Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Taktik tiki-taka ala Hierro gagal membuahkan banyak gol. Terutama, saat melawan tim yang menerapkan taktik low block, menimimalkan ruang dengan menumpuk pemain di kotak penalti. Yang ada, Spanyol hanya bisa melancarkan operan-operan pasif sambil berharap tim lawan terpancing untuk merebut bola sehingga ada ruang yang bisa dieksploitasi.
Situasi-situasi tersebut memang hadir di fase grup. Dengan segala kekurangannya, Spanyol mampu finis sebagai kampiun Grup B.
Di matchday pertama babak grup, Spanyol ditahan imbang 3-3 oleh Timnas Portugal meski menguasai 67% permainan. Dengan 78% penguasaan bola, Diego Costa dan kolega hanya bisa menang 1-0 atas Iran di matchday kedua. Di matchday terakhir babak grup pun tak jauh beda. Dengan 75% penguasaan bola, Spanyol butuh gol Iago Aspas di menit akhir untuk sekadar imbang 2-2 dengan Timnas Maroko.
ADVERTISEMENT
Namun, keajaiban serupa enggan datang saat Spanyol menghadapi Rusia dalam laga 16 besar di Stadion Luzhniki, Minggu (1/7/2018). Melancarkan seribu operan, gol Spanyol malah tiba dari tendangan bebas pada menit ke-12.
Di sisi lain, kesabaran Sbornaya menunjukkan tuahnya pada menit ke-41. Artem Dzyuba sukses menjadi eksekutor penalti usai Gerard Pique ketahuan handball. Pada akhirnya, Spanyol kalah 3-4 dalam babak adu penalti setelah skor imbang 1-1 menutup babak tambahan.
Meski begitu, Hierro tak menyesali apa yang kadung terjadi. Karena dia merasa timnya saat ini sudah solid.
"Saya merasa harus melakukannya dan sekarang saya menerima konsekuensinya. Ada banyak rasa sakit yang dirasakan pemain, staf, dan siapa pun yang bersinggungan langsung dengan tim ini. Pada akhirnya, kami gagal mencapai harapan kami sendiri. Tapi, saya tak berniat untuk menyalahkan siapa-siapa," ujar legenda Real Madrid itu pascalaga, dilansir ESPN.
ADVERTISEMENT
"Kekalahan ini adalah jawaban dari pertanyaan setiap laga sepak bola; apakah timmu menang atau kalah. Namun, saya yakin di balik kekalahan ini, kami sudah bermain sebagai satu tim. Para pemain bekerja kelewat keras, profesional pula, dan peduli dengan rekan-rekannya," katanya menambahkan.
Meski terang benderang taktik tiki-taka-nya gagal total, Hierro tak mau mengubah pendekatannya. Sebab, pelatih 50 tahun itu yakin pemain-pemainnya cocok dengan taktik tersebut.
"Dari tipe pemain yang kami punya, itulah identitas sepak bola yang cocok untuk kami. Dan kami perlu terbiasa dengan identitas itu sebelum bisa bicara tentang gelar," pungkasnya.