Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemain Timnas Wanita Kenya Ungkap Menstruasi Masih Tabu di Sepak Bola Afrika
10 Desember 2024 18:03 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pemain Timnas Wanita Kenya, Esse Akida, mengungkapkan bahwa menstruasi masih dianggap tabu di sepak bola Afrika . Setelah menghabiskan sebagian besar kariernya di Eropa, ia merasakan perbedaan sikap yang mencolok dibandingkan dengan di benua asalnya.
ADVERTISEMENT
“Di tim-tim profesional yang pernah saya bela (salah satunya PAOK FC dari Yunani), kami punya pilihan untuk tidak bermain saat kami sedang menstruasi. Tapi di Kenya, pilihan itu tidak ada,” kata Akida kepada BBC Sport Afrika, Jumat (6/12) lalu.
Pemain berusia 32 tahun itu juga bercerita bahwa ada rekan setimnya yang mengalami menstruasi berat hingga tak bisa bermain. Sementara Akida sendiri pernah merasakan ketidaknyamanan saat mencetak gol karena sedang menstruasi.
Ia lalu memutuskan untuk memberi tahu sang pelatih mengenai ketidaknyamanannya itu. Namun, reaksinya tidak seperti yang ia harapkan.
“Saya malah dianggap tidak ingin bermain karena terlihat merasa seperti superstar,” ungkap Akida.
Kesehatan menstruasi telah menjadi fokus Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) sejak 2021. Mereka berusaha mengatasi "budaya diam", yaitu kecenderungan untuk tidak membicarakan menstruasi secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari upaya tersebut adalah membantu pelatih dan staf tim, yang mayoritas adalah laki-laki, untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung agar para pemain wanita bisa berkembang.
“Ini bukan sesuatu yang bahkan kami bicarakan dengan keluarga kami. Kami telah membahas siklus menstruasi dan bagaimana para pemain melewati empat fase. Bergantung pada fase tersebut, performa mereka bisa berbeda-beda,” ucap Meskerem Goshime, kepala sepak bola wanita di CAF.
"(Siklus) menstruasi dianggap sebagai hal yang tabu di budaya Afrika. Namun, ketika Anda membicarakannya berulang kali, Anda menjadikannya bagian dari diskusi,” sambungnya.
Banyak pesepak bola wanita di Afrika menghadapi tantangan menstruasi hingga menghambat perkembangan mereka di dunia sepak bola.
Pada 2023, proyek Women’s Health, Wellbeing and Performance dari FIFA mengungkapkan bahwa sekitar 35% pemain di Afrika terkadang menggunakan kain bekas sebagai pengganti pembalut.
ADVERTISEMENT
“Di komunitas saya, menstruasi menjadi penghalang bagi perempuan untuk bermain sepak bola, karena bahkan membeli pembalut pun sulit,” kata Akida, yang berasal dari Kilifi, wilayah pesisir Kenya, itu.
“Perempuan harus memilih antara bermain atau tinggal di rumah. Saya beruntung punya ibu yang selalu mendukung saya. Sayangnya, tidak semua teman sebaya saya di Kilifi memiliki keberuntungan yang sama. Rasanya sangat menyedihkan melihat itu,” imbuhnya.
Akida berharap upaya dari CAF dan FIFA dapat membantu pemain menghadapi masalah ini. Ia juga mendorong tim-tim di Afrika untuk merekrut lebih banyak staf wanita.
“Rekrut pelatih perempuan untuk menangani pemain perempuan, atau setidaknya tambahkan lebih banyak perempuan di bangku cadangan,” harap Akida.
“Sebagus apa pun pelatih dalam hal taktik, pemain akan lebih nyaman membicarakan hal-hal seperti ini dengan pelatih perempuan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT