Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Semua sepakat, sepak bola Eropa begitu seksi. Kemampuan ciamik olah bola dari pemain-pemain top dunia semakin indah dengan latar belakang stadion modern nan megah. Jadilah, sepak bola di Benua Biru begitu memanjakan mata para penikmatnya.
ADVERTISEMENT
Nama-nama keren macam Real Madrid, Juventus, Manchester United maupun Barcelona sahih menjadi rujukan. Memiliki infrastruktur mumpuni, prestasi pun mengalir. Tak hanya stadion, klub-klub raksasa Eropa juga melengkapi dirinya dengan lapangan latihan berstandar FIFA serta kantor manajemen layaknya perusahaan bonafide
Lantas, bagaimana dengan kondisi klub di Tanah Air?
Oke, mari menghela napas sejenak. Membandingkan sepak bola Indonesia dengan Eropa bak kerak bumi dengan langit. Kejauhan. Karena, kalau bicara infrastruktur, tak lepas pula dari kondisi perekonomian suatu negara.
Namun, dalam sepak bola, setiap benua memiliki standarisasi masing-masing perihal stadion dan fasilitas penunjangnya. Di benua Asia terdapat Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) yang memegang kendali. Klub-klub Indonesia pun bisa memakai rujukan yang dikeluarkan oleh AFC untuk membangun stadion dan lapangan latihan.
ADVERTISEMENT
Pada musim 2018, ada 10 klub Indonesia yang berhasil meraih lisensi AFC. Mereka adalah Arema FC, Persib Bandung, dan Persija Jakarta, Bali United, Persipura Jayapura, Borneo FC, Bhayangkara FC, PSM Makassar, Madura United, dan Barito Putera.
10 klub Liga 1 itu dinilai memenuhi kriteria AFC terkait klub profesional yang berjumlah sebanyak 33 item, mulai dari fasilitas, keuangan sampai pembinaan usia muda. Sebagai ganjarannya, jika lolos, ke-10 klub itu bisa mentas di Liga Champions Asia atau AFC Cup.
Satu dari 10 klub itu adalah Persija. Sang jawara Liga 1 2018 itu telah dua kali tampil beruntun di ajang AFC Cup--turnamen level kedua di Asia. Bicara stadion, 'Macan Kemayoran' boleh jadi berbangga karena mereka bisa memakai Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), sementara lapangan latihan sudah tersedia di Lapangan ABC Komplek SUGBK.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik kemewahan yang didapatkan Persija, ada cerita soal mereka yang terpinggirkan. Sementara Persija mampu bermegah-megah memakai SUGBK--dengan biaya sewa Rp 450 juta sekali pemakaian--tiga klub Ibu Kota lainnya, yakni PSJS Jakarta Selatan, Persija Barat, dan Persitara Jakarta Utara, berkutat dengan kesemenjanaan.
kumparanBOLA menyambangi ketiga home base dari ketiga klub tersebut. Kami mencoba melihat langsung kondisi fasilitas yang mereka sewa selama ini. Benarkah PSJS, Persija Barat, dan Persitara tak ubahnya seperti anak tiri di rumah sendiri?
Stadion Gagak Hitam (PSJS Jakarta Selatan)
Di bawah balutan langit Pesanggrahan yang mendung, kami menginjakkan kaki di Stadion Gagak Hitam yang terletak di dalam Komplek Batalyon Arhanud 10/Gagak Hitam di Jalan Kodam Bintaro, Jakarta Selatan. Itulah alasan di balik nama Gagak Hitam yang melekat di stadion ini.
ADVERTISEMENT
Sempat terbersit kesan seram karena sebelum masuk ke stadion, ada beberapa petugas yang berjaga. Maklum, wilayah militer. Pengamanannya memang ketat, tetapi akhirnya kami bisa masuk.
Jika ditelisik, secara umum, fasilitas penunjang stadion ini sudah cukup bagus. Di dalamnya ada mushola, toilet, ruang ganti, dan ruang manajer. Selain itu, lapangan ini juga dilengkapi dengan lapangan basket dan futsal serta alat-alat olahraga macam alat pull-up dan sit-up.
Selain itu, secara infrastruktur, lapangan ini juga bisa dibilang cukup untuk menggelar laga sekelas Liga 3 atau Liga 2. Tribune sudah ada (kapasitas sekira 500 sampai 700). Lampu penerangan sudah terpasang. Papan skor juga tidak lagi manual, melainkan sudah memakai papan elektronik.
ADVERTISEMENT
Intinya, secara lapangan, Gagak Hitam yang diurus langsung oleh Kodam Bintaro ini memang bisa dibilang layak untuk menggelar pertandingan skala mini. Akan tetapi, untuk pertandingan skala nasional, masih banyak yang harus dibenahi tentunya.
