Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Bukan Wayne Rooney atau Zlatan Ibrahimovic yang diharapkan oleh pendukung Manchester United di final Liga Europa, melainkan seorang pemain muda 19 tahun bernama Marcus Rashford.
ADVERTISEMENT
Harapan yang dibebankan di pundak Rashford memang cukup wajar. Minus Ibrahimovic yang mengalami cedera dan Wayne Rooney yang tak lagi menakutkan di depan gawang lawan, Rashford-lah tumpuan utama United di lini depan.
Sempat tak mendapatkan kesempatan tampil saat Ibrahimovic datang, Rashford mampu membuktikan diri. Jelang laga terakhir United di Liga Europa musim ini, hanya Paul Pogba yang mampu menandingi jumlah penampilannya di semua kompetisi dengan 50 kali dimainkan.
Apa yang ditampilkan oleh Rashford saat ini mungkin tidak akan terjadi jika nasibnya berubah saat Louis van Gaal menakhodai United. Kebijakan van Gaal soal memberikan waktu kepada pemain muda, tentu menguntungkan Rashford yang saat itu masih berada di akademi dan mengenyam pendidikan di sekolah Ashton on Mersey, Sale, Greater Manchester.
ADVERTISEMENT
Nasib akhirnya membawa Rashford ke jalan yang tak pernah dia sangka. Menghadapi FC Midtjylland dalam leg II babak 32 besar Liga Europa, 25 Februari 2016, Rashford akhirnya tahu rasanya menginjakkan kaki di Old Trafford sejak menit pertama.
Cederanya Anthony Martial saat melakukan peregangan sebelum pertandingan jadi ihwalnya. Rashford, yang semestinya hanya duduk di bangku cadangan Old Trafford, akhirnya mendapat kesempatan bermain.
Meski bermain tak memuaskan pada babak pertama, Rashford tampil ciamik saat laga memasuki paruh kedua. Dua golnya pada menit ke-63 serta 75’ saat melawan wakil Denmark tersebut, melengkapi kemenangan United menjadi 5-1 sekaligus membuat mereka lolos ke babak 16 besar.
Berselang beberapa hari, Rashford kembali membuat kejutan saat menjebol gawang Petr Cech dua kali hanya dalam tempo 30 menit saja. Aksi-aksi Rashford yang dilakukan dalam waktu kurang dari seminggu ini pun menjadi penanda bahwa pemuda berbakat telah kembali dilahirkan oleh Inggris.
ADVERTISEMENT
Hal manis yang mewarnai debutnya bersama United, membuat Rashford jadi penyerang paling diperhitungkan jelang berakhirnya musim lalu. Dia tak lagi pemain yang menunggu giliran bermain, tetapi sudah pasti menjadi yang pertama untuk diharapkan berada di lapangan.
Di balik mulusnya karier Rashford setelah itu, ada catatan tak beruntung yang mewarnai jalannya. Kedatangan Ibrahimovic per awal musim ini, membuat Rashford terpinggirkan. Apesnya lagi, Ibrahimovic selalu tampil apik ketika dipercaya tampil.
Dengan kenyataan tersebut, Rashford mau tak mau harus menerima nasib untuk digeser. Beruntung bagi bocah yang memulai karier sepak bola di akademi Fletcher Moss Rangers ini, Ibrahimovic mengalami cedera saat United berhadapan dengan Anderlecht, pada leg II Liga Europa.
Cederanya Ibrahimovic menjadi berkah bagi Rashford. Kesempatan menjadi starter kembali didapatkannya. Mourinho pun tak salah mematenkannya sebagai starter sebelum liga berakhir, karena dia beberapa kali tampil sebagai penyelamat.
ADVERTISEMENT
Pilihan Mourinho untuk memainkan Rashford tak salah. 11 gol berhasil dibukukan oleh pemain yang mengenakan nomor punggung 19 ini. Kendati jumlahnya tak sebanyak Ibrahimovic, angka tersebut seakan cukup membuktikan bahwa penampilannya tak menurun ketimbang musim lalu.
Rashford membuktikan bahwa selain apik dimainkan sebagai penyerang sayap, ia juga bisa bermain sebagai penyerang tengah. Malah, jika dia dimainkan sebagai penyerang tengah, lini depan United terbilang lebih cair ketimbang ketika Ibrahimovic bermain di posisi tersebut.
Jika Ibrahimovic bermain di pos tersebut, biasanya seluruh bola yang diarahkan ke depan akan terpusat kepadanya. Lain cerita jika Rashford yang bermain sebagai penyerang tengah. Perpindahan posisi ketiga pemain depan United lebih lugas.
Rashford biasanya tidak hanya diam di dalam kotak penalti lawan. Sesekali, dia akan bergerak ke samping untuk memancing lawan. Biasanya, ruang yang ditinggalkan oleh lawan yang tertarik oleh Rashford itu bisa dieksploitasi oleh Henrikh Mkhitaryan, Jesse Lingard atau siapapun penyerang sayap lainnya yang dimainkan.
ADVERTISEMENT
Namun, jika diperlukan, Rashford sendiri yang akan menjadi penyelesai peluang. Toh, dia punya kemampuan untuk itu. Dan ini tidak hanya berasal dari open play saja. Ingat gol tendangan bebasnya ke gawang Celta Vigo? Nah, Rashford menunjukkan kalau dia punya teknik mumpuni mengeksekusi bola-bola mati.
Jelang partai final Liga Europa, menghadapi Ajax Amsterdam, Kamis (25/5) dini hari WIB, Rashford kemungkinan besar bakal kembali dimainkan. Rashford memang bukan (atau belum jadi) pemain besar, tetapi dia bisa jika diberi kesempatan. Siapa tahu, ada kejutan lain yang bisa dia tampilkan.