Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kobe memegang catatan penting dalam sejarah Jepang . Ia tak hanya berperan pada perkembangan ekonomi, tapi juga militer hingga politik.
ADVERTISEMENT
Riwayat mereka dimulai saat Pelabuhan Owada dibangun pada abad ke-10. Pembangunan pelabuhan ini dimaksudkan untuk menghubungkan Pulau Honshu dan Shikoku. Pelan-pelan, fungsi tersebut berubah. Imperialisme membuat mereka diharuskan bisa berfungsi pada sektor lain.
Lokasi Pelabuhan Owada yang strategis membuat mereka difungsikan sebagai pusat militer Jepang saat menginvasi wilayah, yang nantinya menjadi China, pada abad kedelapan hingga 11. Dari sana, Owada lantas dipilih sebagai ibu kota Jepang pada 1180.
Perkembangan Pelabuhan Owada semakin berkembang saat Dinasti Kamakura memegang kendali Jepang pada 1190-an. Mereka yang mulanya hanya penghubung antarpulau, semakin besar dengan adanya perubahan status sebagai penghubung Jepang dengan negara lain.
Di bawah kontrol Dinasti Edo, Pelabuhan Owada kian besar. Besarnya skala barang keluar masuk membuat makin banyak orang datang. Migrasi penduduk membuat Owada pelan-pelan dibangun hingga akhirnya pemerintah mengganti namanya menjadi Kobe pada 1889.
ADVERTISEMENT
Perubahan nama Kobe ternyata tak semulus yang diperkirakan. Dampak buruk mulai dirasakan saat Jepang terlibat dalam Perang Dunia II .
Letak Kobe yang strategis membuat banyak angkatan perang Jepang diambil dari sini. Dengan dalih membuat Jepang berjaya, banyak penduduk Kobe dipaksa untuk bekerja.
Selama Perang Dunia II, kota ini kerap kali menjadi sasaran bom lawan. Pada 18 April 1942, Doolittle Raid meledak di wajah Kobe. Pada 17 Maret 1945, giliran pesawat pengebom Amerika Serikat, B-29, yang meluluhlantakkan Kobe.
Bom yang dikirimkan oleh B-29 tercatat sebagai bom terparah yang menghancurkan Kobe. Dari sana, 8.841 penduduk Kobe meninggal dunia dan membuat 21% wilayah kota tersebut rata dengan tanah.
Banyaknya korban akibat bom membuat Pemerintah Jepang membuka kesempatan untuk menjadi transmigran. Namun, upaya tersebut tak menarik minat karena besarnya ketakutan akan meledaknya bom-bom lain.
ADVERTISEMENT
Di saat Kobe berusaha bangkit dari luka, gempa bumi menjadi masalah kedua. Tepat 14 menit sebelum memasuki pukul 06:00, pada 17 Januari 1995, gempa 6,9 magnitudo terjadi di 20 km dari selatan Kobe.
Kobe hancur dalam waktu 20 detik. Tak hanya memakan korban nyawa, tapi juga mematikan segala sektor. Menurut data pemerintah Kobe, 4.600 orang meninggal dunia, 22% perkantoran rata dengan tanah, dan setengah dari rumah yang ada di sana, tak lagi masuk kategori layak huni. Pelabuhan Kobe menjadi salah satu sarana yang hancur akibat gempa.
Jika ditotal, gempa tersebut merugikan negara hingga 10 triliun yen atau sekitar 2,5% dari GDP Jepang saat itu. Kobe hancur tak bersisa. Orang tak hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
Lara tak membuat Kobe berlarut-larut. Duka tak membuat Kobe pasrah. Pelan-pelan, mereka merevitalisasi sarana dan prasarana yang rusak akibat gempa. Sebagai cara menarik minat investor, mereka membangun kawasan industri dengan beragam kemudahan.
Pemerintah Kobe sadar bahwa luka akibat gempa tak bisa sembuh dengan sendirinya. Perlu ada tindakan yang bertujuan untuk menghapus trauma, seperti memberikan hiburan. Satu di antara hiburan yang bisa diberikan oleh Pemerintah Kobe adalah sepak bola.
Sepak bola datang ke Kobe sesaat sebelum gempa bumi 1995. Saat itu, pemerintah Kobe baru mengakuisisi klub asal Kurashiki yang terletak di Prefektur Okayama, yang dimiliki oleh Kawasaki, Kawasaki Steel SC. Secara geografis, Kobe dan Kurashiki memang tidak terletak di satu wilayah yang sama, karena Kobe berada di Prefektur Hyogo. Namun, letak kedua prefektur ini bersebelahan.
ADVERTISEMENT
Akuisisi itu juga melahirkan perubahan nama klub, dari Kawasaki Steel menjadi Vissel Kobe. Dengan bantuan jaringan supermarket Jepang, Daiei, mereka menjalankan operasional harian.
Gempa yang dahsyat berdampak ke segala aspek, termasuk ekonomi. Setelahnya, Daiei memutuskan untuk melepas Vissel karena permasalahan finansial, sehingga pemerintah Kobe murni menjadi satu-satunya pemilik klub.
Pada 2004, Rakuten, yang dimiliki oleh putra asli Kobe, Hiroshi Mikitani, mengumumkan pembelian sebagian saham Vissel. Namun, hal ini tak serta merta membuat prestasi mereka terdongkrak. Hal ini dikarenakan Mikitani memang menginginkan klub tumbuh secara natural.
Keputusan tersebut didasari oleh sistem kepemilikan klub di Jepang yang tidak menguntungkan. Berbeda dengan klub Eropa, di Jepang, para stakeholder harus menerima nasib apabila modalnya tak kembali. Mikitani tak mau seperti itu.
ADVERTISEMENT
Apa yang diinginkan oleh Mikitani pelan-pelan menjadi kenyataan. Tak ada suntikan dana besar tak membuat Rakuten sulit bersaing. Setelah promosi dari J2 pada 2013, Vissel kian berkembang. Tak hanya secara finansial, tapi juga dukungan.
Pada dua musim terakhir, Vissel berkembang jadi salah satu pesaing juara J1. Meski pada akhirnya gagal menggamit gelar, mereka mampu menunjukkan bahwa mereka siap bersaing di level tertinggi J1. Pada 2016, Vissel mengakhiri kompetisi J1 di posisi tujuh, yang merupakan prestasi terbaik mereka.
Setelah langkah membuat Vissel stabil berhasil, Mikitani mulai melakukan gebrakan. Satu di antaranya adalah menarik minat pemain top Eropa untuk bermain di Vissel. Dari sekian ajakan, Lukas Podolski menjadi yang pertama.
ADVERTISEMENT
Podolski bergabung Vissel usai menjalani musim 2016/17 bersama Galatasaray. Meski gagal menyamai prestasi terbaik Vissel di J1, Podolski berhasil memberi bukti dengan mencetak lima gol dalam 15 pertandingan.
Kesuksesan Podolski membuat Vissel kian bernafsu. 24 Mei 2018 lalu, mereka mengumumkan perekrutan Andres Iniesta sebagai penggawa baru. Meski ada Podolski, tapi kepindahan Iniesta ke Vissel dilihat oleh banyak pihak sebagai sebuah langkah yang mengejutkan.
Pandangan orang-orang ternyata tidak berlaku untuk Mikitani. Bagi Mikitani, kepindahan Iniesta adalah satu dari sekian langkahnya memajukan kota kelahiran sekaligus menunjukkan bahwa mereka siap berkembang.