjut Gosens.
Tak lama setelah pertandingan tersebut, lima personel Valencia dinyatakan positif terinfeksi virus corona, termasuk dua pemain yang bermain menghadapi Atalanta, Eliaquim Mangala dan Jose Gaya.
Atalanta pun segera memerintahkan semua pemainnya untuk menjalani isolasi dan itulah yang kini dilakukan Gosens. Di tengah isolasi inilah ketakutan Gosens makin menjadi, terutama karena dirinya melihat kehidupan di Bergamo mati suri.
"Kolom obituari di Eco di Bergamo semakin hari semakin tebal saja dan itu membuatku takut. Aku berpikir bahwa Rabea, tunanganku, mesti segera kembali ke Jerman. Akan tetapi, dia tetap ingin bertahan di sini bersamaku," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Ketakutan tidak hanya terasa di Bergamo, yang saat ini jadi seperti kota hantu, tetapi juga di daerah sekitar. Aku sendiri sekarang sedang menjalani isolasi tetapi akan selalu siap untuk berlatih maupun bertanding," tambah Gosens.
Terlepas dari itu, ada satu hal indah yang dilihat Gosens dari sini. Yakni, rasa solidaritas yang muncul di masyarakat. "Dari sini, hal terbaik dari Italia muncul. Keberanian dan solidaritas orang-orang terlihat jelas di sini," katanya.
"Semua orang merasa mencintai hidup di situasi seperti ini. Aku membaca soal bagaimana orang-orang melangkah ke balkon untuk memberi aplaus kepada dokter dan perawat. Aku merasa tersentuh," tutup Gosens.