Salah satunya adalah ruang ganti pemain, yang terlihat tidak terurus karena merangkap gudang. Untuk toilet sudah tersedia empat kamar, airnya juga masih menyala, tetapi masih banyak debu di dalamnya. Pada sore hari, jika cuaca cerah, stadion ini ramai oleh orang-orang yang sekadar jogging atau main bola setengah lapangan.
Pemakaian Stadion Gagak Hitam selama ini memakai sistem sewa, tak terkecuali bagi PSJS. Akan tetapi, pihak PSJS pun seperti mau tak mau menyewa stadion tersebut karena kondisinya yang dinilai tak layak. Mereka juga seakan terjebak dalam kegundahan karena di Wilayah Administrasi Jakarta Selatan tak ada lapangan dengan fasilitas memadai.
ADVERTISEMENT
"Gagak Hitam itu hitungannya bukan stadion, mini stadium juga bukan. Lapangan saja. Kondisinya kayak gitu lagi. Kalau jadi pihak perusahaan, saya ya, mikir mau kasih sponsor. Placement (penempatan) saya mau taruh di mana? Enggak ada tempat buat iklan, board-board buat iklan enggak ada," ujar CEO PSJS Jakarta Selatan, Try Joko Susilo, ketika berbincang dengan kumparanBOLA.
"Saya ini 'kan sudah keliling-keliling stadion di luar negeri, jadi saya lihat lapangan-lapangan kampung di Inggris. Enggak usah kita bicara Etihad (stadion Manchester City) atau Emirates (stadion Arsenal). Stadion di kampung saja di sana, ada space buat iklan. Lapangannya oke. Terawat. Kalau lapangan sini? Lapangan kami? Padahal (Jakarta) Selatan ini masih beririsan dengan pusat, lho. Lucu enggak ada lapangan memadai. Kalah sama Timur atau Utara," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Seperti memakan buah simalakama, PSJS sejatinya enggan menggunakan Stadion Gagak Hitam, tetapi mereka juga tak memiliki opsi lain karena tak ada lagi lapangan memadai di Jakarta Selatan.
Stadion Gelora Cendrawasih (Persija Barat)
Beralih ke Barat, ada Stadion Gelora Cendrawasih yang terletak di Cengkareng, Jakarta Barat. Stadion yang kerap djadikan tempat mentas oleh Persija Barat FC ini terletak di Jalan Cendrawasih Raya. Letaknya juga tak jauh dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Bicara soal keseluruhan fasilitas, kondisi Stadion Gelora Cendrawasih masih 11-12 alias tak berbeda jauh dengan Lapangan Gagak Hitam yakni layak untuk menggelar Liga 3 yang berstatus amatir. Sedangkan, untuk laga sekaliber Liga 1, diperlukan pembenahan besar yang dapat dilakukan oleh Asosiasi Kota (Askot) PSSI DKI Jakarta Barat maupun Dinas Pemuda dan Olahraga (Disorda) Jakarta Barat selaku pengelola.
ADVERTISEMENT
Dari segi infrastruktur, stadion ini memang sudah memiliki lampu yang terpasang di empat penjuru stadion. Selain itu, tribune dengan kapasitas sekitar 500 orang juga berdiri di sisi barat stadion.
Dilengkapi trek lari, stadion ini juga memiliki rumput lapangan yang cukup layak untuk berlaga di Liga 3, meski terlihat jelas kondisi permukaan tanah tak rata. Tak hanya itu, bangku cadangan jug telah tersedia dengan kapasitas sekira 5-6 orang.
Namun, kondisi memperihatinkan terpampang begitu meninjau fasilitas penunjang stadion. Dua toilet di samping stadion dekat ruang ganti pemin tampak masih perlu pembenahan, terutama di samping kanan. Pasalnya, di sana, air tidak menyala. Sementara, soal pencahayaan, meski sudah terpasang di empat penjuru stadion, dayanya mesti ditambah untuk minimal dapat menggelar ajang Liga 1.
ADVERTISEMENT
"Kami sekarang sudah kerja sama dengan Pak Rustam (Effendi, Walikota Jakarta Barat), karena mereka teman saya main bola. Pak Rustam enggak bisa kasih uang, tapi mereka bisa kasih fasilitas. Kalau mau bikin proposal, kami bisa masukin nama dia. Dia janji bisa kasih nama dia untuk memperbaiki fasilitas," ujar Direktur Teknik Persija Barat, Rohili.
"Tapi ya, soal fasilitas ini mungkin lapangan di depan Cendrawasih akan dijadikan sintetis. Jadi gitu, jadi nanti kami bisa dikasih fasilitas-fasilitas yang ada sama Walikota," lanjutnya.
Stadion Tugu (Persitara Jakarta Utara)
Setelah Cendrawasih dan Gagak Hitam dikunjungi, ada satu stadion lain yang juga dikunjungi, yakni Stadion Tugu, markas dari Persitara Jakarta Utara. Sebenarnya, bukan di Tugu saja Persitara pernah bermarkas. Saat mentas di gelaran Liga Super Indonesia, Persitara acap tampil di Stadion Kamal Muara, yang terletak tak jauh dari Pantai Indah Kapuk.
ADVERTISEMENT
Sore itu ketika kami datang, pada pukul 15:00 WIB, Stadion Tugu tampak sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang berlari di lintasan atletik. Baru sekira pukul 16.30 WIB, ada dua tim amatir yang bertanding, diiringi oleh anak-anak yang bermain layangan di belakang gawang.
Sekilas, secara kondisi Stadion Tugu tidak jauh beda dengan Cendrawasih dan Gagak Hitam. Secara infrastruktur, mungkin untuk menggelar laga sekelas Liga 3, Tugu sudah cukup. Ada empat lampu penerangan di setiap sudut stadion, dengan kapasitas tribune yang lebih besar dari Cendrawasih maupun Gagak Hitam yaitu 4.000 sampai 5.000 penonton.
Namun, untuk menggelar laga di Liga 1, stadion ini perlu perbaikan di sana-sini. Permukaan tanah yang tak rata ditambah pertumbuhan rumput yang bermasalah sehingga banyak kondisi lapangan yang botak. Tribune juga tampak kotor dan banyak coretan, menandakan bahwa stadion ini memang lama tidak terurus.
ADVERTISEMENT
Perkara kondisi Stadion Tugu, Parid, Ketua North Jak (NJ) Mania selaku kelompok suporter Persitara, mengungkapkan bahwa Stadion Tugu sejatinya layak untuk menggelar laga sekelas Liga 2 tetapi dengan banyak perbaikan.
"Sebenarnya nyaman, tapi perlu pembenahan keliling. Kalau dibenahi, (standar) Liga 2 dapatlah. Saya tanya ke orang BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia), kalau Liga 2 ini bisa," ujar Parid.
***
Ya, menilik perkara fasilitas yang didapat ketiga klub tersebut, terbersit satu hal bila membandingkan dengan apa yang didapatkan Persija selama ini, yaitu ketimpangan. Melihat keadaan Cendrawasih, Gagak Hitam, dan Tugu, terlihat bahwa ketimpangan itu bahkan sudah terjadi bagi tim yang sama-sama berada dalam satu daerah: Ibu Kota.
Meski begitu, bukan berarti harapan sudah tertutup bagi mereka. Melihat antusiasme bahwa kelak fasilitas ini bisa dibenahi, ada keyakinan tersendiri bahwa Stadion Tugu, Cendrawasih, dan Gagak Hitam akan menjadi lebih representatif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dukungan juga mengalir dari Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DKI Jakarta. Wakil Ketua Umum Asprov DKI Jakarta, Aldi Karmawan, mengaku bahwa pihaknya akan membantu untuk menghidupkan PSJS, Persija Barat, dan Persitara melalui guliran-guliran kompetisi. Menurutnya, Liga 3 mesti digaungkan agar masyarakat tahu bahwa ada tim-tim lain di luar Persija di Ibu Kota.
"Problem pada kami itu masalahnya di infrastruktur. Jadi hubungannya ini, kalau kita bicara provinsi, dengan Pemda terkait, dengan pemerintah pusat juga untuk tingkat nasional. Karena rata-rata kalau kita bicara klub yang berbadan hukum, otomatis dia 'kan mesti punya lahan sendiri. Untuk pembinaan klubnya sendiri itu biayanya tidak kecil. Ditambah lagi mereka mesti berinvestasi di lapangan," ujar Aldi.
ADVERTISEMENT
Begitulah. Persija dengan limpahan materi bisa bebas menyewa SUGBK. Tak perlu pusing memikirkan stadion untuk bertanding. Sedangkan, PSJS, Persija Barat, dan Persitara-- yang hanya berjarak selemparan batu dengan Persija--tampak masih harus sering-sering mengelus dada soal fasilitas latihan dan bertanding.
Memang, Persija, yang bernama asli Persija Pusat ini, kini dianggap sebagai representasi Ibu Kota. Akan tetapi, Jakarta bukan hanya milik Persija. Masih ada napas lain pada diri PSJS, Persija Barat, dan Persitara yang kerap termarjinalkan selama ini.
====
*kumparanBOLA membahas cerita mengenai bagaimana caranya klub-klub marjinal di ibu kota bertahan hidup lewat kaca mata PSJS, Persitara, dan Persija Barat. Anda bisa mengikuti pembahasannya via topik 'Marjinal Ibu Kota '.